Prolog

8 0 0
                                    

Siang ini rasanya sangat panas sekali. Dikibas-kibaskannya tangan Gisel ke wajahnya berharap mendapat angin. Langkahnya terus berjalan menyusuri lapangan sambil melirik kanan dan kiri. Matanya membulat, ketika melihat seorang adik kelasnya yang tengah ditodong oleh cowok di hadapannya.

Gisel menghadangkan diri di depan tubuh adik kelasnya yang sedang menunduk ketakutan. "Stop! Lo mau apain dia?"

Dahi cowok itu mengerut, lalu tersenyum remeh. "Apa urusan lo?"

Kejora menatap kesal dengan cowok di hadapannya ini. "Dia adik kelas gue, lo nggak bisa semena-mena itu!"

"Bukan urusan lo!" ujar cowok itu datar.

"Jelas urusan gue! Lo sebagai kakak kelas berikan contoh yang baik, bukannya membully." Gisel malah menasihati cowok di hadapannya dengan kesal.

Cowok di hadapannya dengan kancing dua atas terbuka, melangkah mendekat ke arah Gisel. Wajahnya terkena matahari, rambutnya terkibas-kibas angin menatap Gisel dengan penuh amarah. Kini mereka berdua menjadi sorotan penghuni SMA Yadika, karena Gisel berani menghalangi sosok pemimpin geng terkuat di sekolahnya.

"Mau jadi pahlawan kesiangan lo? Pake ngelarang gue segala," ejek cowok itu.

"Terus kenapa? Lo pikir gue takut sama lo?!" tantang Gisel, mendengarkan wajahnya menatap cowok itu.

Cowok itu semakin mendekat ke arah Gisel, hingga tubuh gadis itu terbentur tembok. Adik kelasnya kabur meninggalkan mereka berdua di lapangan. Gisel membulatkan matanya ketika sadar dirinya seorang diri, dan terjebak di situasi seperti ini.

"Kalau lo nggak takut, kenapa lo gemeteran?"

"Eng–enggak!" bantah Gisel.

"Jangan ikut campur, kalau nggak mau gue bikin gak tenang hidup lo!" ancam cowok itu.

"Gu-e eng-gak ta-kut!" Eja Gisel dengan wajah beraninya.

"Kalau bukan cewek, udah gue habisi lo!" Dipukulnya tembok di sebelah kepala Gisel, membuat gadis itu semakin gemetar ketakutan.

Ditepuknya bahu cowok itu oleh temannya untuk melerai, dia diberitahu oleh murid lain kalau Devano sedang adu mulut dengan cewek di lapangan.

Ya, nama cowok itu Devano Mahardika. Pemimpin geng motor yang bernamakan 'Tiger'. Lambang harimau besar di belakang punggung jaket menandakan bahwa geng motor mereka kuat layaknya harimau.

"Dev, udah! Ingat dia cewek, jangan diladeni," lerai Gerry menepuk bahu Devano hingga Devano mundur dua langkah ke belakang.

Gisel bernapas lega karena ada yang melerainya.

"Mending lo cabut! Besok-besok jangan ikut campur urusan Devano, kalau mau hidup lo tenang." Mendengar teguran Gerry membuat Gisel sedikit ketakutan, tetapi ia menutupi itu dengan wajah cueknya lalu berlari meninggalkan Devano dan Gerry di tengah lapangan.

Diliriknya name tag yang berada di seragam sebelah kanan Gisel oleh Devano. "Gisella Savanka Arabella," gumamnya kecil.

Sepanjang jalan Gisel menggerutu sebal. Padahal niatnya baik ingin menolong, kenapa dirinya jadi diancam seperti itu? Dipikir mereka, dirinya takut? Cih, enggak sama sekali.

Kedua sahabatnya menghampiri Gisel yang tengah berjalan di lorong sekolah, mereka menghantam Gisel dengan ribuan pertanyaan kejadian tadi.

"Lo jadi perbincangan anak-anak, Sel!" seru Naila sambil melangkah mengikuti Gisel menuju kelas mereka.

"Kita nyariin lo dari tadi, tahunya lo di lapangan. Mana adu mulut sama Devano," sahut Vania, menyeruput teh jus, "Ngomong-ngomong, kok lo bisa adu mulut sama Devano?"

"Lo tahu, 'kan siapa Devano?" timpal Naila.

Mendengar ocehan kedua sahabatnya membuat Gisel jengah. Dirinya mendudukkan bokong ke kursi, mulailah ia menceritakan awal mula dirinya beradu mulut dengan cowok bernama Devano itu.

Naila dan Vania menepuk kening sambil menghela napas berat. "Huft! Lo benar nggak tahu siapa Devano?"

Dengan polosnya Gisel menggeleng. "Emangnya dia siapa? Artis? Kok gue gak pernah lihat dia di TV."

Diceritakanlah oleh Naila siapa sosok Devano kepada Gisel. "Dia tuh ketua geng  Tiger, ditakuti seluruh murid di sini. Tiger dikenal kuat dan sangar, sesuai dengan mottonya yaitu lawan dan habisi!"

Gisel menganggukkan kepalanya pelan, tanda paham dengan apa yang diceritakan oleh Naila. "Oh gitu, ya."

"Iya! Udah deh, Sel. Lo gak usah berurusan sama Devano lagi, mending ngalah," saran Vania, menggenggam kedua tangan Gisel.

"Kalau gue benar, kenapa harus ngalah?" bantah Gisel tak terima.

"Duh, Gisel!!! Yang lo hadapi itu pemimpin Tiger, jadi lo udah deh jangan berurusan lagi sama dia." Naila menggelengkan kepalanya.

"Mau dia pemimpin Tiger, hiu, lumba-lumba, kek. Gue nggak peduli, Nai! Selama gue benar kenapa gue harus takut sama dia, lagian sama-sama makan nasi." Gisel mengedikkan kedua bahunya cuek.

"Seterah lo deh, Sel," decak Vania.

"Aneh ya kalian, takut kok sama yang sama-sama makan nasi," celetuk Gisel membuka bukunya, mengalihkan topik pembicaraan. Menurutnya tidak penting membahas cowok rese tadi, lebih baik ia belajar karena sebentar lagi akan ujian semester.

Dipasangnya earphone di telinganya, menyetel musik favoritnya yang berjudul 'locked away'. Sambil bernyanyi tanpa menghiraukan kedua sahabatnya.

***

Sepulang sekolah Gisel menyeruput nutrisari sambil berjalan menuju halte. Gisel seperti merasa salah berjalan karena area ini sedang ada pertempuran sengit antara penguasa SMA Yadika dan SMA Nusantara, mereka berjumlah banyak dengan memakai jaket geng-nya masing-masing.

Dilihatnya punggung dari jaket laki-laki yang berada di barisan paling depan, terdapat lambang kepala harimau. Dahinya mengerut, Gisel mengingat perkataan Naila tadi pagi.

Oh ini, yang namanya Tiger? ujar batin Gisel.

Sedang asik melamun, Gisel tersadar dari lamunannya. Ketika melihat laki-laki yang tadi pagi beradu mulut dengannya ingin dipukul dari belakang oleh seseorang.

Bismillahirrahmanirrahim, ujar batin Gisel berdoa, agar tidak berdosa memukul orang.

Tanpa mikir panjang, Gisel menghantam tubuh laki-laki itu dengan balok yang berada di sebelahnya. Sialnya Gisel mendapatkan pukulan maut dari Tio, anak buah Laskar.

"Akhh!!" erang Gisel.

Devano yang sedang baku hantam terkejut melihat Gisel berada di sini. Dipukulnya lawan dari SMA Nusantara hingga menyerah. "Lo ngapain di sini?"

Rio dan Gerry sama terkejutnya melihat kehadiran Gisel dengan balok kayu di tangannya.

"Gue mau tolongin lo, tadi lo mau dipukul sama dia!" tunjuk Gisel polos.

"Makasih, tapi lo cepat pergi dari sini!" tegas Devano, "Ger! Bawa dia dari sini. Nanti gue nyusul."

Mendengar perintah Devano, sebagai sahabat Gerry segera membawa gadis itu pergi dari sana. Gerry membawa Gisel ke markas mereka, yaitu Wakipul (Warung Kita Kumpul).

Beberap belas menit kemudian, Devano tiba di Wakipul dengan jaket hitamnya. Dibukanya helm yang menutupi kepalanya, tak lupa Devano menyundut rokok yang diapit di bibirnya.

"Ada yang luka?" tanya Devano, menghampiri Gisel yang tengah terduduk di sebelah Gerry.

Gerry beranjak dari duduknya untuk pindah posisi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 05, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

GISELLA [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang