Dunia Bunga Berkuasa

32 12 113
                                    

Sam

Gue terkekeh setelah menyeludupkan indomie berbagai rasa di koper gue. Rasa rendang, mie aceh, matah, ah lengkap pokoknya. Semoga pencipta indomie masuk surga karena makanannya beneran enak. Gue berencana buat makan ini sehari sekali selama di Tembalang nanti.

Dengan masuknya tumpukkan mie ke koper, selesai sudah persiapan kembali ke Tembalang.

Kenapa tembalang?

Ya karena disana ada pacar gue yang paling cakep sedunia, serta gue sayangi dan banggakan.

Namanya Bunga, sesuai banget sama kebiasaan dia yang sering bikin gue berbunga-bunga, eak.

Kalau di dunia ini yang mencintai Bunga banyak, maka gue salah satunya. Kalau di dunia ini cuman ada satu orang yang mencintai Bunga, orang itu pasti gue. Kalau di dunia ini nggak ada yang mencintai Bunga, itu tandanya gue udah nggak ada lagi di dunia ini. Anjay cikidaw.

Sumpah deh, rasa cinta gue ke Bunga lebih kuat dari jurus Rikudo Choodama Rasenshurikennya Naruto, lebih kuat dari militer AS, lebih dahsyat dari big bang. Pokoknya sebesaaaaaar itu, meski Bunga selalu mendecih nggak percaya.

Bunga, belah saja hatiku Bunga. Dada gue ini kalau dibelah isinya Bunga, setiap detak jantung gue bunyinya Bunga, Bunga, Bunga. Gue sering memberi tahu dia soal masalah detak jantung gue ini, tapi dia malah menggeleng heran dengan nggak percaya.

Gue memandangi fotonya lagi. Tadi dia mengabari kalau hari ini dia akan bimbingan sempro lagi. Terlihat wajahnya yang cemberut dengan rambut ikal panjang yang ia ikat kuda asal-asalan. Anehnya, dia selalu cantik. Ya elah Bunga, mau tampilanmu ngantuk tiga hari nggak tidur, tiga hari nggak mandi, tiga hari nggak ganti baju, kamu tetap paling cantik Bung. Gue juga udah bilang pernyataan tersebut ke Bunga, tapi dia emang nggak percayaan.

"Cakep banget ya pacar gue." Gue menunjukkan foto tadi ke Satya.

Hari ini memang dia yang menjemput gue di Tawang. Pinjam mobil Bang Ethan.

"Sumpah lu kayak cinta sendirian." Itu yang keluar dari mulut busuk Satya. Dia tidak menoleh, sibuk pada jalan Semarang yang macet. Bisa-bisanya dia sibuk begitu masih sempat berkomentar jahat.

"Bunga tuh cinta mati juga sama gue!"

"Lah dia aja bukanya bantuin lu pindahan malah sibuk sendiri tuh."

"Dia bimbingan ya Sat."

"Serah deh, malam ini gas mancing nggak?"

"Gue baru sampe????"

"Dih lu di kereta juga tidur doang kan, masa lu nggak bisa banget luangin waktu buat gue? Sedangkan gue harus bolos kelas seminar yang penting itu demi jemput lu? Gue nggak menyangka sama sekali ternyata lu setega ini." Satya menutup mulutnya dramatis.

Namanya Satya, Teknik Industri 20. Gue lupa kapan pertama kali ketemu dia. Pokoknya rasanya kayak tiba-tiba kenal aja. Padahal gue, Jazakiel Sam yang tampan ini beda jurusan dengannya. Meskipun departemen gue, Teknik Kimia memang bersebelahan dengan departemennya. Apa kami ketemu di kantin ya? Pokoknya lupa deh, yang gue ingat kan hanya Bunga. Love you Bunga.

Hari ini gue resmi pindah dari kos lama gue ke kos Satya. Di sana juga ada Bang Ethan, kating kami di BEM Teknik dulu. Sebenarnya dari dulu gue mau pindah ke kosan Satya, tapi nggak kosong-kosong. Setelah satu tahun menunggu akhirnya bisa juga pindah ke sana. Hampir semua penghuninya gue kenal, apalagi Rey, anak pemilik kos yang sering ikut nongkrong bareng kami. Udah deh sering banget kami berempat Bang Ethan, Satya, Rey, dan gue mancing kalau bosen. Meski seringnya cuman gue sama Satya doang karena dia yang paling nganggur.

Gue nggak tahu memang semesta merestui atau bagaimana, kosan Satya masih satu pemilik dengan kosan Bunga. Bunga memang baru pindah tiga bulan lalu, tapi gue jadi makin semangatlah pindah ke sana. Akhirnya mimpi dari kecil gue bisa tercapai. Gue memang dari lama pengen relate saat menyanyikan lagu "Pacarku memang dekat lima langkah dari rumah."

"Dah sampe, kamarlu yang nomor dua ya tadi udah gue minta Rey pasangin seprei. Kalau capek tidur dulu aja," ucap Satya sebelum keluar mobil. Dia malah jadi yang sibuk ngeluarin koper gue, menentengnya masuk kos.

Enak deh gue tinggal masuk kamar terus rebahan. Beres beres mah nanti aja gampang.

"Kamar gue di sebelah, kalau ada apa apa ngomong."

"Baik amat lu Sat tumben."

"Iya kan? Gue baik kan? Nanti malam mancing ya?"

Yaelah masih aja. Gue menatapnya dengan ekspresi malas. Dia akhirnya cuman mendecih lalu keluar dari kamar gue.

Saatnya mengabari ayang!

Gue menekan kontak Pacar❤️ kemudian menekan tombol vn.

"Ayang aku udah sampe kosan dengan aman, kamu nggak usah khawatir. Aku mau tidur dulu yah capek soalnya. Nanti aku kabarin lagi muah."

***

Gue membuka mata ketika merasakan sebuah sentuhan di rambut gue. Loh, surga kah ini? Bangun bangun udah liat bidadari aja.

Tetlihat sesosok perempuan dengan wajah familiar. Matanya yang kecil, rambut ikalnya yang diikat kuda, kulit kuning pucatnya, senyumnya yang menenangkan. Ia tengah duduk di lantai, bersandarkan pipi pada tangan kanannya yang ia letakkan di atas kasur sambil memandangi gue. Cantik.

"Udah nggak capek?"

Gue mengerjapkan mata, melirik pada koper gue yang ternyata sudah dirapihkan isinya. Wah beneran surga ini.

"Mau makan nggak?"

"Loh, asli ya?" Gue memegang tangan sosok perempuan tadi.

"Apasih Sam, sadarin diri dulu mending!"

"Ih ayang!" Gue bangkit. "Gue pikir tadi lagi di surga tau bangun bangun udah ada bidadari."

"Dih alay!"

"Seriusssss, pas bangun eh ada makhluk cakep di hadapanku kirain bidadari ternyata bener!"

Bunga bangkit dari duduknya, kali ini ia mulai menyapu kamar gue. Salting nggak sih dia? Saltingnya sampe tiba-tiba nyapu lucu banget.

"Kok kamu bisa masuk?"

"Iya tadi Satya yang bukain pintu."

Gue melangkah ke koper gue yang sudah kosong, menutupnya rapat, lalu menaruhnya di atas lemari.

Eh tunggu, indomie gue dimana?

"Loh indomieku mana?"

"Aku kasih Satya."

"Kok gituuuu?"

Bunga yang sudah selesai menyapu tiba-tiba mendekat ke arah gue, dia bertelekan lengan di pinggang. "Minggu ini udah makan mie berapa bungkus?"

Gue menciut, menunduk dalam. "Tujuh."

"Kan!"

Gue pikir jauh dari rumah membuat gue bebas dari omelan nyokap, tetapi disini malah ketemu Bunga, sumpah sih dia sama persis kayak nyokap gue kalau marahin gue karena kebanyakan makan mie.

"Nanti kamu sariawan loh!"

"Mana ada hubungannya mie sama sariawan," gue menjawab dengan lirih, tapi rupanya Bunga masih bisa dengar. Matanya menatap gue tajam.

"Kamu udah susah makan sayur, buah doyannya cuman anggur, makannya tiap hari mie lagi, gimana nggak kurang vitamin!"

"Ah hari ini doang loh yaaang pleaseeee?"

"Nggak, aku masakin kamu sayur nanti."

Gue mendecak kecewa lalu duduk di atas kasur. Gue melirik Bunga yang kini mendekat sambil menyerahkan sebotol air mineral.

"Maksudnya kan aku baru dateng nih, masa makan mie sekaliiii aja nggak boleh? Aku lagi pengen banget yang rasa rendang loh. Nanti aku janji makan juga sayur yang dari kamu." Gue membuka botol tadi lalu meminum airnya.

Karena Bunga tidak kunjung menjawab gue jadi mendongak, Bunga berdiri tepat di hadapan gue sambil tersenyum tipis. Dia maju, mengusap rambut gue dengan lembut berulang kali. "Boleh makan mie tapi seminggu sekali, minggu depan aja ya?"

Curang! Dia paling tau gue nggak akan bisa menang argumen darinya. Gue memang lemah di hadapan Bunga, apalagi kalau ia sudah mengusap lembut rambut gue. Dunia gue luluh lantak, Bunga yang berkuasa di sana.

"Iya ayang."

***

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 06 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Guitar, Noodle, And A Cup Of SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang