Agen - 9

476 59 2
                                    

Gia menekan ikon telepon yang terletak di pojok kanan atas pada layar ponselnya. Ia sedang menelpon Mamahnya.

"Assalamu'alaikum, anak Mamah yang cantik. Gimana kabar kamu, Nak?" Saat tersambung, wajah Mamah tampak dan langsung menanyakan kabar sang anak.

Gia menyangga dagunya dan tersenyum lebar ke arah Mamahnya.

"Wa'alaikumsalam, Mamahku yang cantik. Aku baik dan sehat, Mamah gimana kabarnya? Lagi apa di Mojokerto?"

Mamah tampak terkekeh di seberan telepon, "Alhamdulillah sehat, Mamah lagi buat risol, nih, buat acara pengajiannya Bu Enti nanti malem. Beliau mau hajatan, loh."

"Siapa yang nikah emangnya?"

"Mbak Ina."

"Oalah, kapan, Mah, acaranya?"

"Katanya, sih, dua minggu yang akan datang." jawab Mamah, "kamu gimana di Jakarta, Sayang? Toko Oma rame?"

Gia menunduk sedih dan mengangguk saja.

"Rame. Cuma hari ini Gia nggak jaga dulu, nggak enak badan." dustanya, "cuaca di Jakarta lagi nggak bagus soalnya."

Gia terkekeh. Ini kalau Jakarta tahu bahwa Gia menyalahkan cuacanya atas ketidak-enakan badannya, wah, pasti Gia didemo sama Jakarta.

"Minum obat, loh, ya, kamu, Gi. Jangan sampe enggak, jangan sampe sakit. Kasian Oma, ntar ngerepotin."

"Iyaaa."

"Gi, Oma sehat?"

"Sehat."

"Kalian nggak pernah ribut, kan?"

Saking seringnya ribut, Gia bahkan sungkan untuk bilang 'nggak pernah', Mah.

"Enggak. Kita mulai dapet kemistrinya, nih, Mah. Eee, apalagi sekarang bisnis Oma makin meningkat di setiap harinya. Overall, baik-baik aja."

Terdengar helaan napas lega dari Mamah, "syukur, deh, kalo gitu. Kamu juga jangan suka mancing-mancing kemarahan Oma, ya. Oma, tuh, punya darah tinggi, kasian kalo sampe sakit." ungkap Mamahnya yang membuat hati Gia tambah meringis. Mamahnya sepengertian itu ternyata ke mertuanya. Masih bisa memikirkan penyakit Oma padahal Oma tidak pernah peduli sama Mamahnya.

"Mah,"

"Hm, kenapa, Gi?"

"Kayaknya aku homesick, deh. Aku kangen banget sama Mamah, kangen Mojokerto juga. Aku pingin banget pulang ke Mojokerto cepet-cepet." ucap Gia dengan mata yang berkaca-kaca.

"Giaaa, pasti. Nanti kalo ada waktu, pasti Gia bisa pulang ke rumah. Mamah yakin,"

"Iyaaa, Mah—"

Gia tersentak saat pintu kamarnya dibuka begitu aja sama Narti tanpa diketuk.

"Mbak, kenapa?!"

Narti tampak mengendap-endap menuju Gia berada. Wanita berseragam sitter itu lantas membisikan, "Mbak, Oma sakit—ama Narti nggak mau disuapin."

Gia melirik Narti dengan tatapan tanya. Terus?

"Terus?" bisik Gia.

"Giii, kamu masih di situ?" Suara Mamah menginterupsi. Gia pun meminta izin pada Mamahnya untuk mengakhiri sambungan telpon mereka.

"Suapin, Mbak. Sama aku nggak mau," kata Narti.

"Ya, sama Mbak Narti aja nggak mau, apalagi sama aku?"

Gia tidak menolak permintaan Narti. Hanya saja dia memprediksi bahwa Oma tidak-akan-mau-disuapi-oleh-dirinya.

Sudah jelas itu.

Agen Agan ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang