Suara langkah kaki yang menggema di sepanjang lorong dikediaman Alexander dimana setiap langkah kaki sang pemilik mengeluarkan aura gelap dan mengintimidasi membuat para pelayan dan bodyguard yang menyambut sang taun muda tak ada yang berani mengangkat kepala walau hanya sekedar menyapa atau bertatap mata. Karena risiko dari semua itu adalah hukuman yang sangat berat membuat mereka memilih untuk bungkam dan berdoa dalam hati semoga salah satu diantara mereka tidak ada yang melakukan kesalahan yang akan membuat sang tuan murka.
"akhirnya kau datang juga son." ucap sorang pria yang mimiliki wajah yang hampir mirip 100% dengan sang tuan muda yang baru saja tiba, yah dia adalah Axelion Alexander. Ayah dari Reynand Alexander.
"tak perlu berbasa-basi tuan Axelion, katakan saja tujuan sebenarnya memanggilku pulang." ucap Reynand dengan nada yang datar dan terdengar amat dingin, berbeda dengan interaksi orang tua dan anak pada umumnya di luaran sana.
"huft." helaan nafas yang terdengar berat dan putus asa. "begitukah caramu berbicara dengan daddymu ini son, bagaimanapun aku adalah orang tuamu, dan tak seharusnya kau bersikap begitu dingin kepadaku son."
"yah kau adalah orang tua yang tak pernah peduli dengan anak sendiri setelah mommy pergi meninggalkan ku untuk selamanya, dimana Anda disaat saya membutuhkan pelukan dari sosok daddy, dimana Anda di saat saya sakit menahan rindu terhadap mommy dan menyebut nama deddy? Anda tak sekalipun pernah ada untukku tuan. kau hanya mencintai citra dan nama baikmu melebihi putra mu sendiri tuan."
"maafkan deddy son, deddy melakukan itu semua semata-mata untuk menenangkan pikiran deddy karena kepergian mommy yang meninggalkan kita son."
"hahahaha kau mengobati luka mu sendiri tanpa peduli luka yang ankmu derita tuan? Anda pikir saya tak merasakan hal sama?." suara tawa yang menggema di sepanjang ruang keluarga namun terdengar pilu di telinga pendengarnya.
"tapi son..." ucap axel yang terputus karena mendengarkan ucapan sang anak.
"Sudahlah pak tua katakan saja apa tujuanmu memanggilku, sudahi omong kosong yang memuakkan ini."
"hah" helaan nafas itu kembali terdengar dari bibir axel yang tampak lelah. "baiklah deddy hanya ingin menyampaikan wasiat mommy untukmu, dan kau bacalah sendiri agar kau percaya bahwa ini adalah permintaan terakhir dari mommy." ucap axel sembari menyerahkan gulungan kertas yang telah lama ia simpan dalam sebuah berangkas mendiang sang istri.
"apa-apaan ini, perjodohan? apa kau yakin pak tua bahwa ini adakah permintaan mommy ku yang terakhir kalinya?."
"yah kau benar son itu adalah permintaan terakhir yang mommy tulis sendiri dengan tanggannya. dan daddy harap kau mau memenuhi keinginan mommy mu untuk menikahi anak dari sahabatnya."
"si*l" ucap reynand lalu beranjak meninggalkan kediaman aleexander tanpa bersusah paya untuk berpamitan terhadap sang ayah.
"maafkan aku sayang, aku gagal mendidiknya karena kesalahanku sendiri, aku telah membuat anak kita tumbuh menjadi lelaki yang kejam. berbeda di saat kau masih ada bersama kami isteriku." ucap axel dengan air mata yang perlahan mengalir di sudut matanya saat kenangan bahagia bersama anak dan isterinya berputar bagai kaset rusak dalam otaknya.