01. Jantung gak aman!

2 1 0
                                    

"Om itu ngapain, sih kesini? Setiap hari Om selalu kesini, emangnya Om gak kerja? Apa Om gak cape ke rumah aku terus? Aku itu bosen liat muka Om tiap hari! Om denger aku gak, sih? Ih ... nyebelin!" Gadis yang beiasa dipanggil Ana itu terus saja mengoceh tiada henti. 

Dihadapannya ada seorang pria yang dengan santainya mengunyah kacang polong yang telah disediakan sang pemilik rumah. Telinga pria itu seakan-akan tidak pecah mendengar ocehan Ana. Sepertinya, telinga pria itu sudah kebal mendengar ocehan Ana.

"Om Al denger aku gak, sih?!" geram Ana. 

Altezza Chandrakumara, yang kerap disapa 'Om Al' oleh Ana, hanya menatap Ana sebentar lalu melanjutkan makannya. Hal itu membuat Ana geram, bagaimana tidak? Sedari tadi Ana mengecoh, sampe mulutnya komat-kamit mirip bah dukun. Namun, apa yang terjadi? Al malah tidak peduli. Menyebalkan! 

"Udah beres ngomongnya? Kamu gak cape dari tadi ngoceh terus?" Seorang pria paruh baya berjalan menghampiri Ana dan Al. 

"Abisnya Om Al nyebelin!" rajuk Ana mengerucutkan bibirnya, ekspresi itu membuat Al gemas! Ingin sekali Al menyubit seluruh wajah Ana, tapi itu tidak akan mungkin terjadi karena papah dari Ana sedang ada disini. 

"Nyebelin darimananya? Orang dari tadi Nak Al diem." Sang pria paruh baya itu melirik ke arah Al dan menatap kembali pada sang putri kecil. 

"Papah Amos Jayanegara sang cinta pertama dan kesayangannya Varischa Tristiana. Ko papah malah belain Om Al terus, sih?! Orang lain dibelain, tapi anak sendiri enggak!" gerutu Ana panjang kali lebar. Sedangkan Amos terkekeh geli mendengarnya. 

"Belain dari mana? Papah bener 'kan kalo dari tadi Al diem gak ngapa-ngapain?" Amos menaik-turunkan alisnya, Ana berdecak sebal. Al hanya memperhatikan perdebatan yang tercipta oleh ayah dan anak ini. 

"Pasti seneng tuh dibelain papah terus!" sindir Ana, Al hanya mengangkat bahunya acuh.

"Ana ...," tegur Amos. 

Ana berdecak sebal dan meninggalkan kedua pria itu. Kakinya dihentak-hentakan kelantai, sambil mendumel tidak jelas. Amos hanya menghela nafasnya lelah, sedangkan Al tersenyum tipis melihat Ana seperti itu. Inilah yang disukai Al dari Ana, gadis pertama yang berani menyahut ucapan Al, menantang Al, dan pastinya mengerjai Al apa pun caranya. Apa mungkin Al jatuh cinta pada Ana? Apa boleh jujur? Ya, Al jatuh cinta pada Ana sejak pertama kali bertemu. 

"Maafkan sikap Ana tadi." Lamunan Al buyar ketika Amos berkata seperti itu. 

"Tidak papa Om, lagian saya juga tidak papa jika Ana bersikap seperti itu pada saya. Saya tidak marah, sikap Ana seperti itu membuat saya semakin menyukainya," celetuk Al, refleks Amos menoleh pada Al yang sedang memperhatikan punggung Ana yang perlahan-lahan mulai menghilang dari pandangan. 

"Apa kamu menyukai Ana?" Pertanyaan yang keluar dari mulut Amos berhasil membuat Al bungkam. Pipinya memerah. Apakah Al harus jujur? Sekarang? Amos yang melihat Al yang diam tak berkutik hanya terkekeh geli. Yah, dirinya tahu bahwa anak muda dihadapannya ini menyukai putri bungsunya. 

"Sudah, jujur saja. Kamu menyukai Ana, 'kan?" Dengan malu-malu Al menganggukkan kepalanya, Amos sudah menduganya. Bagaimana mungkin Al bisa berbohong padanya? 

"Om gak marah saya suka sama Ana?" tanya Al ragu. 

"Buat apa saya marah? Lagian, saya senang jika kamu menyukai Ana," kata Amos. 

Senang? Hah? Auto lampu hijau! 

Anjay!

"Senang? M—maksudnya Om?" Al menatap Amos bingung, entahlah ketika Amos berkata seperti itu, Al merasa Amos mengizinkan dirinya untuk mendekati Ana. Gadis cantik yang berhasil membuat luluh hati Al. 

Al&AnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang