Bagian 14 - Melebur dalam Cumbu

1K 125 21
                                    

🍁



Seru-seruan itu berasal dari cumbu,
yang membabu hingga tak tahu waktu,
yang mendistorsi ruang dan pikiranku.

Semua itu karena kamu.
Ya, kamu.


Moeza baru terbangun ketika hari sudah gelap. Ia duduk di pinggiran kasur, dan ketika itu juga pintu apartemennya terbuka. Ternyata, Erza yang hadir dengan membawa satu kantong belanjaan. Moeza masih mengumpulkan nyawanya ketika sosok itu berjongkok di hadapannya.

"Kamu habis dari mana?" Tanya Moeza. "Saya beli jajanan untuk kita nanti." Sosok itu dengan santai mengacak surai yang lebih muda. "Kita jalan yuk? Mau?" Tanyanya. Kendati, Moeza masih mencerna tindakan Erza kepadanya.

"Za?" Sapaan itu membuat lamunan Moeza buyar. Dengan sedikit kikuk, ia mengangguk. "Saya siap- siap sebentar." Lalu Erza berdiri dan sekali lagi, ia mengacak surai legam Moeza. "Saya tunggu kamu di bawah. Hubungi saya kalau sudah selesai."

Setelah bersiap-siap, keduanya masuk ke dalam mobil. Namun, tetiba saja suasana menjadi sepi.

"Kenapa?" Tanya Moeza, ketika ia mendapati Erza yang menatap dirinya, dan tersenyum. Tanpa aba-aba, sosok itu maju dan mendekat. "Seatbelt-nya kamu belum dipasang." Ujar Erza.

Erza bersikap seakan tindakannya adalah hal yang biasa. Berbeda dengan jantung Moeza yang sudah tidak karuan. Sepanjang perjalanan, mereka hanya menikmati lagu dari Spotify milik Erza.

"Kita mau kemana?" Tanya Moeza.

"Tadi saya cari di internet tempat makan di sekitar Lengkong. Kamu sedang ingin makan apa?"

"Soto mie? Kayaknya enak." Seru Moeza, hingga sosok di sampingnya terkekeh kecil. "Boleh. Nanti pulangnya kita mampir ke Kopi Moyan. Tadi saya dapat rekomendasi dari Bionzy."

Keduanya menghabiskan malam dengan membeli Soto Mie keinginan Moeza, setelahnya mampir ke kedai kopi seperti yang dikatakan Erza, dan tidak lupa membeli jajanan pasar. "Mau masuk nggak?" Tanya Erza saat keduanya berada di depan pasar malam.

"Emang kita masih boleh naik?"

"Kalau boleh naik, kita naik. Tapi kalau ternyata nggak boleh, kita lihat-lihat habis itu beli gulali." Penawaran Erza cukup menarik hingga tidak ada alasan bagi Moeza untuk menolak. Dan ternyata, ada banyak permainan di dalam sana.

Mereka berhenti di depan permainan lempar bola karena Erza ingin mencobanya. Tiga kesempatan yang diberikan untuk melemparkan bola tersebut dan tanpa diduga, Erza bisa menjatuhkan semua sasarannya. Bahkan, orang-orang yang menonton aksinya sampai bertepuk tangan.

"Mau hadiah yang mana, Za?" Moeza menggeleng.

"Kamu yang pilih, karena kamu yang menang."

"Anggap saja ini kemenangan kamu. Jadi, kamu yang pilih." Kata Erza. Dan akhirnya, Moeza pun menunjuk boneka sapi.

Tak hanya Moeza yang bahagia ketika menerima boneka tersebut. Namun, juga Erza. "Momocow." Tuturnya, hingga pandangan keduanya bertemu. "Saya masih ingat panggilan itu—" Ucapan Erza terhenti saat mereka merasakan rintikan hujan.

Dalam gelap malam, pada rintik yang berjatuhan,
dua jelaga saling bergandeng tangan. Pada sabda hujan paling riuh, jantung mereka bergemuruh.

Luruh bersama hujan yang berjatuh. Walau tidak semua jatuh menyakitkan, dan tidak semua jatuh mendatangkan kedukaan. Karena pada akhirnya, kejatuhan itu mungkin mendatangkan harapan.

Untuk keduanya, kembali bersama.
Untuk keduanya, kembali jatuh cinta.

Sekarang Erza dan Moeza sudah berada di dalam mobil dengan pakaian yang basah. Napas mereka terengah-engah setelah berlarian. Hujan di depan mereka sudah semakin deras. Dan dalam kondisi tersebut, justru membuat keduanya terkekeh.

#MOERZA | Jika Kita Bertemu Kembali [MARKNO AU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang