Gia mematut dirinya di cermin sebelum berangkat ke Tanah Abang. Setelah dirasa sudah siap dan cantik, gadis itu pun keluar kamar.
Begitu melewati meja makan, Gia dapat melihat Oma dan Narti ada di sana seperti biasa. Oma yang menyantap sarapannya dan Narti yang sedang menyiangi sayuran untuk dimasak nanti.
Gia merekah senyumnya, untuk Oma dan Narti.
"Oma, Mbak Narti, Gia berangkat, ya—"
"Duduk dulu," titah Oma dengan nada ketus seperti biasa. Walaupun kemarin menangis di depan Gia, Oma tetaplah Oma. Yang judes dan jutek abis ke Gia.
Gia menaikkan kedua alisnya.
"Ada apa, Oma?"
"Kamu nggak sarapan memangnya?" tanya Oma.
"Biasanya aku sarapan di sana, kok."
"Di sini aja," kata Oma dengan singkat. "Di luar itu, makanan belum tentu bersih dan higenis. Kamu ini 'kan lulusan perawat, masa gitu aja nggak tau."
Gia tersenyum tipis.
"Emangnya Oma sudi kalo aku makan di sini bareng Oma?"
"Sudi atau enggaknya, itu urusan aku!"
"Nanti kalo aku sakit perut gara-gara Oma nggak sudi, gimana, dong?"
Oma berdecak sebal karena gregetan, "duduk saja, Gia Osheana!"
"Oke, Oma. Makasih," Gia pun duduk setelah Oma benar-benar gemas terhadap argumennya. Gia pun mulai menyendokkan bubur ayam buatan Narti. Menu sarapan pagi ini.
"Makan Mbak Narti dan Oma," tawar Gia yang langsung diacungi jempol oleh Narti.
"Si Agan itu pacar kamu, ya?" tanya Oma tiba-tiba yang membuat Gia terbatuk-batuk.
"Maksud Oma?"
"Lah iya, Agan pacar kamu, bukan?"
Gia menatap Omanya. Tumben sekali Oma bertanya hal yang tidak penting seperti ini. Biasanya bertanya-tanya saja Oma ogah.
"Bukan, Oma. Aku nggak pacaran sama Agan."
"Beneran? Yang semalam itu apa kalau bukan pacaran?"
"Kita temenan, kok, Oma. No need to worry bout me or Agan," Gia memaksakan senyumnya. "Soal semalam, Agan lagi ada masalah terus aku suruh dia cerita ke aku. Sebagai teman,"
Oma menaikkan alisnya dan menjauhkan mangkuknya dari jangkauannya. "Terserah. Mau pacaran sama siapa juga bukan urusan aku, sih." kata Oma. "Kalau ternyata sama Agan, hm, terserah kamu, sih."
Gia tersenyum tipis dan lanjut memakan sarapannya.
"Cuma 'kan aku juga pernah muda, teman-teman-teman, ujung-ujungnya, ya, pacaran."
Oh, ternyata belum selesai. Oma masih membahasnya.
"Eh, lagian Agan tuh 'kan lebih muda dari kamu," sahut Oma, "emangnya nggak masalah umur kalian beda?"
"Omaaa, 'kan aku bilang kalo kita cuma temenan." Gia menghela napasnya. "Mau temenan sama siapa aja, umur nggak jadi masalah, kok."
"Wuih, jangan khawatir, Oma. Ibu dan Bapakku aja umurnya beda 10 tahun. Umur nggak jadi masalah kalau berjodoh, Oma." Narti malah menambahkan. Gia pasrah dan fokus pada makanannya.
"Jauh sekali," ujar Oma heran. "Itu Ibumu apa nggak kayak ngemong bocah?"
"Ya, enggak, Oma. Malah beruntungnya bapakku pemikirannya lebih dewasa dari Ibuku." cerita Narti lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Agen Agan
FanfictionDia bukan seorang raja ataupun seorang pangeran. Dia hanyalah seorang Agan. Pemuda penjaga sebuah agen yang pernah bermimpi menunggangi seekor kuda putih dan bertemu seorang gadis cantik yang disinyalir seorang putri. Namun ketika terbangun, yang...