04. Memory

419 52 27
                                    

Mungkin memang seharusnya Yerim melakukan ini sejak dulu. Membalas dengan timbal balik yang serupa akan semua perhatian dan usaha yang sudah susah payah diberikan Eunjung dulu. 

Dulu. Tidak sekarang.

Sekarang semua terasa terlambat karena Eunjung yang kini berdiri sehat dihadapannya bukanlah Eunjung yang sama yang telah menemaninya selama dia menjadi sosok Yerim yang lemah dan malang. 

Tapi apakah dia peduli? TENTU SAJA TIDAK. 

Tidak ada gunanya menangisi masa lalu, kalau dia saja sekarang sedang sibuk mencoba meluluhkan hati es si manusia paling dingin di dunia ini. 

"Kamu ngapain disini?"

"Pengen ketemu sama tunanganku yang paling ganteng, dong." Yerim tersenyum manis dengan kedua kelopak mata membentuk bulan sabit. 

Cantik sekali. Tentu saja, dia menghabiskan hampir tiga jam bersiap diri dan memilih baju yang cocok untuk acara kunjungan dadakan ini. 

Hari ini Eunjung sedang libur, jadi dia ada di rumah. Biasanya si Kapten itu sibuk bekerja, sampai kadang tidak ingat waktu. Ayah dan Ibunya bilang, Eunjung bahkan tidak pernah pulang kalau bukan karena kedua orangtuanya yang sesekali meminta agar dia kembali ke rumah hanya agar mereka tahu keadaan anak sulung mereka tersebut. 

"Mau ngapain?"

"Hari ini aku mau ngajak kamu makan siang berdua. Nih lihat, aku udah cape-cape masak dari pagi, jadi kamu enggak punya pilihan selain nurut."

"Pulang sana, saya sudah makan." Baru saja dia hendak menutup pintu rumah, sebentuk kaki ramping dan jenjang sudah keburu menahan benda yang terbuat dari kayu tersebut. 

"Eiittss, jangan gitu dong! Hati mungilku sakit, nih. Aku tau ya kamu belum makan apa-apa. Kamu pikir aku akan datang kesini tanpa persiapan info apa-apa?" Tukasnya dengan seringai puas saat dia lihat Eunjung yang berdecak kecil.

Sebenarnya ini bukan pertama kali dia datang tak diundang dan dengan mandiri menghadirkan diri di hadapan Eunjung. Dia kini bahkan sudah cukup akrab dengan keluarga Shim, termasuk juga si bungsu Shim Ryujin. Respon yang didapatnya barusan pun bukanlah yang pertama, sehingga sebenarnya kalau boleh jujur, sekarang dia jauh lebih terbiasa dengan respon Eunjung yang dingin dan kadang terlihat tak berperasaan.

Tanpa berkata apa-apa, Eunjung melengos masuk ke dalam rumah yang sepi. Sepertinya sudah menyerah mencoba mengusir gadis yang daritadi tidak berhenti tersenyum itu. 

"Dimana mama, papa sama Ryujin?" Ah, dia bahkan sudah memanggil kedua orang tua Eunjung dengan panggilan eksklusif, seolah dia sudah menjadi bagian dari keluarga ini. 

Yerim celingukan mencari keberadaan penghuni rumah besar yang sudah mulai terasa familiar dimatanya tersebut.

"Kerja."

"Ryujin?"

"Sekolah."

"Ooohh. Btw, kita mau makan dimana?"

Yerim mencebik saat tidak ada lagi jawaban yang terdengar setelah itu. Dia hanya mengekori Eunjung yang terus berjalan semakin dalam ke dalam bangunan rumah, melewati beberapa ruangan dengan gaya khas minimalis modern itu. Hingga akhirnya mereka sampai di pintu terakhir yang menampilkan cukup banyak pepohonan dan sebuah danau buatan yang tidak terlalu besar.

Ini pertama kalinya Yerim meihat taman belakang rumah ini dan rasanya seperti masuk ke dalam dunia dongeng. Indah sekali. Dia tidak memiliki tempat sperti ini di rumahnya. Yah, setidaknya taman belakang rumahnya tidak seluas dan setertata rapi seperti ini. 

"Kita makan disini?"

"Ya, kamu keberatan?"

"Tidak juga. Justru aku suka." Yerim menjawab dengan senyum riang. Dia dengan semangat mendudukan diri diatas bangku yang ada disana. Kedua tangannya sibuk menata makanan yang dia bawa diatas meja.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 01 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PERFECT MISTAKE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang