3 - Hiro

40 7 4
                                    


 Dia sangat mirip dengan Roti.

Entah kenapa Shira menamai kucingnya dengan nama itu. Jelas-jelas kucing kesayangan Shira berwarna ORANYE, dan roti berwarna putih. Setidaknya, kalau mau kasih nama kucing, tolong dong, masuk akal.

Tapi ya sudahlah. Namanya juga anak ABG. Umurnya saja baru 12 – sebentar lagi masuk SMP. Kata Mama, biarkan saja Shira bermain dengan imajinasinya. Lagi pula, menurut pembenaran Shira, kulit roti tawar warnanya oranye. Jadi, sah-sah saja kalau ia mau memberi nama kucingnya Roti. Terserahlah.

Lagipula, polemik soal nama Roti itu sudah tidak penting lagi. Tiga bulan yang lalu, Roti kabur dari kandang dan tertabrak mobil sampai mati. Shira menangis histeris. Untungnya, aku bertindak cukup cepat supaya Shira tidak perlu melihat kejadian mengerikan itu. Kumakamkan Shira di bawah pohon kamboja di halaman depan rumah. Tak lama, Papa juga ikut memperbaiki makam Roti dengan memberikannya sebuah batu nisan kecil.

Sudah tiga bulan, dan adikku itu masih saja sering bengong di bawah pohon kamboja. Kadang sampai maghrib, ia masih tak bergeming di depan makam kucingnya. Aku takut dia stres atau kesambet setan. Beberapa kali Mama menawarkan anak-anak kucing ras yang dipelihara temannya. Shira menolak keras. Bahkan, ia terlihat menarik diri dari dunia perkucingan. Shira yang tadinya ramah terhadap semua kucing, kini pura-pura tak kenal. Bahkan saat ada kucing jalanan manja yang mendekat, ia tepis. Padahal biasanya, Shira akan langsung mengelus kucing itu, menggendong dan mengajaknya bicara. Ampun. Dulu kupikir kelakuan adikku itu sinting, tapi sekarang, saat ia kehilangan sikap uniknya, aku yang pusing sendiri.

Roti memang unik. Dia kucing berwarna oranye yang sangat aktif. Kerjaannya loncat sana-sini, kadang makan korban beberapa vas bunga pajangan Mama. Herannya, mereka tidak pernah marah dengan makhluk itu. Padahal, kalau aku yang menyenggol vas bunga, pasti aku bakal dimarahi habis-habisan. Kok bisa ada orang lebih sayang kucing daripada manusia? Padahal aku ini calon sarjana, dan Roti hanyalah beban keluarga.

Tapi aku paham perasaan Shira. Tiga bulan setelah Roti tiada, rumah sangat sepi. Aku saja kesepian, apalagi Shira yang merawat Roti sejak bayi.

"Heh, Roti," panggilku iseng.

Kucing oranye itu menoleh. Lho, kok bisa?

Ia menatapku tajam, seolah sedang memastikan kalau aku benar-benar sedang memanggilnya.

"Rotiiii..." panggilku lagi. Ia mendekat.

Aku mendengus tertawa. Lucu. Benar-benar mirip Roti. Lantas kucing itu menggesekkan sisi tubuhnya di celana jeansku sambil mendengkur dan mengeong pelan. Entah kenapa, kepalaku secara otomatis mengeluarkan subtitle: Beliin aku makan, dong.

Kucing manipulatif sialan. Tapi lucu. Pantas saja Shira sangat suka dengan kucing.

Tanpa pikir panjang, aku masuk ke dalam Betamart, langsung ke bagian makanan kucing. Kubeli makanan basah dan snack termahal, lalu kutawarkan semua kepadanya. Saat ia makan, dua kucing lain yang lebih tua ikut nimbrung, tapi aku tak keberatan. Setelah menatapnya lekat-lekat selama beberapa menit, aku berpikir, sepertinya lucu juga kalau Shira kubawa ke sini.

Ah, jangan. Mungkin ada baiknya kalau aku jadikan kucing ini kejutan. Sebelum aku membawanya bertemu dengan Shira, aku harus memastikan kucing ini layak temu.

"Hei, Roti, nanti kalau aku balik lagi ke sini, kamu aku vaksin ya. Aku kebiri sekalian."

Kuping kucing itu berdiri. Sesaat Roti KW berhenti dari makannya dan menatapku sambil membelalak.

Tawaku pecah. Nggak mungkin kan kucing paham artinya kebiri?

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 03 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

My Lovely HoomansWhere stories live. Discover now