II. Broken Reality

14 2 0
                                    

Entah kapan atau bagaimana persisnya, tahu-tahu aku jatuh, jatuh, dan jatuh. Entah berapa lama pula waktu terus berlalu saat aku terjatuh di dalam lubang ini. Terakhir kali kuingat, George memanggilku untuk menunjukkan sesuatu, tahu-tahu aku sudah seperti ini. 

"George, katakan kalau ini ulahmu supaya aku bisa menendang pantatmu!" Aku berteriak sambil menutup mataku takut-takut dan berdo'a ketika aku sampai di dasarnya, aku tidak menjadi potongan tulang belulang yang mengenaskan dan berbagi stoples dengan si tengkorak.

Setidaknya, awalnya begitu. Lama-lama aku merasa jatuh terlalu lama dan berhenti khawatir. Mungkin ini cuma akal-akalan entah hantu mana atau bahkan kaca-tulang.

Aku membuka mata dan mengedarkan pandangan ke sekeliling lubang kelinci itu. Ada Annabel Ward, pengunjung yang 'diabadikan' di pilar-pilar Fittes, biarawati-biarawati di Combe Carey Hall, dan banyak kilasan-kilasan pengunjung lainnya yang pernah kulihat sepanjang hidupku, tapi anehnya aku tidak mendengar apa-apa.

Kemudian, tiba-tiba aku melihat dan mendengar semuanya dengan terlalu jelas. Dinding lubang itu seperti kaleidoskop yang menunjukkan kasus-kasus yang pernah kutangani, lalu momen-momen bersama Lockwood dan George, bahkan kelebatan tengkorak yang mengomel, lalu Norrie White. Seharusnya kami pergi ke London bersama. George, berada dalam pengaruh kaca tulang. Lalu Lockwood, tangannya patah, kemudian pandangannya kosong seakan terkena kuncian hantu, atau memang pikirannya terpisah dengan raganya.

Kelebatan seperti film terdistorsi itu lama-lama semakin cepat dan semakin kabur, lalu tahu-tahu aku sudah sampai di dasar lubang. Aku mengerjap masih seperti orang linglung. Kudapati dasarnya mirip dengan basement tempat kami menyimpan peralatan berburu: serbuk besi, rantai, garam, rapier, meja yang di atasnya terdapat arsip-arsip kasus, rak koleksi George yang kebanyakan isinya benda mengerikan atau sampah, bahkan Joe dan Esmeralda—boneka jerami teman kami berlatih rapier.

"Lucy ... kemarilah." Bisikan itu terdengar seperti George, berulang-ulang sampai sampai hawa dingin menerjangku, lalu bisikan itu hilang.

Bocah bercahaya muncul di seberangku. Cuma berlarian kesana kemari melakukan apa yang dulu dia lakukan. Satu lagi muncul, mengikuti bocah bercahaya pertama, kemudian muncul satu lagi dan lagi.

Gerakan mereka mulai tidak beraturan. Aku melempar bom garam membabi buta berusaha setidaknya membuat bocah bercahaya itu terdistorsi sejenak.

Kali ini, aku tidak mendengarnya, tetapi melihatnya dari belakang. Aku melihat rambutnya yang cepak dan berminyak, bahkan perutnya yang punya lipatan lemak masih terlihat dari sini. Dia menerobos gugus hantu itu seolah bukan masalah. Bocah-bocah bercahaya itu juga menembusnya seolah dia tidak ada, sementara aku berusaha membuka jalan mengikuti George, menuju pintu yang aku-berani-sumpah tidak ada di sana sebelumnya. 

"George, George! Tunggu, bantu aku!"

Sialnya, George sudah keluar terlebih dahulu, seolah-olah tuli tidak mendengarkanku. Cih, berani-beraninya dia meninggalkanku! Tidak masalah, tinggal beberapa hantu lagi dan aku mendapat jalan keluar, lalu akan menendang George. "Di mana teman-temanku yang sangat baik ini di saat seperti ini? Oh ada yang sudah menghilang di balik pintu, " keluhku. Selain George, tidak ada siapa-siapa. Bahkan tengkorak yang terakhir kali kutaruh ransel pun menghilang.

Kueratkan genggamanku pada rapier, bocah-bocah bercahaya itu mempunyai teman di balik pintu, aku bisa mendengarnya. Semakin mendekati pintu, suaranya semakin keras dan telingaku berdengung. Suhunya semakin turun, dan gagang pintunya sedingin es. Sepanjang menjadi agen, udara dingin bukan pertanda baik.

Pintu mengayun terbuka dan aku disambut puluhan tipe dua yang menerjangku sebelum aku sempat menghunuskan rapier atau melakukan perlawanan sia-sia apapun.

Semoga George tidak menghabiskan jatah biskuitku, Norrie memaafkanku dan Lockwood ... tidak melihatku sebagai Jessica lainnya.

"-cy .... Lucy? Lucy!"

Aku mengerjap hebat dan menggosok-gosok mataku, merasakan tubuhku yang masih sama meriangnya sebelum aku kemari, tetapi selain itu tidak ada yang lebih buruk. Lockwood memandangku khawatir. Dahinya berkerut khawatir, sedikit terhalang helaian rambutnya yang sedikit ikal. Sekarang, aku ikut berkerut bingung. Sebenarnya apa yang baru saja terjadi?

Apa akhirnya aku benar-benar gila?

"Kau oke?" Mungkin aku terlihat seperti George yang pikirannya berkabut oleh kaca tulang. Namun, aku hanya bingung. Kalau itu cuma malaise rasanya terlalu berlebihan. Bahkan rasanya rumah ini tidak seburuk itu.

"Yeah, hanya—"

"Cepatlah, Lucy. Kau melupakan peraturan nomor satu?" George mendorongku sampai aku menabrak Lockwood. Apakah aku masih selinglung itu sampai dia memegangi bahuku agar aku tidak terjatuh? Ini memalukan. Lalu, astaga, kukira bau mantelnya bakal seperti abu atau karat, tetapi baunya seperti lavender. Tunggu-tunggu, rasanya aku tadi hampir mati dan barusan aku memikirkan apa?

Aku segera menarik diri dan berusaha berdiri tegak meski agak sempoyongan menghadap George, bersiap mengomelinya. Namun, aku teralihkan pada hal lain.

"Lucy, kalau kau tidak mau melakukannya, kau bisa tinggal di rumah saja, atau kita lakukan ini lain kali. Bagaimana?" tanya Lockwood dengan hati-hati.

Aku menggeleng kuat-kuat sampai rasanya makin pening.

George berdiri membelakangi pemandangan jalan yang sepi dan rerumputan yang tinggi. Matahari mengintip dari sela-selanya, cahanya yang meredup berwarna oranye dipantulkan  tegel marmer yang berdebu. Tidak ada nama yang spesifik untuk tempat kami beraksi malam ini, tapi menurut George, namanya adalah "Pentagon Alice" dan menambahkan umpatan di belakangnya. Mungkin George sudah menyadari seberapa berbahaya dan merepotkannya tempat ini. Setelah apapun yang kualami tadi, aku juga semakin ogah-ogahan. Namun, ada sesuatu yang memanggilku dari dalam sana.

====================================

Dari awal buat cerita ini aku udah kepikiran yang manis-manis dari Locklyle, tapi jariku ngetiknya lain soalnya baru diketik mepet deadline. Alhasil kuselip-selipin ajalah momen mereka yang agak maksa dan nggak seberapa itu ....

Btw, entah kenapa aku merasa harus masukin lagu ini .... Tapi kayaknya lagu "Ghost" ini lebih ngepas dimasukin kalau fanfiksinya ngambil latar pas atau pasca peristiwa Aickmere.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 06 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Thread of The Spring  : ̗̀➛ Anthony Lockwood × Lucy CarlyleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang