Prolog

1.9K 123 14
                                    

Duri, Jakarta Barat.

"Mampus, gua uno!" Agan melempar kartu uno berwarna merah nomer 4 ke arah tumpukan kartu di tengah-tengah antara dirinya dan Saka—sahabat sejatinya.

Saka memutar bola matanya dengan malas karena kalah bertanding.

"Baru menang sekali gek lu!"

"Biarin, yang penting menang." Agan menjulurkan lidahnya ke arah Saka. Ia pun menoleh ke arah tokonya yang sedang dirapikan oleh pekerja lain.

Nama tokonya adalah Agen Agan.

Agen Agan merupakan sebuah toko grosiran yang letaknya ada di ujung sebuah komplek di daerah Duri, Jakarta. Toko palugada (alias; aPA yang LU cari Gua ADA) tersebut selalu ramai pengunjung di setiap harinya. Kini,  Agen Agan juga memiliki cabang di Tambun.

Agan—sang putra pemilik toko turut menjadi salah satu orang yang sigap bekerja di sana. Menjadi kasir, kuli panggul, antar jemput barang—Agan sudah melalui semua itu sejak Abahnya mendirikan toko yang menjual apa saja itu.

Sebenarnya, Agan tidak minat-minat amat bekerja di sini. Apalagi dua tahun yang lalu ia menjadi seorang sarjana akuntansi dan lapangan kerja manapun siap menerima seorang Aganta Daffa menjadi salah satu bagian dari mereka. Namun, tuntutan Abah soal pekerjaan Agan menjadi halangannya. Yang Abah inginkan hanyalah Agan yang siap membantu mengurusi tetek-bengek soal tokonya.

Kebetulannya, meski badungan dan keliatan sengak, Agan merupakan anak yang nurut sama orang tua. Walaupun harus berdecak seribu kali dulu untuk langsung berangkat sesuai perintah.

"Bang Agan, saya pulang duluan, ya. Ruangan juga udah saya bersihin." Izin Titi, salah satu karyawan yang bekerja di Agen Agan.

"Oh, iya, Ti. Pada balik aja, ntar folding gate biar gua yang nutup."

"Siap Bang, makasih, ya."

Agan mengangguk kecil. Kemudian Titi mulai meninggalkan toko.

"Eh Ti,"

Hendak Titi akan menaiki motornya, Agan kembali memanggil. 

"Kenapa, Bang?"

"Besok gua nggak dateng soalnya mau hiking. Nitip agen, ya. Palingan besok Abah yang dateng."

Titi tampak tersenyum getir dan mengangguk. "Oke, Bang." katanya, lalu setelah itu benaran meninggalkan area Agen.

"Jadi lu besok?" 

Agan mengangguki pertanyaan Saka. Pemuda berkaos abu-abu itu menyesap kopi dinginnya. "Mau healing, ah. Capek ngurus agen mulu." keluhnya.

Saka terkekeh. Tepatnya menertawai penderitaan Agan yang selalu sama.

"Cari kerja makanya, Gan. Cari pengalaman baru, jangan ageeeen mulu yang lu tongkrongin."

"Mending kita tukeran hidup, Sak. Lu jadi anaknya Abah gua sehari aja. Yakin, dah, lu pasti lebih milik jadi anaknya Pak Singgih." cerocos Agan menanggapi sarannya Saka.

"Ya, mending jadi anaknya Pak Singgih, sih, Gan. Tiap hari minggu diajak main golf, tiap hari Senin ikut keluar kota buat meeting sama kolega-nya." kata Saka. Sekalian flexing ke Agan soalnya dia lah si anak Pak Singgih yang terkenal kaya raya di komplek mereka.

"Pamer mulu lu..."

Saka terbahak-bahak melihat wajah muaknya Agan.

"Sabar, Gan. Anak sabar buahnya bakal manis. Nanti lu dapet kado tuan putri dari Tuhan." Saka menepuk-nepuk pundak Agan. Memberikan ketenangan pada Agan yang selalu merasa hidupnya kurang manis seperti dirinya.

Agen Agan ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang