Hening menyelimuti ruang inap tersebut. Bahkan hingga matahari menyingsing, tidak ada satupun keluarga maupun kerabat Minho yang menjenguknya.
"Kau benar-benar sendirian?"
Wajah tampannya menghadap ke arah jendela. Matanya fokus melihat matahari tenggelam. Bibirnya tersenyum lembut dengan wajah yang sangat hangat dilihat.
"Apa kau mengetahuinya dari peri yang kau bicarakan? Jisung ya?"
Tangannya meremat selimutnya, kemudian melepaskannya. Wajahnya sedikit meringis ketika hendak turun dari ranjang rumah sakit. Aku reflek mendekatinya dan membantunya.
"Umurku tidak lama. Beruntungnya dirimu yang memiliki umur lebih panjang dariku, Paman," ujar Minho.
Aku hanya diam karena Jisung disampingnya sudah panik tidak karuan karena Minho yang hendak turun dari ranjang. Aku berusaha memapahnya dan mendapat tatapan sinis dari Jisung.
"Kenapa kau hanya diam, Paman?" tanya Minho.
Aku menoleh dan mendapati Minho tengah menghadap ke arah yang aku lihat sebelumnya, "Apa dia ada disana? Apa Jisung ada disana?" tanya nya.
"AAAAAA!"
Aku berjengit kesal ketika peri itu menjerit kesenangan. Sial, kenapa hanya aku disini yang bisa melihat dan mendengarnya?
"Kau tidak apa-apa, Paman? Sshh---luka bekas operasi kemarin cukup perih, bisakah kau memapahku ke kamar mandi? Maaf karena merepotkanmu," ujar Minho.
Aku membantunya berjalan sambil berkata, "Peri penjagamu menjerit senang karena kau memanggil namanya. Dia salah tingkah seperti bocah SMP yang baru jatuh cinta."
Minho terkekeh sambil sesekali meringis, namun sebisa mungkin dirinya tetap memasang wajah tersenyum.
"Katakan jika kau sudah selesai," ucapku.
Tepat ketika Minho menutup pintu kamar mandi, aku menghalang Jisung yang hendak menembus masuk ke dalam kamar mandi, "Kau peri mesum atau apa, hah? Tidak sopan sekali mengintip orang di dalam kamar mandi."
Jisung merengut kesal, "Tubuhnya sangat bagus dan---"
"Aku tidak mau mendengarnya, Jisung. Simpan itu untuk dirimu sendiri," ujarku sambil mengusirnya menjauh dari kamar mandi.
Minho keluar dari kamar mandi dan menatapku lamat-lamat, "Apa dia selama ini mengintipku di dalam kamar mandi?"
Aku menoleh ke arah Jisung. Wajah peri itu sudah semerah tomat. Ditambah dengan telinga runcingnya yang sedikit menurun, menunjukkan betapa malunya peri tersebut.
"Wajahnya memerah seperti orang yang ketahuan mencuri," jawabku.
Sepanjang berjalan ke ranjang, Minho hanya tertawa. Tubuhnya ia hadapkan samping, menghindari bekas luka yang masih belum kering itu.
"Baru kali ini ada seseorang yang sangat penasaran dengan diriku," ujar Minho.
Wajah hangat itu kembali. Walau sebenarnya jika dilihat dari dekat, wajah pemuda itu sangat pucat dan tirus. Mungkin karena pengaruh obat dan operasi yang dilaluinya.
"Tolong ucapkan terima kasih untuknya, Paman," ujar Minho.
Aku menoleh ke arah Jisung. Mata itu berusaha dengan kuat menahan perasaan yang tersimpan untuk Minho. Jisung mendekat dan membelai lembut wajah Minho dengan telapaknya. Tentu saja, Minho tidak dapat merasakan hal tersebut.
"Apa yang sedang dia lakukan, Paman? Apa kau sudah menyampaikannya?" tanya Minho.
"Aku tidak perlu mengatakannya karena dia bisa mendengarmu dengan baik. Dia...dia mengusap kepalamu saat ini," jawabku.
KAMU SEDANG MEMBACA
See Through The Fairy - Minsung
FanfictionAku adalah seorang penyihir. [DISCONTINUED]