Part 1

590 13 0
                                    

Bunyi knalpot yang bising memenuhi jalanan, saling memamerkan motor siapa yang paling top. Beberapa dari mereka tentu saja tahu, motor Elang lah pemenangnya, meskipun Elang gak pernah ikut geber-geber motornya seperti yang lain. Tapi dari sekian banyaknya balapan yang pernah ada disini, Elang selalu keluar sebagai pemenang. Seperti malam biasanya, malam ini juga akan diadakan balapan.

"Turun gak?" tanya Ben -bandar balapan- ke Malik.

"Emang siapa yang ikutan?" Malik bertanya balik.

"Biasa lah, pada butuh duit katanya." jawab Ben.

"Ogah lah kalo orangnya itu-itu mulu, Elang sambil merem juga kalah mereka" saut Bagas.

"Ya jangan Elang yang turun lah njing. Mereka lagi butuh duit makanya gue nanya ke Malik." jawab Ben.

"Gue skip lah, Bagas kali mau turun. Ivan lagi kaga bawa motor soalnya." jawab Malik.

"Gue juga skip lah." jawab Bagas.

"Yaudeh kalo gitu, gue kan menghormati kalian sebagai penggagas komunitas ini makanya tetap gue tawarin." ucap Ben.

Ivan yang mendengar perkataan Ben langsung bangkit dari duduknya dan menepuk pundak Ben pelan.

"Kita cuma minta jangan sampe ada barang haram. Susah urusan sama polisi kalo udah kena barang haram." ucap Ivan sambil melambaikan tangannya sebagai kode berpamitan pada semua orang yang ada ditempat tersebut.

Ben menjawabnya dengan anggukan dan acungan jempol, lalu menuju tempat balapan akan dimulai.

"Lang, lo gak balik?" tanya Malik.

Elang yang sedari tadi mendengarkan lagu dengan airpodsnya tak mendengar suara Malik.

"Heh curut, balik sono keburu mama lo nyariin" Bagas dengan tanpa dosa menggeplak kepala Elang.

Elang tentu saja kaget. Setelah melepas airpodsnya, Elang bersiap membalas Bagas.

"Babi! Anjing lo main geplak aja" balas Elang sambil menendang pantat Bagas.

"Konsisten dong kalo mau ngatain Bagas. Babi ya babi. Kalo anjing ya anjing" saut Malik.

"Sempet-sempetnya ya lo ributin babi sama anjing" ucap Bagas.

"Lah Ivan mana?" tanya Elang.

"Makanya lo jangan punya dunia lain. Temen pulang kaga tau. Lo kaga pulang apa? Mama lo ntar kecarian" jawab Bagas.

"Dunia lain anjir. Emang Elang mau uji nyali apa gimana?" saut Malik sambil tertawa.

"Nih babi satu ada aja komentarnya macem komentator bola lo" jawab Bagas.

"Oh, Ivan udah pulang. Gue ntar dulu lah" Elang memasang airpodsnya lagi.

Bagas dan Malik cuma bisa geleng-geleng liat Elang. Mereka terlanjur hafal dengan Elang.


Jam menunjukkan hampir tengah malam. Elang, Bagas dan Malik masih berada ditempat yang sama, warung Bang Aden, basecamp nongkrong mereka. Bagas dan Malik, berdua sibuk bercerita hal random yang kadang membuat mereka tertawa berdua, sampai Malik memukuli badan Bagas saat tertawa terbahak-bahak, kadang juga cerita yang membuat mereka kesal. Elang masih setia dengan airpodsnya, sampai ketika hpnya berdering dan menampilkan nama 'mama' dilayar.

'Hmm..'
....
'Iya bentar lagi Elang pulang'
....
'Ngancemnya begitu nih mama'
....
'Yaudah Elang pulang. Kelonin papa biar gak ketahuan Elang'

Bagas dan Malik yang mendengarnya tertawa lantas bangkit dari duduknya. Telepon yang diterima Elang barusan menjadi alarm mereka untuk pulang.

Masing-masing memacu motornya kearah rumah mereka sendiri. Tak membutuhkan waktu lama bagi Elang untuk sampai di rumahnya. Sengaja ia matikan motornya 3 meter sebelum ia sampai rumah lalu mendorongnya pelan. Bahkan ia berusaha membuat suara sekecil mungkin saat membuka pagar rumahnya. Sebagian besar lampu di rumahnya sudah padam, menunjukkan bahwa penghuninya sudah terlelap. Dengan agak mengendap-endap, Elang segera masuk kedalam kamarnya dan merebahkan badannya.

Keesokan paginya, Elang memaksakan matanya terbuka saat alarm dihandphonenya berbunyi. Hari ini dia ada kelas pagi. Setelah selesai bersiap-siap untuk pergi ke kampus, Elang keluar kamar dan ikut bergabung dengan mama dan papanya di meja makan. Disambut dengan sentuhan lembut dari sang mama mengelus surai anak semata wayangnya itu dan meletakkan piring didepannya

"Pulang jam berapa kamu anak bengal?" tanya papa Elang.

"Jam 12 kurang pa" jawab Elang.

"Kurang-kurangin kegiatan malammu itu. Kurang jera dapat hukuman dari papa minggu lalu?"

"Gak janji. Tapi diusahakan"

"Kalo akhir semester ini kamu masih balap-balapan, motormu papa jual. Ikut magang dikantor papa aja biar kamu ada capek yg positif daripada balapan begitu, belum lagi kebiasaan tawuranmu itu"

"Ada benernya loh yang papamu bilang. Mama suka sedih kalo lagi obatin luka-lukamu itu. Anak ganteng mama mukanya penuh luka gitu, hati mama tersayat" saut Mama Elang.

Mama Elang terdengar lebay tapi beliau tahu memang menghadapi Elang ini harus ditambahi dengan dramatisasi agar anaknya ini menurut. Karena Elang memang akan menuruti orang tuanya meskipun bengalnya bukan main.

"Kalo motor Elang dijual terus Elang naik apa pa ke kampus?" tanya Elang.

"Pake motor biasa"

Elang hanya bisa menghela nafas. Kalo papanya sudah bertitah seperti ini, dia pun hanya bisa menuruti. Papanya bukan tipikal yang keras, tapi beliau bisa menyesuaikan dengan situasi dan kondisi dimana harus keras pada Elang atau hanya sekedar membiarkan kenakalan Elang namun tetap memantaunya.

"Tuh papa udah ngomong begitu ya, mama udah gak bisa lindungin Elang lagi kalo pulang malem" ucap Mama Elang.

Elang hanya mengangguk, tanda paham akan perkataan orang tuanya. Setidaknya dia masih ada waktu untuk bermain-main sampai akhir semester ini.

Elang segera bangkit dari tempatnya dan berpamitan pada orang tuanya setelah mendapatkan pesan dari Malik.

'Lang..

Bagas kena keroyok anak2 yang demo.

Lo buruan kesini, situasi kacau. Byk anak kampus yg gak ikut demo kena hantam'

Elang segera memacu motor sportnya dengan kecepatan tinggi. Sahabatnya sedang membutuhkan dia. Inilah sebabnya Elang tak begitu menyukai kegiatan-kegiatan kampus yang sedikit-sedikit demo apalagi diselingi dengan rusuh dan kekerasan yang merugikan orang yang tidak terlibat, bahkan orang yang hanya lewat disekitar, kepalang tertutup dengan emosi masing-masing.

Elang sengaja berhenti di warung Bang Aden, yang tidak jauh dari kampusnya untuk memarkirkan motornya sembari menitipkannya pada pemilik warung. Elang segera berlari sambil menghubungi Malik, agar tahu posisi kedua temannya.

'Posisi?'

'Lang, kita udah melipir kedalem gedung manajemen. Bagas aman, gue sama Ivan kena tonjok dikit lah, masih aman'

'Tunggu disana'

Elang mematikan sambungan teleponnya dan berlari menuju gedung manajemen yang setidaknya berjarak 2 km dari warung Bang Aden. Sepertinya Elang harus bersiap diri menerobos lautan orang yang sedang demo. Keadaan sedang tidak kondusif, entah demo ini sudah disusupi oknum atau memang kepalang emosi, banyak terjadi baku hantam. Pantas saja teman-temannya kena hantam. Elang mendorong, menerobos beberapa orang dan sebisa mungkin menghindari terkena pukul dari orang lain, ia teringat perkataan mamanya yang sedih jika mengetahui wajah Elang penuh dengan luka.

Disaat hampir sampai didepan pagar utama, suara sirine mobil polisi terdengar dan beberapa diantara pendemo terkena kekerasan dari polisi, mungkin karena melawan dan ketahuan membawa alat pukul, entahlah. Elang tak ingin ikut tertangkap karena memang dia tak ikut dalam demo sialan ini. Tapi saat ia sudah berhasil masuk kedalam lingkungan kampusnya, Elang melihat ada seseorang yang sepertinya mahasiswa kampusnya juga -terlihat dari almamater yang terselip ditasnya- berusaha masuk juga tapi terkena dorong dari segala penjuru dan terlihat penuh kesakitan. Elang kembali untuk menolongnya, sedikit menonjok sambil berteriak 'minggir!' agar orang tersebut dapat mendapatkan ruang gerak. Setelah mendapatkan sedikit ruang, Elang menarik tangan orang tersebut dan berlari menuju gedung manajemen, menyusul Malik dan teman-temannya.

Blue and Grey {Taekook lokal AU}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang