Insiden Jemuran

48 13 122
                                    

Bunga

Seumur hidup gue nggak pernah sekesel ini sama hujan.

Seminggu ini gue lagi hetic heticnya ngurus laporan PKL dan berkas sempro. Saking sibuknya gue bahkan nggak sempat ngurusin cucian yang menumpuk. Maklum anak rantau, apa-apa pasti diurus sendiri. Jangankan nyuci, makan aja gue sering lupa.

Pas banget nih, di hari rabu yang cerah dengan cuaca panas Tembalang yang bisa bikin orang vertigo ini, gue memutuskan untuk mencuci dalaman. Ya, karena stok dalaman gue habis. Sedangkan untuk baju, gue memasrahkannya pada tukang londrian karena terlalu banyak dan nggak sanggup nyuci sendiri.

Siapa yang pernah menyangka baru lima menit gue sampai di fakultas, hujan deras turun. Padahal dari pagi aja beneran panas banget? Lalu tiba-tiba jam dua begini hujan turun tanpa mendung sama sekali.

"Kar, lu di kos nggak ya?"

"Iya nih, kenapa?" Seseorang dari sambungan telepon itu menjawab.

"Tolong angkatin daleman gue doooong. Gue masih kejebak ujan juga ini di dekanat mau bimbingan."

"Wait!" Tidak ada suara, yang terdengar kemudian hanya langkah kaki. Sementara gue disini mengetuk-ngetukkan kaki karena gelisah. Kalau daleman gue basah total, habislah malam ini nggak ada dalaman yang tersisa buat gue.

"Loh jemurannya nggak ada i."

"Lah? Dimaling kah daleman gue yang berharga itu."

"Oh jemurannya di samping rumah ibu kos, kayaknya bajulu sekalian diangkatin terus disatuin di rumah ibu kos deh," jelasnya kemudian.

Memang, wilayah per kosan kami terbagi menjadi tiga bangunan terpisah. Paling depan adalah bangunan rumah tempat tinggal ibu kos dan keluarga. Dibelakangnya terdapat dua bangunan berdampingan yang hanya terpisah lahan parkir. Bangunan pertama adalah kos kami, kos putri berbentuk seperti rumah biasa, tetapi isinya adalah tujuh buah kamar lengkap dengan fasilitas dapur dan ruang tamu. Di depan bangunan itu terdapat tulisan besar "BATAS LAKI-LAKI HANYA SAMPAI RUANG TAMU"

Di samping bangunan kos putri terdapat satu bangunan lagi yang berdiri yaitu bangunan kos putra yang juga masih milik ibu kos gue. Sama, berjumlah tujuh kamar, dilengkapi dapur dan kawasan kamar mandi. Karena pada kosan cowok milik ibu kos gue ini konsepnya kamar mandi luar dan tidak ada ruang tamu di sana.

Jemuran kami memang biasanya ditaruh di depan kosan putri, tapi karena malu kalau kelihatan oleh penghuni kos putra makanya kami pindahkan ke sisi satunya yang tidak terjangkau pandangan penghuni kost putra. Karena wilayah tersebut panas makanya ibu kos juga sering ikutan menjemur disitu. Mungkin tadi saat hujan cucian gue juga sekalian diangkatin.

"Oke deh aman berati, makasih ya Kar." Jujur gue sedikit lega, akhirnya dalaman gue terselamatkan.

***

Rasanya satu jam lalu gue merasa dewi fortuna berpihak pada gue. Kalau saja dalaman gue basah mungkin malam ini gue terpaksa beli dalaman baru. Tapi itu satu jam lalu, sekarang gue merasa dikutuk dewi fortuna.

"Permisi bu, Bunga mau ambil cucian. Makasih ya bu tadi udah diangkatin." Gue menghampiri Bu Ida, ibu kos gue yang sepertinya baru dari luar karena ia sedang melepas mantel di teras rumah.

"Oh iya neng masuk aja. Ibu juga baru pulang ini dari pagi jaga toko ternyata hujan. Yang ngangkatin jemuran bukan ibu neng tapi itu." Bu Ida menunjuk sosok laki-laki yang tampak sedang main gitar di ruang tamu. Sadar tengah dibicarakan pemuda itu melirik kearah gue sedikit kemudian kembali sibuk memainkan gitar.

"Hah?"

Maksutnya? Daleman gue diangkatin sama cowok?

"Maaf ya neng jadi kebawa, kalau ibu yang ngangkat biasanya pasti ibu taruh ruang tamu kos putri sekalian. Ini si Rey nggak tahu mungkin jadi kebawa sama jemuran ibu."

Lalu gue merasa aliran darah di sekujur tubuh gue tiba-tiba berkumpul di pipi dan ubun-ubun.

Malu banget gue.

"Masuk aja neng itu jemurannya di ruang tamu. Ibu mau ganti baju dulu basah."

Gue masuk, dan ya itu daleman warna ungu gue yang seabrek karena seminggu nggak nyuci bertumpuk tepat dihadapan cowok yang main gitar tadi, bersama dengan cucian milik Bu Ida.

Gue menelan ludah, menunduk dalam sampai rambut gue menutupi sebagian wajah gue. Please jangan inget wajah gue please jangan sampai dia mengenali sosok pemilik barang ungu-ungu itu.

Tapi

Dia jelas-jelas melirik gue saat gue mengambil cucian, sebelum mengalihkan pandangan lagi.

HAH APA MAKSUDNYA HAH?

Sopan gitu ngangkatin jemuran daleman cewek?

Dia ngelirik gitu sebenarnya mau ketawa nggak sih?

Ah halah.

Gue nggak peduli apa pun dan berlari ke  bangunan kos putri tanpa menyapanya sama sekali.

Gue menghela napas panjang sebelum merengek sendiri.

"Laut? Bajingan kau laut."

Gue berguling guling di kasur, menendang-nendang angin, meninju angin, lalu kembali berguling guling.

"KENAPA GUE BODOH BANGET ARGH!"

Gue melihat tumpukan dalaman gue yang sudah kering itu kemudian kembali merengek.

"Halahhh kenapa semua ini harus terjadi!"

Gue menjatuhkan diri dari kasur ke lantai dengan dramatis.

"Harga diri gueeee!"

Gue menghela napas, kali ini berguling guling di lantai. Apa besok gue pindah kosan aja ya. Ah tapi ibu kos yang baik cuman disini.

"Tidaaaaaak!"

"Apasih lo berisik banget!" Sekar datang sambil menenteng yogurt, melangkahi gue yang rebahan di lantai. Dia kemudian duduk tenang di kasur gue.

"Lo liat jemuran gue." Gue menunjuk tumpukan daleman gue. "Yang ngangkatin anaknya ibu kos."

"Yang cowok itu?"

Gue mengangguk pasrah.

"BUAHAHAHAH LO TOLOL BANGET KENAPA SIH!"

"Lo bisa hilangin gue dari bumi sekarang nggak? Malu banget jir!"

"Hahahah dia tau ukuranlu nanti dikadoin."

"Sat!"

Gue masih merengek sementara di kasur gue Sekar tertawa sampai suaranya habis, yang terdengar cuman bunyi ngik ngik ngik.

"Gue bakal beli daleman lagi aja sumpah biar dia tidak mengenali daleman gue lagi."

"Pede banget jir kayak dia ingat lo aja."

"Kami bertatap tatapan Kar sepersekian detik, dia dengan wajah mengejeknya itu."

"Udahlah Bung, nggak akan ingat dia."

"Bodoamat setidaknya pas pakai daleman baru gue lupa hal memalukan yang pernah terjadi."

Agenda dalaman pada hari ini masuk ke sekian banyak daftar hal memalukan yang gue lakukan di tahun ini. Gue menghela napas panjang. Baiklah, sekarang lupakan, lupakan, lupakan.

Gue akan fokus kembali ke draft sempro yang belum acc acc itu. Fokus, fokus, fokus.

"Nih obat rasa malu." Sekar mengajukan satu botol yakult yang dia bawa.

"Thanks."

"Gimana Bu Yani?"

"Ya gitu, beliau minta ganti metode jadi kualitatif."

Sekar menyengir, menyadari betapa beratnya penelitian kualitatif. Percakapan mengenai tugas akhir memang sangat sensitif bagi mahasiswa semester akhir seperti kami.

"Yaudah jangan bahas itu deh. Si Sam besok balik ya?"

Oh iya gue lupa. Seminggu ini gue juga sibuk banget, biasanya dia ngambek kalau gue lupa ngabarin.

"Iya besok sekalian pindahan kos katanya."

Ternyata gue salah soal agenda gue di Tembalang ini. Bukan cuman kuliah dan mencuci, tetapi juga ketemu Sam.

***

Guitar, Noodle, And A Cup Of SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang