Bagian 13 - Lembah Mendayu

1.2K 136 19
                                    

🍁



Lembah Mendayu
dalam gelap yang sunyi, ia meramu tiap keping yang telah hancur tak berbentuk.

dalam hening yang pilu, ia meramu setiap rindu yang telah menguning dan berdebu.

Mengapa tak cari penghuni baru?
karena setiap jengkal pada sudut kamar itu,
punya cerita,
tentang kita.


Keesokannya, Moeza harus berangkat ke Bandung sejak pukul tujuh pagi. Untungnya, di pagi ini Ello bersedia mengantarnya. Jujur saja, Moeza sangat mengantuk karena tanpa sepengetahuan Ello atau siapa pun, ia mengunjungi apartment Erza hingga larut malam.

"Masih ngantuk ya, Sayang?" Moeza mengangguk. Kendati, matanya tetap terpejam. "Jadinya kamu tidur jam berapa semalam?" Dan, pertanyaan Ello tersebut membuat Moeza mematung.

"Hm, nggak lama setelah kamu."

Jawab Moeza. Untungnya, Ello tidak mengajukan pertanyaan lainnya. Walau begitu, Moeza merasa sangat bersalah sekarang. Tidak seharusnya Ello dibohongi dengan cara seperti ini. Pandangannya menatap lurus keluar jendela. Menerawang jalan-jalan yang mulai dipadati kendaraan. Dan, dalam diamnya itu, Moeza berpikir bahwa setelah semua ini, ia harus jujur dengan perasaannya.

Ia paham, bahwa ia tidak boleh serakah. Apalagi sampai mengorbankan salah satu hati. Ia paham, cepat atau lambat, ia harus membicarakan hal ini dengan kekasihnya.

Dua jam berlalu . . .

Akhirnya, setelah dua jam berlalu, keduanya tiba di hotel tempat Moeza menginap. "Aku nggak bisa antar kamu sampai atas nggak apa-apa, Sayang? Aku ada janji sama Eyang jam satu siang nanti." Kata Ello.

"Nggak apa-apa. Terima kasih sudah antar aku ke sini. Kamu hati-hati di jalan." Ello memeluk tubuh Moeza dan menciumi pipi itu dengan gemas. "Aw.. sakit tahu! Dasar nyebelin!!" Ketus Moeza, setelah pipinya digigit oleh Sang Kekasih.

"Aku pulang ya, Sayang. Lancar acaranya." Sekali lagi Ello mengecup ranum Moeza sebelum dirinya melepas sosok itu untuk keluar dari mobilnya.

Acara hari ini akan dimulai setelah makan siang. Moeza masih memiliki waktu tiga jam untuknya bersiap-siap. Seharusnya ada panitia dari PT SIP yang juga ikut bergabung menjadi narasumber. Dan sosok yang menemaninya adalah Erza. Tapi sepertinya sosok itu tidak akan hadir. Mengingat semalam keadaan Erza cukup kacau.

Awalnya, Moeza pikir dirinya akan baik-baik saja tampil di hadapan orang banyak. Namun setelah melihat peserta yang mulai berdatangan satu per satu hingga rasa deg-degan itu muncul. Bahkan, Moeza sampai harus menarik napas dalam untuk menetralkan detak jantungnya.

Panitia lokal sudah memberi arahan agar Moeza memulai sesinya. Namun, di detik itu, ia melihat sosok laki-laki datang dan berdiri menatapnya di ambang pintu. Laki-laki yang awalnya ia anggap tidak akan hadir, tapi ternyata Moeza salah.

Erza berdiri di sana sambil tersenyum ke arahnya. Lalu, lelaki itu mengambil tempat duduk di antara para peserta lainnya. Moeza terus menatap wajah itu. Namun sialnya, senyum Erza membuat detak jantungnya semakin tak karuan.

Sampai akhirnya Moeza memutuskan pandangan mereka dan memulai sesi pembicaraannya.

"Selamat pagi, saya Moeza Al Kennard, kalian bisa panggil saya Moeza. Saya adalah psikiater dari RS Harmoni. Dan, bahasan diskusi kita hari ini adalah tentang set boundaries, saya mengambilnya dari sebuah buku yang sangat penting untuk kita baca. Terutama bagi kalian yang masih sulit menetapkan batasan."

Series III #MOERZA | Jika Kita Bertemu Kembali [MARKNO AU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang