•Part 9: Cafe

821 103 3
                                    

Happy reading!!!
Jangan lupa vote dan komennya
*
*
*

Seusai dibuat kagum dengan perbuatan anak-anak mereka, kini keempat papa muda itu justru dibuat kesal oleh ketiga teman mereka. Bayangkan saja saat pulang, sebuah pemandangan dengan tiga orang pemuda terdampar di teras rumah bak gelandangan telah menyambut mereka. Dan yang lebih membuat keempat papa muda itu kesal, karena kedatangan tiga orang tak diundang itu, rencana untuk menghabiskan waktu bersama anak-anak mereka terancam batal.

Ketiga pemuda yang tengah duduk di teras itu menatap heran pada empat temannya yang datang bersama bocah-bocah asing. Namun tatapan heran ketiganya langsung berganti menjadi canggung begitu melihat tatapan tajam Bintang pada mereka.

"Hehe, kita datang mau ngerjain tugas nih," ucap salah satunya sambil tersenyum Pepsodent.

Bintang dan ketiga sahabatnya kompak mendengus. Mereka berlalu melewati ketiga pemuda terlantar itu tanpa mempersilahkan masuk.

"Papa, itu teman Papa?" tanya Yuar sambil menolehkan kepala melihat tiga pemuda yang mulai beranjak hendak mengikuti mereka.

"Bukan. Mereka pengungsi," jawab Bintang datar. Ketiga pemuda di belakang kompak memegang dada mereka dramatis.

"Kita nggak di anggap cok!" seru mereka serempak.

Anang langsung menoleh dengan tatapan tajamnya. Entah dapat darimana, tapi tangannya tiba-tiba sudah memegang sebuah sapu. "Dilarang ngomong kasar. Keluar aja lo bertiga." Ia mengacungkan ujung sapu ke arah ketiga pemuda itu.

"Hehe ... ampun baginda," ucap ketiganya dengan menangkup tangan di dada.

Baru saja kaki mereka melewati pintu, Nio dan Lio berdiri dengan tangan terentang, mencegah ketiganya melangkah lebih jauh.

"Oom ndak boleh masuk! Belum ucap salam!" seru Lio, menatap garang ketiga titan di depannya.

"Biasakan ucap salam Om. Kata papi kalau mau beltamu itu halus salam dulu. Jangan main selobot aja," tambah Lio.

Salah satu dari pemuda itu menggaruk tengkuknya. "Tapi kami udah sering datang kesini, Dek. Dan kami udah terbiasa nggak ngucap salam."

Nio membenarkan letak kacamatanya sambil mencibir, "Begitulah kalau sudah telalu biasa. Lama-lama Oom yang seling belbuat maksiat akan bilang sudah biasa kalau di nasehati."

Berbagai ekspresi muncul setelah Nio mengakhiri ucapan hasil copas nasehat guru ngajinya kemarin. Lingga menjatuhkan rahangnya tak percaya. Bintang, Anang, dan Gilang bertepuk tangan dengan wajah cengo. Gindra dan Yuar tersenyum bangga, sedangkan Nio dan Lio yang melakukan tos. Berbeda lagi dengan ketiga pemuda tadi yang terdiam dan langsung memutar arah, kembali keluar.

Dengan penuh takzim, ketiganya mengetuk pintu dengan sopan sambil membungkukkan badannya.

"Assalamualaikum."

"Sawadikap."

"Pe, punten."

"Bagus, good boy!" puji Nio dan Lio sambil menganggukkan kepala.

****<( ̄︶ ̄)>****

Setelah drama salam yang sempat menghambat tadi, kini ketiga pemuda itu telah duduk berjajar di sofa. Mereka adalah Nolan, Andra, dan Dio, teman empat papa muda sejak zaman ospek.

Ketiganya terlarut dalam game masing-masing sembari menunggu para pemilik rumah. Mereka telah mendapat penjelasan soal keempat bocil asing tadi sekaligus omelan Lingga. Mereka tak menyangka setelah tadi mendapat sindiran keras dari anaknya, malah berlanjut omelan bapaknya perkara tugas yang ternyata salah deadline.

Become A Papa||00LineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang