Hari ini cerah, bahkan sangat cerah. Sebenarnya masih pukul delapan lewat empat puluhan menit, terhitung masih pagi tapi entah kenapa di Kalimantan matahari sudah bersinar begitu terik, tidak banyak orang-orang sudah mengeluh karenanya.
Isha juga heran kenapa hari ini suhu begitu tinggi, pria berusia dua puluh sembilan itu berjalan diatas trotoar, walau sepanjang jalan ditumbuhi pohon tanjung pun udara panas itu juga masih terasa.
Tapi Isha tetap menjalin langkahnya menuju ke kedai makan sederhana pinggir jalan, bertahun-tahun hidup di pulau yang katanya menjadi paru-paru dunia membuat Isha sudah terbiasa dan bahkan sudah memiliki rutinitasnya sendiri, seperti sekarang.
Setiap pagi, pria yang memiliki nama lengkap Ishagian itu akan menyempatkan diri berjalan kaki membeli nasi kuning di kedai kecil yang tempatnya tidak jauh dari cafenya berdiri, mungkin hanya memakan waktu sekitar tiga menit untuk sampai.
Begitu sampai pun ibu pemilik kedai langsung menyambut dengan begitu akrab, seperti saat ini.
"Eh Kak Isha, kayak biasa?" Isha mengangguk seraya berikan senyumnya.
"Tapi kali ini tolong dibungkus aja ya Bu nasinya, kasih aku tiga sekalian mau bungkusin anak-anak di cafe."
Wanita dengan hijab motif bunga-bunga itu terlihat langsung membuat pesanan Isha, "Lagi sibuk ya Kak di cafe?" tanyanya kemudian.
"Iya nih Bu lagi ada pesanan untuk suatu acara gitu."
"Ooo pantes dibungkus, biasanya kan makan di sini."
Isha hanya mengangguk membenarkan kalimat Ibu pemilik kedai, Bu Indah. Setelahnya tidak ada lagi percakapan karena Ibu yang sibuk menyiapkan pesanan Isha, pun Isha yang memilih untuk berdiri menunggu pesanannya.
"Bu nasi kuning satu kayak biasa ya, ayam masak merah."
Isha cukup tersentak begitu ada suara diikuti oleh kehadiran seseorang di sebelahnya, seperti orang-orang pada umumnya tentu mata Isha langsung tertuju pada sumber suara sekilas memperhatikan perawakan pria tersebut cukup untuk mengetahui bahwa pria yang sedang mengenakan Suit Pants dan kemeja polos berwarna biru langit juga sedang berdiri untuk membeli nasi kuning seperti dirinya.
"Loh Mas Bima tumben telat?"
"Ada perubahan jadwal mendadak Bu."
"Oalah kasian banget Mas, tapi gimana nih Mas ayam masak merahnya udah dipesan duluan, mau tunggu sebentar? Tunggu suami Ibu sampai soalnya tadi Ibu udah suruh pulang buat ambil stoknya di rumah."
Isha yang merasa dirinya terlibat langsung membuka suara, "Ngga apa-apa Bu kasih Mas nya aja dulu, aku masih bisa nunggu kok." Bukan tanpa alasan Isha mengalah, melihat dari penampilannya saja Isha sudah bisa menebak bahwa pria itu buru-buru dilihat dari lirikannya berulang kali pada jam tangan, Isha juga beranggapan bahwa pria itu kerja terikat dengan sebuah perusahaan, dan jika dibandingkan, keadaan pria itu lebih mendesak darinya saat ini.
"Jangan Bu, saya tunggu aja."
"Kalau gitu kasih ke saya aja ya Bu, saya lagi buru-buru."
Tiba-tiba saja salah satu pelanggan bersuara dari belakang, dan jika Isha menoleh ternyata sudah ada beberapa pembeli yang menemaninya berdiri di sana.
"Jadi Kak Isha gimana? Masih mau nunggu?"
Isha sedikit mendongak untuk melirik sekilas pria sebelahnya yang mana juga ikut melihat kearahnya, karena sudah seperti ini Isha rasanya serba salah.
Dengan senyum canggungnya Isha merelakan lauk ayam masak merahnya itu ke pembeli yang tadi bersuara, "Yaudah ngga apa-apa Bu, kasih aja dulu ke Mbaknya."
"Oke kalau gitu. Mas Bima sama Kak Isha duduk aja dulu sebentar sambil tunggu suami saya ya."
Mendengar itu Isha segera bergerak keluar dari kumpulan pembeli, matanya menyusuri meja yang kosong karena walaupun kecil kedai ini selalu saja ramai dikunjungi oleh orang-orang untuk sarapan, belum lagi ada pembangunan proyek tidak jauh dari sana jadi banyak bapak-bapak sebagai pekerja yang memilih untuk singgah sarapan sebelum memulai perkejaan mereka.
Pilihan Isha jatuh pada sudut yang sedikit terkena paparan sinar matahari, mau tidak mau ia duduk dikursi itu, kursi plastik yang warnanya sudah mulai pudar. Begitu mendudukkan diri di sana detik setelahnya tarikan kursi di depan terdengar, ternyata adalah pria tadi, kini keduanya duduk berhadapan, Isha sedikit bersyukur karena berkat itu ia sedikit terlindung dari paparan sinar matahari walau tidak sepenuhnya.
Tidak ada yang membuka pembicaraan, baik Isha maupun pria yang dipanggil Mas Bima itu. Sebagai orang yang telah ditolak niat baiknya tentu Isha merasa segan juga merasa bersalah takutnya inisiatifnya tadi membuat pria itu tidak nyaman, jadi lebih baik ia tidak bersikap berlebihan lagi, cukup diam dan abaikan saja kehadirannya.
Seperti yang Ibu Indah bilang ternyata tidak lama setelahnya seseorang datang dengan motor beat nya yang ternyata adalah suami si Ibu.
"Mas Bima Kak Isha ini nasi kuningnya udah siap." Ujar Ibu Indah memberikan satu persatu pesanan dua pria di depannya.
Sembari pria itu mengobrol ringan dengan si Ibu, Isha sedang membuka dompet siap untuk membayar.
"Kan uang besar lagi, kembalinya ngga cukup Mas, adanya juga uang begitu di sini, ngga cukup uang kecilnya."
Sambil menunggu giliran Isha hanya berdiri dengan diam menunggu urusan bayar membayar itu selesai, ia lihat selembar uang merah itu melayang tanpa disambut oleh Ibu Indah.
"Kalau digabung dengan punya orang disebelah saya, cukup Bu?"
Diameter mata Isha sontak membesar, ia melihat sekelilingnya dan hanya mereka yang hendak melakukan pembayaran.
"Loh, saya Mas? Bu jangan Bu, saya bayar sendiri aja." Isha berujar panik, lebih panik lagi begitu Ibu Indah sudah selesai melakukan pembayaran, beberapa lembar uang kembalian sudah sampai ke tangan pria itu, dan sekarang pria itu terus berjalan menjauh tanpa memperdulikan Isha hingga ia masuk ke dalam mobil dan meninggalkan kedai sederhana itu.
"Ngga apa-apa Kak, memang mas Bima baik orangnya dia sering bayarin orang yang makan di sini, dulu dia sering kasih kembaliannya aja semua sama Ibu tapi Ibu ngga mau mending sedekahkan ke para pekerja yang makan di sini."
Isha menggeleng tidak peduli bagaimana sifat orang itu, yang jelas Isha bukanlah seseorang yang biasa diperlakukan seperti ini, seumur-umur ini adalah pertama kalinya seseorang mengeluarkan sejumlah uang untuknya, tentu ia merasa tidak baik-baik saja sekarang.
bersambung,
KAMU SEDANG MEMBACA
Mas Abim [hyuckren]
Fanfictionketika hubungan datang dari orang dan waktu yang tepat.