Althor's POV
Aku lari, dan terus berlari. Kupaksakan kedua kaki ini untuk pergi sejauh-jauhnya meski makin lama mobil hitam itu makin tak terlihat. Jantungku berpacu lebih cepat, entah karena tenaga yang kuforsir ini atau rasa takut tak bisa menemui Hotaru lagi. Sekadar untuk mengucap kata maaf padanya. Walau satu kalimat saja, kumohon....
Keringat membanjiri kedua pelipisku dan punggungku juga. Derap kaki dan seruan kedua temanku tak kuindahkan. Satu-satunya fokusku sekarang hanyalah dia, hanya mobil itu-
Tapi bahkan satu pintaku itu tak Tuhan kabulkan, ketika kulihat mobil itu lenyap tak berbekas setelah berbelok. Entah ke mana perginya mobil sedan itu. Napasku memburu, jantungku terus memompa darah, dan ketika kusadari kenyataan yang ada di hadapanku, kedua kakiku tiba-tiba melemah dan aku jatuh berlutut.
"Althor!" kudengar seruan Sigmar di belakangku. Aku hanya menoleh sedikit, energi dalam tubuhku serasa lenyap bersamaan dengan raibnya Hotaru yang kukejar. Aku cukup bersyukur karena dua temanku tidak mengomel atas tindakanku yang mendadak ini, Xaliber bahkan membantu memapahku dan memindahkan posisiku ke bangku panjang di pinggir jalan. Sigmar menyodorkanku botol minuman yang dia bawa, bersamaan dengan saat aku menyadari sebuah sapu tangan kecil diletakkan di pundak kiriku (Xaliber yang meminjamkannya, tentu saja).
"Hei, jangan melamun! Kau minumlah dulu. Wajahmu seperti orang yang mau pingsan," perintah Sigmar padaku. Aku mengangguk dan menyunggingkan seulas senyum. Aku pun meminum air mineral dari dalam botol itu, rasa segar mengaliri sekujur tubuhku. Aku terutama merasa bersyukur atas air yang kuminum itu karena ternyata tenggorokanku benar-benar kering. "Terima kasih," ucapku. Kukembalikan botol minum itu pada empunya. Setelah itu, Sigmar menawari Xaliber untuk minum juga namun Xaliber menolak.
Selagi aku mengatur napas, kedua temanku kembali terdiam. Mungkin mereka tidak ingin aku buru-buru berbicara sebelum mereka yakin kondisiku sudah kembali baik. Aku pun berusaha untuk tetap tenang dan menyeka keringat yang bercucuran dengan sapu tangan Xaliber tadi. Begitu aku merasa lebih baik, aku menoleh ke arah mereka. "Apa kalian punya pertanyaan?" tanyaku.
Sigmar menelan ludah, sementara Xaliber tetap datar seperti biasa. Keraguan nampak jelas di wajah temanku yang kulitnya terbakar itu, tetapi tak lama kemudian, dia angkat bicara. "Itu... soal mobil yang tadi, apakah orang yang ada di dalam situ...."
"Ya," jawabku. "Itu Hotaru."
Kedua mata Sigmar membulat setelah mendengarnya. Satu tanya lagi terlempar dari bibirnya, "Apa kau tidak apa-apa, Althor?"
"Apa maksudmu tidak apa-apa? Aku tidak pingsan."
"Bukan itu," Sigmar menepuk jidatnya. "Ah, maksudku... kau tidak kecewa, sedih, atau lelah gitu?"
Aku tak menduga pertanyaan seperti itu akan kudengar darinya. Sejujurnya, aku ingin mengafirmasi kata-katanya itu. Ya, aku kesal, lelah, kecewa. Aku merasakan begitu banyak emosi sampai-sampai aku tak tahu apa yang harus kuungkapkan lebih dulu. Satu-satunya reaksiku atas pertanyaannya hanyalah menghela napas dan bersandar di bangku panjang itu. Xaliber tampaknya paham dengan apa yang kupikirkan, karena setelah itu dia memberi isyarat pada Sigmar untuk tidak bertanya lagi. Mereka sepertinya membuat kesepakatan dalam diam karena aku tak mendengar apa-apa selagi mataku menatap langit yang semakin terang.
Xaliber kini duduk di samping kiriku, menyusul Sigmar yang sudah duluan duduk di sebelah kananku. Tak sepatah katapun keluar dari mulutnya, walau aku tahu dia pasti juga khawatir. Entah kenapa suasana ini jauh lebih menyesakkan ketimbang saat tadi aku jatuh dan lelah luar biasa. Merasa sewot, aku pun kembali duduk tegak dan menatap teman-temanku kesal. "Hei, aku tahu aku sedang kesal. Tapi bisakah kalian bicara sedikit? Diam terus begini hanya membuatku tak nyaman," protesku ke mereka berdua.
YOU ARE READING
Pria Asing dari Siang Itu
FanfictionHotaru yang sedang berjalan pulang ke rumahnya melihat seorang pria asing di seberangnya yang berpakaian 'cukup aneh'. Pria itu menanyakan arah tempat yang Hotaru sendiri tidak ketahui. Meski begitu, dia memutuskan untuk membantu pria itu. Setelahny...