Ujian tes akselerasi berlangsung sekitar satu jam lalu, masih ada waktu dua jam lagi. Siswa di dalam mengerjakan dengan bersungguh- sungguh, apa lagi Bumi Urvi. Dibaca dengan seksama pertanyaan demi pertanyaan pada lembaran kertas putih.
Mars tidak tahan mengerjakan ingin rasanya ia memakan kertas dihadapannya ini. Tadi malam ini bersusah payah menghabiskan sebuah drama disatu aplikasi, ia bak marathon lari jauh.
Muka suram seperti rumah hantu, begitu keadaan Mars pagi ini. Pergi ke sekolah dengan harapan dapat beristirahat. Tapi, baru saja tiba Bumi langsung memperingati Mars untuk tidak tidur. Ia memberitahu, tes akselerasi akan berlangsung beberapa menit lagi.
Wajah syok sekaligus pucat, ia lupa tesnya jatuh tepat pada hari ini. Sehari setelah, drama kesukaannya rilis.
Selama tes berjalan, Mars berusaha menahan ngantuknya. Takut dicemoh oleh para guru yang mengawasi mereka.Mars berusaha memanggil Bumi yang berada di dua bangku setelahnya. Namun, ia tidak digubris oleh Bumi dan malah mendapat peringatan.
"Kamu kalau hanya mau menggangu, boleh keluar sekarang!" titah sang guru.
Mars hanya bisa terdiam, ia merutuki perbuatan Bumi yang pura- pura tuli. Ia menahan amarahnya dengan kembali membolak- balikan lembaran kertas itu. Pihak sekolah melarang keras penggunaan gawai. Mereka memiliki ruang dan waktu tertentu untuk benda- benda tersebut, agar anak didik mereka tidak ketinggalan teknologi yang semakin canggih.
Waktu tiga jam terlewati dengan begitu saja. Pihak guru meminta para muridnya untuk segera mengumpulkan kertas jawaban mereka.
"Baiklah, silakan lanjutkan aktivitas kalian seperti biasa. Untuk pengumuman bisa kalian pantau di halaman web resmi Budaya Bangsa, atau nanti juga akan ditempel dimading!" ucap guru tersebut memberi intruksi kepada mereka semua.
Tidak ada keributan untuk membahas soal di luar sana. Rata- rata mereka semua, anti sosial. Bukan berarti tidak ada, biasanya mereka membahas di sebuah ruangan diskusi dengan waktu tertentu. Dibahas bersama Dholpins team biasanya.
Mars dengan wajah murung berjalan bersama Bumi, kearah kantin. Bumi tidak berani kalau harus memerintahkan Mars saja yang pergi kekantin, takutnya ia masih menyimpan rasa kesal.
"Setelah lama tidak mengunjungi kantin, gue kembali kesini lagi." batinnya.
Mars menepuk jidatnya, ia lupa biasanya akan ada titipan makanan dari Abi. Menyesal membawa serta Bumi kekantin, sepertinya juga Abi tidak akan menitipkan jika tahu Mars bersama Bumi.
"Hai!" suara itu berasal dari sebelah Bumi, ia mendongak ternyata makhluk itu Abi.
"Boleh gue gabung disini?" tanya Abi, menaruh semangkuk bakso di meja. Padahal belum diperbolehkan Bumi. Abi juga langsung duduk tepat di depan mereka berdua.
"Apa gunanya bertanya?" balas Bumi, kembali melahap mie ayam yang masih penuh itu.
Mars tidak menyangka, ia sampai tersedak. Ia bahkan mengucek matanya,"apa mereka sudah saling mengenal?" batin Mars.
Mars beranjak untuk mengambil air minum dipojok sana. Es jeruknya sudah habis, saat ia kepedasan tadi. Ingin meminta Bumi, ia tidak enak hati. Mereka berdua masih saling diam, tapi masih terus bersama.
"Gue udah selesai makan, gue duluan!" pamit Bumi. Mars juga ikut pergi, padahal ia ingin berlama lama disana.
Abi hanya bisa menghela nafasnya. Ia diam membisu saat sudah ada dihadapan Bumi, Abi menganggap dirinya sendiri ini terlalu gengsi untuk memulai. Bumi sendiri, tidak memiliki rasa untuk mulai mendekatkan diri kepadanya.
"Disini loe ya! dicariin dari tadi sama papa loe!" ujar Bintang. Mendengar itu Abi panik, langsung meninggalkan mie yang masih utuh hanya tersentuh sedikit.
Melihat itu Bintang menghabiskan sisa bakso Abi,sebelumnya ia juga sudah pesan satu mangkok bakso dan satu mangkok mie ayam. Wajar saja, badannya lumayan berisi. Meteroid melihat itu hanya bisa geleng kepala, ia ikut duduk karena sudah memesan secangkir kopi panas.
Bakso dan mie ayam pesanan Bintang sudah tiba, bakso sisa Abi tadi juga ludes masuk kedalam perut kecil Bintang. Secangkir kopi turut menyusul, pesanan untuk Meteroid.
"Loe ngak makan Roi?" tanya Bintang, masih sibuk menghabiskan makanannya.
Meteroid menggeleng, ia tidak lapar. Melihat Bintang saja sudah cukup membuatnya kenyang. Selain itu, ia tidak mau berdiam lama di kantin adik kelasnya. Mereka perlu berpindah gedung. Tidak ada jembatan untuk menghubungkan satu gedung dan gedung lainnya. Akses yang kurang memadai membuat mereka lama sampai kekelasnya sedangkan setelah istirahat ada jam pelajaran ibu Wiyah, guru yang terkenal galak.
**
Meteroid mengedarkan pandangannya keruangan kelas XII IPS 3. Abi tidak ada disana, tandanya ia belum kembali dari ruang kepala sekolah. Atau, bisa jadi ia kembali ke gedung sebelah. Meteroid tidak habis pikir dengan jalan pemikiran temannya itu.Bintang kini mengeluarkan segala jenis makanan yang dibawa dari rumah. Rupanya jam ibu Wiyah dikosongkan, karena ia memiliki urusan di luar kota. Suasana kelas yang riuh sedari jam istirahat semakin parah. Guru yang mengajar kelas sebelah ikut turun tangan menenangkan. Namun, tidak sepenuhnya juga diam.
Abi menampakkan wajah lesunya, satu kelas menoleh kearahnya yang masih berada didepan pintu. Kelas yang tadinya riuh menjadi senyap dengan kedatangannya. Satu kelas merasakan hawa dingin yang menjalar satu ruangan. Bisa jadi ulahnya yang datang dengan wajah lesu nan suram.
Tidak ada yang berani untuk memulai bertanya kepada Abi. Takutnya ia sedang kesurupan penghuni di sekolah ini. Meteroid akhirnya mulai bertanya," Kenapa Bi? ada masalah? loe boleh cerita. Kita disini sebagai rumah kedua loe," ujar Meteroid. Namun, Abi tidak membalas pertanyaan itu.
Saat matahari tengah berada tepat diatas kepala. Kelas XII IPS 3 melaksanakan olahraga dengan cuaca terik. Para perempuan memilih kabur takut kulit mereka berubah warna menjadi sate gosong. Jam olahraga ini menjadi mapel terkahir bagi kelas mereka.
Di kantin terlihat Abi sudah kembali seperti semula. Menjadi reog XII IPS 3, mereka bisa bernafas lega dengan kembalinya sifat Adhikara. Saat ini ia sedang meneguk es jeruk lemon tea hingga tandas. Asam bercampur pahit cocok dengan cuaca panas siang ini.
Meteroid menolak es pemberian Bintang, minum es selepas terkena panas matahari cukup lama bisa berdampak buruk untuk kesehatan. Ia memesan minuman favoritnya, yaitu kopi.
"Roi, bisa gak? sehari tanpa kopi?" tanya Bintang
"Gue nanya dulu sama loe, bisa hidup loe tanpa cewe?!" tanya Meteroid datar.
Bintang menggeleng, "oh ternyata gak bisa" ucapnya mengangguk paham.
"Kopi setiap hari juga tidak bagus", pikir Bintang, tanpa berani mengatakan langsung kepada Meteroid.
Meteroid bisa mengerti tatapan Abi, ia pasti ingin sekali bertemu dengan Bumi. Makan bakso bersamanya tadi, sedikit gagal karena Bumi terlebih dahulu menyelesaikan makanannya.
"Hufft.. badanku lemas, jika harus kegedung sebelah menemui Bumi." batin Abi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebatas Usia
Teen FictionAbi Adhikara remaja yang populer dikalangan siswi di sekolah menegah atas. SMA Budaya bangsa, disanalah ia meraih mimpi serta prestasi. Saat kelas sebelas ia malah mencintai anak kelas tujuh yang berbeda tiga tahun dengannya. Banyak cara ia gunakan...