Kehadiran Hinata

95 13 4
                                    

Sasuke membolos saat mendengar berita jika Hinata pindah ke sekolah barunya. Tentu saja awalnya pemuda raven itu tidak mempercayai rumor itu, namun Sasuke melihat dengan mata kepalanya sendiri saat Hinata berjalan di area koridor sekolah.

"Sial... Kenapa kekasihku harus ada disini sih?!!"

Tanpa berpikir panjang Sasuke mengambil tasnya, pria itu tidak ingin bertemu Hinata. Mau diletakkan dimana image lelaki sempurnanya jika Hinata mengetahui kondisinya saat ini.

Sakura terheran saat melihat Sasuke yang berjalan menjauh keluar sekolah. Gadis itu hendak menegur Sasuke namun tepukan di bahunya membuat Sakura menoleh.

"Eum... Apa kau tau dimana ruang kepala sekolah?"

Sakura mengerjap, gadis itu tersadar setelah pikirannya masih tertuju pada Sasuke yang membolos sekolah.

"Ooh itu aku antarkan saja, apa kau mau?" Sakura tersenyum lembut, kepribadian gadis itu tidak berubah tetap baik seperti biasa. Gadis berambut pirang itu mengangguk dan menyetujui tawaran Sakura.

"Kita belum berkenalan, aku Yamanaka Ino, senang bertemu denganmu?" Ino mengulurkan tangannya, gadis pirang itu memasang senyum manis di wajah cantiknya.

"Senang berkenalan denganmu Ino, aku Haruno Sakura" Ino mengangguk, kedua gadis cantik itu berjalan berdampingan menuju ruang kepala sekolah.

Setibanya di depan ruangan kepala sekolah Sakura berpamitan untuk kembali ke kelas. Ino mengangguk dan melambaikan tangannya, gadis pirang itu memasuki ruang kepala sekolah dan menyemprotkan antiseptik ke tangannya.

"Sial, tanganku menyentuh gadis rendahan sepertinya" Ino bergumam lirih sebelum menghadap kepala sekolah.

Waktu berjalan begitu cepat, Sakura senang saat mengetahui gadis itu sekelas dengan Ino yang notabennya adalah teman barunya.

Sakura merasa ada yang berbeda hari ini, tidak hanya melihat Sasuke yang membolos sekolah Sakura juga tidak melihat kehadiran Gaara. Kekasihnya itu seolah menghilang, Sakura hanya ditemani Ino saat makan siang berlangsung.

Sedangkan disisi lain Gaara tengah menjernihkan kepalanya, pria itu membolos saat pagi harinya moodnya dirusak saat bajingan yang sialnya adalah ayahnya itu menelepon Gaara dan memaki pria itu karena telah mengusir Ino.

Gaara mendribble bolanya, sudah beberapa kali pria itu mencoba namun bola itu tetap saja tidak berhasil memasuki ring. Beruntung lapangan itu sepi, hanya ada Gaara disana yang tengah menuntaskan amarahnya. Bahkan saat Gaara memutuskan kabur dan memulai hidup baru bayang-bayang ayah Gaara selalu menghantui pria itu.

"Siapa yang mengajarimu membolos sekolah Gaara?!"

Suara yang begitu familiar ditelinga Gaara, suara yang membuat Gaara membenci dilahirkan ke dunia. Gaara melemparkan bola basket itu ke arah ayahnya namun pria paruh baya itu berhasil menangkap lemparan bola itu dengan sempurna.

"Kau tau?! Kau selalu mengecewakan ayah Gaara. Apa susahnya kau menuruti kemauanku?! Kau tidak pernah memenuhi ekspektasiku!"

"Aku memang tidak pernah berharap akan memenuhi harapanmu!"

Ayah Gaara menatap putranya dengan tajam. Pria itu, entah mengapa tidak pernah menyukai Gaara sebagai putranya.

"Kau semakin membangkangku, apa itu karena gadis rendahan itu?! Kau itu masih sekolah Gaara mau jadi apa kau saat besar nanti?!!"

Mata Gaara berkilat emosi, tangan pria itu mengepal melepaskan tinjunya tepat ke pipi kanan sang ayah. "Apapun itu, saat besar nanti aku tidak akan pernah menjadi pria bajingan sepertimu!!"

KARMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang