3

152 19 3
                                    

~pendek aja ya hahaha... 🤣

#####

Waktu menunjukkan pukul 23:37 ketika Ping sampai di apartment yang ia beli untuk kekasihnya. Saat ia masuk, ruangan dalam keadaan gelap gulita. Ia meraba-raba dinding mencari saklar lalu menekannya, seketika ruangan mencari jauh lebih hidup. Ia pikir Nut tidak dirumah, karna biasanya Nut tidak suka gelap.

Kemudian dia menuju ke kamar yang ternyata juga gelap. Ia kembali meraba dinding dekat pintu dan menyalakan sklar lampu. Seketika itu juga ia terkejut melihat sesosok sedang duduk dilantai dan bersandar di ujung ranjang.

"Sayang, kau membuatku terkejut!" ucap Ping sambil mengelus dada sebelum menghampiri Nut dan duduk disampingnya.

Ping membuka dasinya lalu melemparkannya ke sisi ranjang sebelum menghela nafas panjang dan menyandarkan kepalanya di atas ranjang, menandakan betapa kelelahannya dia hari ini.

"Hari ini sangat melelahkan karna aku harus pergi ke 2 kota yang jaraknya cukup jauh." keluhnya.

"Sayang?"
Karna Nut tidak merespon, Ping meenoleh menatap wajah kekasihnya yang menunduk tanpa ekspresi. Ada jejak air mata diwajahnya dan matanya sembab. Hati Ping mencelos, ia segera menangkup wajah kekasihnya dan membelainya lembut, "Sayang, ada apa? Sesuatu terjadi?" tanyanya khawarir.

Nut menatap mata Ping dengan ekspresi 'Apa kau masih perlu bertanya?', Nut pikir Ping yang paling peduli padanya, bagaimana dia masih tidak tau siapa sumber masalah yang biasa di alami Nut. Nut menghela nafas sambil melepaskan tangan Ping dari wajahnya, ekspresinya sudah benar-benar muak dan putus asa. Sekarang ia berfikir apakah Ping benar-benar peduli padanya atau hanya angan-angan Nut saja.

Melihat kekasihnya bertingkah tidak biasa, Ping merasakan kepanikan. Saat marah, Nut akan mengamuk tanpa menahannya, tapi hari ini Nut tampak berbeda dan membuat Ping panik. Lalu ia mulai menebak-nebak penyebabnya, "Ibuku mendatangimu lagi?".

Beberapa detik terus berlalu tapi Nut tak kunjung bersuara. Tiba-tiba ia malah bangkit berdiri, Ping segera bangun dan memegangi tangannya. "Nut, bicaralah denganku!" pintanya.

Nut menghela nafas beras untuk kesekian kalinya, menutup matanya sebentar lalu beralih manatap Ping dengan intens.

"Phi Ping,"

Ping mendengarkan kekasihnya dengan seksama. Tapi entah kenapa, semakin ia mendengarkan, semakin ia merasa bahwa ada sesuatu yang tidak benar.

"Mari kita putus!"

Ping terdiam.

Ia mencerna lagi dan berfikir bahwa ia salah dengar.

"Sayang, kau...". Ping tersendat ditenggorokan, ia bingung bagaimana harus merespon hingga kehilangan kata-kata.

" Mari kita akhiri saja! Aku sudah tidak mau. Jadi..."

"TIDAK!" sahut Ping tegas. Ia meraih Nut lalu memeluknya dengan erat, seolah jika pelukannya kurang kuat, Nut akan segera meninggalkannya. "Jangan katakan lagi. Jangan katakan apapun. Aku tidak mau dengar."

Nut mencoba melepaskan pelukan Ping, tapi pelukan itu terlalu kuat hingga sulit untuk di lepaskan. "Phi Ping, lepaskan aku! Aku sudah membuat keputusan. Tolong hargai keputusanku. Lepaskan!"

"Tidak akan." ucap Ping. "Sayang, aku janji aku akan menjagamu lebih baik lagi. Besok aku akan bicara pada ibuku dan memberinya pengertian. Ya? Beri aku kesempatan sekali lagi. Aku tidak akan membiarkan ibuku mengganggumu lagi. Aku janji. Aku benar-benar berjanji padamu. Jadi jangan tinggalkan aku."

Bagaimana Nut masih bisa mempercayai kata-kata kosong itu. Ia sudah berkali-kali mendengar janji seperti ini dari Ping dan permasalahan dengan ibunya masih saja berlanjut.

"Aku tidak bisa lagi. Tolong lepaskan aku, Phi Ping!" pintanya sambil meronta.

Ping tetap tidak mau melepaskannya tetapi malah membungkamnya dengan ciuman.

"Sayang, kamu milikku. Aku sangat mencintaimu. Aku pasti akan menjagamu, Nut." ucap Ping di sela ciuman mereka.

Nut melengos menghindar lalu mendorong Ping hingga terduduk di ranjang mereka.

"AKU BILANG AKU TIDAK MAU LAGI. JADI LEPASKAN AKU. SUDAH CUKUP." teriak Nut penuh luapan emosi.

Melihat Nut akan pergi, Ping segera menahan tangan Nut, menggenggamnya erat-erat. "Nut, kau hanya emosi sesaat. Tenang dulu dan berfikir lagi nanti. Ya? Aku mohon tenang dulu. Besok setelah kau tenang, kita akan bicara lagi."

"AKU SUDAH MEMIKIRKAN INI BERKALI-KALI SETIAP IBUMU DATANG PADAKU. Berapa kali lagi aku harus memikirkannya? Katakan padaku! Berapa kali lagi?"

"Nut, aku mohon jangan begini." Suara Ping bergetar karna menahan isakan.

Tapi keputusan Nut sudah bulat. Ia tidak bisa lemah lagi dan ditindas berkali-kali.
"Lepaskan aku, Phi Ping. Biarkan aku pergi."

"Tidak mungkin."

Ping takut memikirkan bahwa Nut benar-benar tidak menginginkannya lagi dan meninggalkannya. Ia mencintainya. Nut adalah miliknya. Pikirannya menjadi kacau hingga akhirnya ia menarik Nut jatuh ke ranjang mereka, mengunci erat kedua tangannya dan menciumnya dengan paksa.

"Phi Ping, lepaskan aku." ucap Nut dengan memohon dan berontak.

"Sayang, maafkan aku. Aku paling mencintaimu. Aku tidak bisa melepaskanmu." kata Ping sebelum menciumnya lagi lebih intens.

Nut meronta-ronta. Tapi kekuatannya tak sebanding dengan sosok Ping. Bagaimanapun ia berjuang, Ping tetap lebih kuat mengendalikan situasi dan menelanjanginya.

Di tengah keputus-asaan, akhirnya Nut berhenti meronta. Sorot matanya telah pasrah. Ia tak bersuara tapi matanya tak henti mengalirkan air mata.

Ping pikir Nut sudah tenang jadi ia mulai bersikap lembut, membelainya penuh kasih seperti biasa dan menciumnya dengan sayang.

******

Di pagi hari berikutnya, Ping terbangun. Tubuh yang ia peluk semalaman telah hilang. Ia bangkit, duduk ditepi ranjang.

Hening.

Bahkan tak ada suara di kamar mandi. Mata Ping menatap seisi ruangan hingga menyadari sesuatu.

Koper yang biasanya di atas lemari telah hilang, yang semakin meyakinkannya bahwa pemiliknya juga telah pergi.

Tiba-tiba Ping merasakan kesepian. Tidak ada ucapan selamat pagi seperti biasanya. Tidak ada sosis goreng setengah gosong yang disajikan untuknya. Nut sudah pergi meninggalkannya. Ia benar-benar kehilangannya.

Satu isakan, disusul dengan isakan lainnya hingga akhirnya pertahanannya runtuh. Tidak ada yang tersisa kecuali penyesalan. Ia tak cukup baik menjaga kekasihnya dan membuatnya sering menangis. Ia merasa benar-benar gagal dan menyesal.

Tapi apa yang bisa ia lakukan? Nut-nya sudah pergi. Dan itu karna dirinya yang tak cukup tegas. Ia bahkan berani memaksakan dirinya semalam. Ia yakin Nut pasti membencinya dan tidak akan mau kembali padanya.

"Nut, maafkan aku." isaknya penuh penyesalan. Tapi semua sudah terlambat.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 08 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

UNHAPPYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang