Althor's POV
Hotaru: [Selamat siang, saya Hotaru Tomoe dari SMP Mugen. Saya ingin bertanya, apakah benar ini dengan nomor Pak Althor Rauzell Serenade? Terima kasih!]
Aku tak bisa menghentikan senyuman lebar yang muncul di wajahku. Begitu girang perasaanku sampai kupamerkan isi pesan itu kepada dua temanku. Aku puas melihat reaksi mereka yang sesuai dengan harapanku. Aku pun mengetik pesan untuk kukirimkan ke Hotaru. [Benar, Hotaru! Ini Althor, yang kemarin bertemu denganmu! Omong-omong, kamu tahu nomorku dari mana?] Kutekan tombol kirim dan yak! Pesanku sudah diterima!
Tidak sampai semenit, aku mendapat balasan darinya. [Saya kebetulan masih menyimpan kartu nama yang Anda berikan kemarin, dan nomor ponsel Anda tertera di sana. Jadi aku coba untuk menghubungi Anda dulu lewat nomor ini.]
Althor: [Oh baguslah kalau begitu.]
Aku berhenti sejenak. Senyuman yang tadi terpampang lebar kini turun, karena benakku langsung teringat kembali tentang mengapa aku berusaha keras mencari informasi tentang keberadaan Hotaru. Ya, musibah yang kemarin terjadi kepada gadis muda itu mau tidak mau membuat mood-ku berubah. [Hotaru, aku juga ingin bertanya padamu kalau kamu tidak keberatan. Apakah kamu kemarin jatuh sakit?]
Berikutnya aku merasa penantianku lama sekali. SMS yang dari tadi bisa kuterima 5 detik setelah terkirim kini harus kutunggu 5 menit. Apa yang membuat Hotaru ragu? Pikiranku keburu buyar setelah dia membalas pesanku.
Hotaru: [Uh itu benar, Pak. Aku lemas dan pingsan, jadi aku sempat bertemu dokter sebentar.]
Althor: [Kamu masuk rumah sakit?]
Semenit kemudian, Hotaru menjawab, [Iya pak].
Gigi-gigiku tanpa sadar menggertak usai kudapatkan konfirmasi darinya. Aku merasakan panas dari amarahku, tapi tidak, aku tidak marah kepadanya. Aku marah pada diriku sendiri yang tak menyadari kondisi Hotaru yang melemah. Pria macam apa aku ini? Kalau kakek buyutku melihatku saat ini, dia pasti akan merasa malu dengan kebodohanku.
Aku pun memutuskan untuk tidak menceramahi Hotaru dan kuberi ia segelintir maaf dan kata-kata penyemangat. [Oh begitu, maaf karena kemarin aku tidak membantumu sedikitpun. Semoga cepat sembuh ya 😊]
Hotaru: [Tidak apa-apa, Pak. Dan terima kasih atas doanya!]
Ah, lega sudah rasanya. Kusimpan nomor ponselnya setelah berbasa-basi sedikit lagi dan kuakhiri dengan salam penutup. Aku tersenyum lagi meski tak selebar sebelumnya. Hutang maafku padanya lunas sudah. Yah, kalau aku ada di dekatnya mungkin aku akan melakukan lebih banyak lagi. Tapi untuk saat ini, bisa berkirim pesan dengannya saja aku sudah puas.
Aku menoleh ke arah Sigmar dan Xaliber yang, entah kenapa, sibuk membangun tenda sambil menatapku dengan aneh. Eh, itu Sigmar sih. Xaliber masih sibuk mengambil beberapa peralatan lain sambil memunggungiku. Aku pun mendekati tenda kami dan menarik tali tenda yang akan dipaku nanti. "Maaf aku tidak langsung membantu kalian," ujarku.
"Santai aja lah, lagian wajahmu sumringah gitu. Nggak kayak tadi waktu kita di jalan," celetuk Sigmar.
Alisku mengernyit. Aku menoleh ke Sigmar, mencoba memahami apa maksud ucapannya. Yang ditatap hanya nyengir. Bibirnya mengeluarkan satu kalimat yang membuatku terkejut. "Ayolah Al, ada banyak perempuan di dunia ini dan kamu tertarik dengan siswi SMP?"
"A-apa maksudmu? Aku cuma khawatir dengan Hotaru kok!" balasku kesal. Enak saja dia berpikir seperti itu tentangku!
Cengiran Sigmar malah semakin lebar dan aku sendiri tidak bisa menyalahkan kesalahpahamannya, karena aku juga merasakan panas di pipiku. "Yah terserah kamu lah. Aku cuma senang kamu masih normal," Sigmar menimpali dengan sotoynya.
YOU ARE READING
Pria Asing dari Siang Itu
FanfictionHotaru yang sedang berjalan pulang ke rumahnya melihat seorang pria asing di seberangnya yang berpakaian 'cukup aneh'. Pria itu menanyakan arah tempat yang Hotaru sendiri tidak ketahui. Meski begitu, dia memutuskan untuk membantu pria itu. Setelahny...