Cincinnya membuat bibirku tergores. Perih sekali, tapi sudahlah.
Ia langsung membawaku ke toko ponsel. Memilihkan yang terbaik dan langsung membayar tanpa pikir panjang. Anak ini benar-benar suka menghamburkan uang.
Tak hanya itu, ia bahkan membawaku ke pusat perbelanjaan tanpa seizinku. Malu, katanya. Membawaku dengan pakaian basah dan menerawang, menunjukkan. lekuk tubuhku. Aneh, padahal hanya tunggu kering saja. Aku benar-benar dipaksa memoroti uang anak ini.
Tak sadar, hari semakin gelap. Padahal tadi masih pagi, sekarang sudah menjelang malam saja.
"Nath, sudahi berbelanja ini, ayo pulang."
Ia menatapku. Lalu melempar sebuah tas tangan yang mau tak mau aku tangkap dengan tanganku.
Kedua tangan ini sudah dipenuhi belanjaannya, sekarang malah bertambah. Gadis ini benar-benar menyusahkan.
Ia menurut, setelah ku paksa. Kami ke rumahku menaiki mobil mewahnya. Ibuku langsung menyambut. Ia tau dengan siapa aku pulang. Nath sudah ia anggap sebagai putrinya sendiri.
"Apa di luar dingin, nak? Kau bisa menginap dan menggunakan kamar Louis. Sudah lama aku tak melihatmu." Ucap ibuku.
Nathaniel tersenyum senang, ia mengangguk begitu saja dan menyetujui perkataan ibuku.
"Ibu, lalu bagaimana denganku? Ibu bahkan tak menanyaiku.
"Kau kan bisa tidur di luar atau di sofa."
Jawaban ibuku membuat kedua alisku menukik ke dalam, Enak saja! Ini kan rumahku!
"Ibu!!"
Nath dan ibu tertawa. Menambah kekesalan dalam hatiku.
"Kita kan bisa tidur bersama~"
Ibu mengangguk atas perkataan Nath. Astaga, ini membuatku malu.
Ibuku berjalan pergi setelah cukup menertawaiku. Membuatkan minuman dan mengambil cemilan untuk Nath.
Aku langsung pergi ke kamar. Mengganti pakaian mahal hasil pemberian Nath dan memakai sebatas kaos dan celana pendek. Rasanya lebih nyaman.
"Louis, kau masih kurus seperti dulu."
Celetukan itu membuatku kaget. Tiba-tiba saja Nath duduk di kasurku. Apa ia juga melihatku mengganti pakaian? Ah, sudahlah.
"Memangnya kenapa?"
"Tak apa. Setidaknya kau harus makan dan berolahraga untuk mendapatkan pasangan. Jika terus seperti ini, kurasa hanya pria mesum yang akan menjilati tubuhmu itu."
Secara refleks, aku melempar bantal ke wajah Nath. Kata-katanya membuatku sangat malu. Gadis ini, bukankah dia mendapat pendidikan untuk berbicara lebih sopan dari orang tuanya?!
"Aku bukan gay, bodoh!"
Nath tertawa terbahak-bahak. Lalu mendekat dan memojokkan ku. Tubuhnya yang lebih tinggi, membuatku mendongak menatap mata nakalnya itu.
"Kau bisa bilang begitu sekarang. Tapi bagaimana nanti, hm? Jangan sampai menjilat ludahmu sendiri, Louis." Bisiknya.
Hatiku berdegup, seakan berhenti beberapa detik sebelum detakannya berubah menjadi sangat kencang.
"Tidak akan terjadi....sudahlah, berhenti berfikir dengan otak liarmu itu."
Ia menggedikkan bahu, lalu tersenyum dan menjatuhkan diri di kasurku.