"Sebuah perkantoran?"
Jisung mengangguk kecil. Aku melangkah masuk ke dalam kantor kecil itu. Nampak banyak pegawai tidak terlalu perduli dengan kedatanganku. Aku melihat sekilas dan menuju ke meja resepsionis.
Dan, meja resepsionis itu kosong. Astaga, kantor macam apa ini?
"Disini memang selalu kosong. Mereka ada disana," ujar Jisung sambil menunjuk ke sebuah ruangan yang tertutup oleh kaca.
Aku melibat sekitar empat orang berpakaian kemeja, namun sudah acak-acakan. Mereka asik bermain kartu sambil meminum sekaleng bir.
"Ini perusahaan apa sih? Minho bekerja disini?"
Jisung mengangguk, "Minho bekerja sebagai...pembantu? Aku lupa, tapi Minho ku selalu membawakan minuman kepada beberapa orang disini. Jika dia melakukan kesalahan, dia akan dimarahi atau dipukuli."
Aku berjalan masuk. Sebuah lorong panjang mengarahkanku ke satu ruangan dengan banyak meja. Nampaknya kantor ini menggunakan konsep open space untuk karyawannya.
"Mau mencari siapa, Pak?"
Seorang wanita, cukup muda, dengan rambut sebahu menghampiriku. Aku mengangguk sekilas, sambil sedikit mengeraskan suaraku, "Saya mencari Pak Lee Minho, apakah ada?"
Seluruh orang di ruangan itu seketika menoleh ke arahku dan menatapku sinis. Wah, wah, wah, apalagi yang sudah kau perbuat Lee Minho?
"Permisi, bisa ikut saya sebentar?"
Perempuan itu menawarkanku keluar dari ruangan besar tersebut. Setelah keluar dari ruangan dan menutup pintu, wanita ini memukul bahuku dengan keras.
"Kau siapanya? Jangan berani menyebut nama bajingan itu disini! Dia sudah dipecat!"
Aku hanya mengendikkan bahu, pura-pura memasang wajah tidak peduli, "Dia memiliki hutang yang besar padaku. Itu alasanku mencarinya."
Tentu, orang akan senang ketika melihat orang lain memiliki argumen yang sama dengannya. Dalam hal ini, Minho terlihat dicap buruk oleh perusahaan, entah karena apa.
"Dia memang problematik. Pernah meniduri anak direktur, menggelapkan uang kas OB, dan juga paling parah---"
Aku memasang kupingku baik-baik. Aku butuh informasi lebih.
"Dia menghamili istri salah seorang karyawan disini!"
Aku pura-pura memasang ekspresi terkejut seolah-olah aku menyetujui ucapannya, "Apa benar begitu? Astaga, dia benar-benar bocah tidak diuntung!"
Setelah sedikit berbincang dengan wanita itu, aku keluar dari kantor tersebut. Jisung sedari tadi sudah berceloteh tidak terima karena Minho nya difitnah seperti itu.
"Dia tidak melakukan hal itu. Aku tahu dia! Aku mengikutinya setiap hari!"
Aku hanya terdiam sambil melihat Jisung, "Apa yang mau kau lakukan sekarang?" tanyaku.
"Ubah aku menjadi api. Aku melihat sang direktur kembali berselingkuh dari istri sahnya," ujar Jisung.
Baiklah jika itu maunya. Itu kemauanmu Jisung, bukan Minho. Sebagai seorang penyihir, aku tentu paham bagaimana sifat peri ketika sedang marah. Mereka akan melakukan apapun untuk melampiaskan kemarahan mereka.
Kedua tangan Jisung terulur, menapaki kedua tanganku, dan mengucap mantra.
Tali-tali sulur bumi, oh dewi yang paling indah,
Dengan harkat martabat mulia dirimu bagai emas permata,
Tanpa sedikitpun rasa bahagia kami membuncah kepada alam milikmu yang fana.
KAMU SEDANG MEMBACA
See Through The Fairy - Minsung
FanfictionAku adalah seorang penyihir. [DISCONTINUED]