Tentang Rangga

3 1 0
                                    

     Pagi yang indah di Arcadiane University. Sekaligus hari yang buruk bagi para mahasiswa jurusan Sastra Jerman yang sibuk belajar untuk kuis dadakan. Namun, tampak seorang mahasiswa di kursi belakang dengan santainya tidur disaat yang lain belajar.

     Ia adalah Rangga Maynard. Rangga adalah seorang mahasiswa jurusan sastra Jerman di Arcadiane University semester ke-3. Rangga cukup pandai dalam bahasa dan budaya Jerman. Semasa kecil, Ia pernah tinggal di Jerman beberapa tahun karena ayahnya yang dipindah tugaskan ke Jerman. Saat dirinya berusia 14 tahun, ayahnya diperintahkan untuk kembali ke Indonesia. Akhirnya sejak usia 14 tahun Rangga mulai bersekolah di Indonesia. Hingga pada suatu hari, perusahaan ayahnya bangkrut dan ayah Rangga mendapat PHK.

     Mulai saat itu, Rangga yang tadinya hidup serba berkecukupan berubah menjadi hidup pas-pasan. Ibu Rangga memulai usaha kuliner dengan membuka warung makan agar bisa terus hdup. Sementara Ayahnya bekerja sebagai kuli bangunan. Dan disaat kedua orangtuanya bekerja, Ranggalah yang bertugas menjaga dua adiknya.

     Setelah beranjak dewasa, Rangga mulai bekerja paruh waktu agar bisa membiayai hidupnya sendiri. Dia tidak ingin membuat kedua orangtuanya kelelahan untuk dirinya. Bahkan, agar kemampuan bahasa Jermannya tidak tersia-siakan, Rangga juga membuka les bahasa Jerman. Mungkin tidak sebanding dengan kursus.

     Namun, Rangga cukup mahir dalam mengajari sehingga banyak orang yang percaya dengan kemampuan Rangga. Penghasilan dari les baha Jerman milik Rangga juga cukup untuk membiayai pendidikannya. Terkadang, Rangga juga menyisihkan uangnya untuk sekolah adik-adiknya. Rangga juga dikenal sebagai anak rajin di kampungnya.

     Rangga adalah anak baik yang selalu membantu orangtuanya. Ia juga selalu berbagi kepada orang yang membutuhkan.

     Dikenal sebagai anak rajin di kampungnya, Rangga juga dikenal sebagai mahasiswa berbakat di jurusannya. Ia telah dipercaya oleh dekan jurusannya sebagai asistennya. Rangga sempat ditawari program pertukaran mahasiswa ke Jerman namun dirinya menolak.

     Rangga memilih untuk tinggal bersama keluarganya. Ia tidak bisa meninggalkan adik-adiknya yang masih kecil dan kedua orangtuanya yang sering kelelahan. Karena itulah Rangga sempat bertengkar dengan orangtuanya.

     Orangtuanya berpikir bahwa program itu adalah kesempatan bagus. Namun sayangnya Rangga sama sekali tidak tertarik. Rangga berpikir bahwa itu bukanlah satu-satunya kesempatan untuk mengembangkan kemampuannya. Rangga yakin bahwa suatu saat kesempatan yang besar akan menghampirinya.

     Kuis dadakan telah selesai. Rangga yang tidak berpusing diri dapat menyelesaikan kuisnya dengan sangat enteng tanpa berpikir panjang. Dan sudah jelas, ia mendapat point terbanyak.

     “Rangga. Bisa bicara sebentar?” tanya dosen kepada Rangga sebelum pergi. Rangga yang siap keluar kelas akhirnya menghampiri dosen tersebut. “ Ada apa ya, Bu?” tanya Rangga. “Jadi gini, di awal semester baru nanti akan ada program pertukaran mahasiswa. Jadi, kami berencana mendaftarkanmu. Apa kamu...” tanya dosen dengan wajah serius.

     Pembicaraan dosen yang belum selesai itu langsung dipotong oleh Rangga “Maaf, Bu. Bukannya saya udah bilang ya kalo saya nggak tertarik sama progam ini sama sekali. Saya nggak bisa ninggalin keluarga saya, Bu. Jadi, sekali lagi saya minta maaf.” Tanpa mendengarkan penjelasan lebih lanjut dari sang dosen, Rangga langsung keluar dengan perasaan campur aduk. Kecewa, sedih, dan bingung telah memenuhi pikirannya.

     Rangga pergi ke taman dekat kampusnya dengan perasaannya yang masih campur aduk. Berharap dirinya bisa membaik. Ia meluapkan perasaannya di taman itu.

     Sebenarnya ada sebuah keinginan untuk mengikuti program pertukaran mahasiswa di hatinya. Namun, keinginan itu terhalang oleh kekhawatiran terhadap keluarganya.

     Terkadang ia merasa bahwa dirinya adalah orang paling tidak beruntung.
 
     Terkadang ia juga merasa bahwa keluarganya telah menjadi hambatan untuk meraih kesuksesan. Ia juga pernah beberapa kali berpikir untuk mengakhiri hidupnya karena lelah dengan semua keadaan yang ada.
Namun, berkat ingatannya tentang kerja keras orangtuanya demi dirinya, Rangga mampu  bertahan hingga dirinya dewasa.

     Berbeda dengan Alesha yang lebih memilih bersama sahabatnya, Rangga lebih memilih untuk menyendiri jika ada masalah. Rangga memang tidak terlalu suka berbaur dengan teman-teman sebayanya. Rangga berpikir bahwa teman tidak selalu ada untuknya. Mereka hanya datang disaat bahagia.

     Pikiran itu muncul karena perginya teman-teman Rangga saat ekonomi Rangga memburuk. Padahal, saat hidup berkecukupan banyak teman Rangga yang selalu datang kepadanya. Rangga memang sengaja tidak mencari teman. Dirinya sudah dibuat kecewa oleh teman-temannya dahulu.

     Hati serta pikiran telah tenang. Rangga mulai beranjak dari tempat duduknya di taman. Ia pergi meninggalkan taman dengan motor ninja hitamnya. Rangga memang hidup pas-pasan. Namun, ia telah bekerja keras selama bertahun-tahun hingga akhirnya bisa membeli motor impiannya.

     Rangga pergi menuju sebuah gang ramai penduduk dan berhenti tepat di depan sebuah warung makan sederhana. Ia masuk dan meletakkan tasnya di dapur.

     Tiba-tiba ia berlari ke arah pengunjung yang baru saja duduk. “ Selamat datang. Boleh saya catat pesanannya?” kata Rangga dengan wajah penuh senyuman. Setelah mencatat pesanan, Rangga langsung menuju dapur dan menyampaikan pesanan. Dan tampak seorang wanita berusia 50 tahunan menanggapinya dengan senyuman.

     Rupanya wanita itu adalah ibu Rangga. Dan rumah makan itu adalah rumah makan milik keluarga Rangga.

...

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 04 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dua SisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang