03. NYAMAN?

652 71 1
                                    

"Ternyata bertemu dengan oramg yang baru kita kenal bisa membuat kita merasa nyaman"

HAPPY READING

Adara yang terus mengikuti Gibran akhirnya berhenti di rooftop sekolah. Ketika matanya memperhatikan Gibran di tempat itu, Adara merasakan aura kekhawatiran yang tak terungkap. Dalam keheningan yang menyelimuti keduanya, Adara memutuskan untuk menghampiri Gibran yang sedang terduduk dengan wajah penuh kesedihan. Dengan langkah berani, Adara mendekati temannya itu.

"Gibran," panggil Adara kepada Gibran yang sedang berdiri di rooftop.

Gibran yang merasa dirinya dipanggil oleh seseorang, segera mengalihkan pandangannya ke arah suara tersebut. Dengan ekspresi campuran antara terkejut dan tegang, Gibran melihat Adara yang tegar menghampirinya. Suara langkah Adara yang pelan di rooftop sekolah menjadi latar belakang percakapan yang akan segera terurai. Dalam keheningan yang menyelimuti keduanya, Adara menatap Gibran dengan penuh perhatian.

"Lo ngapain kesini?" tanya Adara kepada Gibran.

Gibran tak menjawab pertanyaan Adara, malah menanya balik hal tersebut kepada Adara dengan nada heran.

"Seharusnya gua yang tanya itu ke lo. Ngapain lo ngikutin gue?" ucap Gibran.

"Dih, siapa yang ngikutin lo? Orang gua kesini karena mau k- ke ruangan," ujar Adara dengan terbata-bata.

Gibran terkekeh mendengar jawaban dari Adara. Pasalnya, di sini tak ada ruangan lain selain rooftop yang sedang mereka tempati.

"Hampir dua tahun gua sekolah di sini baru tau ada ruangan lain selain rooftop," ejek Gibran.

Adara yang mendengar ucapan Gibran hanya bisa nyengir.

"Hehehe, sebenernya gua kesini karena khawatir sama lo," lirih Adara.

"Lo kenapa khawatir sama gua, Dar?" tanya Gibran dengan nada serius, sedikit lembut namun penuh rasa ingin tahu.

Adara menunduk sesaat sebelum akhirnya memberanikan diri menjawab, "Gua tadi enggak sengaja denger percakapan lo sama teman lo. Katanya lo enggak mau makan, jadi gua khawatir dengan keadaan lo."

"Wow! Ternyata seorang murid baru yang beranama Adara bisa khawatir sama gua," ledek Gibran, mencoba mengalihkan topik.

"Ih, lo ini nyebelin banget sih. Gue itu khawatir sama keadaan lo, tapi lo malah ngeledek gua," gerutu Adara sambil memasang wajah manyun.

Gibran tersenyum melihat tingkah laku Adara yang seperti itu. Walaupun Gibran baru kenal dengan Adara, entah mengapa Gibran merasa bahagia saat bersamanya.

"Lo lagi ada masalah apa sih, Gib?" tanya Adara dengan nada lembut.

"Kamu nanya? Kamu bertanya-tanya?" canda Gibran dengan nada bercanda, mencoba mencairkan suasana.

"Ihh, Gibran! Gua itu nanya serius, lho," protes Adara.

"Oh, lo nanya serius. Kalau gue seriusin lo, mau gak?" goda Gibran tiba-tiba.

Adara sontak terkejut dengan pertanyaan Gibran. Jantungnya berdetak lebih cepat. Badannya terasa tegang, seakan tak siap menghadapi pertanyaan yang begitu tiba-tiba dari temannya. Tatapan mata mereka saling bertautan, menciptakan momen yang sarat akan ketegangan dan harapan.

Adara yang berdiri di dekat Gibran merasa deg-degan yang tak terbendung. Tatapan mata mereka masih terkunci satu sama lain, menciptakan ketegangan yang terasa begitu nyata di udara.

"Kenapa gue jadi deg-degan gini ya kalau dekat Gibran?" batin Adara.

Sementara itu, dalam batinnya, Gibran terpesona dengan kecantikan Adara yang begitu mencolok.

"Adara dilihat dari dekat cantik banget," puji Gibran dalam hati.

Kedua hati yang berdebar kencang merasakan kehadiran yang begitu dekat namun juga jauh di antara mereka. Setelah tatapan yang cukup lama, Adara dan Gibran kembali tersadar akan keadaan sekitar. Suasana hening yang sempat tercipta di antara keduanya mulai terganggu dengan kehadiran teman-teman Gibran.

"Waduh! Ada yang lagi pdkt di rooftop sekolah, ni yee," ejek Irsyad tiba-tiba.

"Pdkt kok di rooftop sekolah sih, minimal di kafe lah," sahut Rahsya dengan nada menggoda.

Gibran merasa kesal dengan kehadiran teman-temannya. Pasalnya, ia saat ini hanya ingin berduaan dengan Adara tanpa ada yang mengganggunya.

"Lo berdua ngapain sih kesini? Ganggu orang pdkt aja," ucap Gibran, setengah jengkel.

Adara tersipu malu saat mendengar pernyataan dari Gibran.

"Kita kesini mau ngasih lo makanan. Abisnya, lo tadi belum makan sama sekali," balas Rahsya sambil menyodorkan makanan itu kepada Gibran.

"Thanks, bro," ucap Gibran singkat.

Rahsya dan Irsyad akhirnya pergi meninggalkan Adara dan Gibran yang masih berada di rooftop. Mereka berdua sengaja melakukan ini agar Gibran dengan Adara bisa menghabiskan waktu bersamanya.

"Gib, makan dulu!" perintah Adara dengan nada tegas.

"Gua enggak mau makan, masih kenyang," jawab Gibran dengan tegas.

Adara yang melihat Gibran tidak ingin makan, merasa khawatir akan kesehatan temannya. Dengan penuh perhatian, dia mencoba meyakinkan Gibran untuk mengambil sedikit waktu dan menyantap makanan. Namun, keputusan Gibran tetap teguh, menciptakan ketegangan kecil di antara mereka.

"Gimana kalau gua suapin lo?" tawar Adara dengan senyum ramah di wajahnya, mencoba melucu untuk meredakan ketegangan di antara mereka.

Tatapan matanya penuh dengan kehangatan, berusaha mengembalikan suasana ke dalam keakraban yang mereka miliki. Gibran, meski terlihat sedikit kaku, akhirnya tersenyum kecil menerima tawaran itu.

"Yaudah gua mau disuapin lo," jawab Gibran dengan senyum kecil di wajahnya, menunjukkan bahwa keakraban di antara mereka semakin erat.

Adara pun dengan penuh kehangatan mulai memberi suapan makanan kepada Gibran, menciptakan momen kebersamaan yang penuh dengan keceriaan di antara keduanya. Suasana di rooftop sekolah yang sebelumnya terasa tegang kini berubah menjadi hangat dan akrab.

Bersambung...


- JANGAN LUPA DI VOTE YA GUYS -

Perantara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang