Pagi itu, seperti biasa Syifa datang di sekolah paling pagi diantara teman-teman nya. Dia sengaja selalu bergegas pagi hari karena takut ketinggalan angkutan umum langganan nya yang biasa mengantar ke sekolah.
"Huh, lagi dan lagi ujian komputer," gumamnya pelan bermonolog sendiri.
Tiba di sekolah, dia segera menuju ruang kelas. Dia duduk di bangku nomor 3 dari depan demi menghindari pengawasan dari guru yang mengawasi selama ujian berlangsung. Saat ini Syifa tengah duduk di bangku kelas 3 SMP. Selama ujian berlangsung memang kerap membuat Syifa selalu dipenuhi keseriusan dalam belajar. Walaupun ini masih bukan ujian akhir sekolah.
"Hai, si paling rajin," sapa salah seorang teman Syifa. Beka, dia salah satu siswi yang pandai di kelas.
Syifa membalas nya dengan senyuman getir. "Hai, Bek. Selamat pagi." Lalu kemudian Syifa kembali menundukkan kepala dengan membolak balikkan setiap halaman buku yang sejak tadi dia geluti.
"Udah, santai aja. Jangan serius gitu akh, jelek itu muka dilipat begitu."
Syifa menghela napas panjang lalu menempelkan pipi kanan nya di atas buku yang sejak tadi dia buka setiap halaman nya namun, tidak satupun materi masuk dalam otaknya. “Ini sungguh menyebalkan. Kau tau, Bek. Kita minim di pelajaran komputer, sekolah kita selalu kekurangan guru komputer. Malah hampir kita tidak pernah memegang komputer secara langsung. Sebentar lagi kita sudah lulus, kan?”
Beka yang sejak tadi mendengar keluhan yang di ocehkan teman dekat nya itu terdiam sejenak. “Sabar, Sayang. Aku akan membantumu menjawab semua soal ujian komputer kali ini,” ucap Beka mencoba menenangkan.
“Memangnya kamu sudah ahli?” tanya Syifa dengan wajah penuh harap bahwa teman dekatnya itu akan benar-benar mampu menolongnya. Syifa sendiri selalu mendapat nilai minus di mata pelajaran ilmu komputer. Dalam pikiran Syifa, sebentar lagi dia akan masuk SMA. Dia akan menjadi salah satu siswi paling memalukan saat dia tidak mengerti cara mengoperasikan layar komputer dan bagian-bagianya.
Sekolah SMP yang selama hampir 3 tahun terakhir ini di jelajahi Syifa memang kerap sekali kekurangan guru Ilmu Komputer. Lantaran kurangnya guru yang memiliki lulusan pendidikan sarjana komputer saat itu di desa kebanggaan dimana Syifa dilahirkan.
“Hmm… Makanya, beli hp dong. Jadi nggak bakalan ketinggalan info grup geng kita.” Beka masih berusaha menenangkan Syifa walaupun dengan tudingan yang menyudutkan Syifa.
Syifa memelototi nya. Membuat Beka nyengir ala kuda, “Ups… Sorry, Sayang. Belum dibolehin ya, sama ortu?”
Kemudian Syifa menunduk lesu kembali dengan bibir sedikit mengerucut. Jelang beberapa menit kemudian bel berbunyi, semua siswa siswi berhamburan masuk ke dalam kelas dan duduk di bangku masing-masing disusul oleh pak Ferdi, pengawas ujian kali ini.
“Selamat pagi, anak-anak. Sudah belajar untuk ujian komputer hari ini?” ucapan pak Ferdi menyapa dengan senyuman khas nya.
“Sudah, Pak. Tapi percuma, kita hampir tidak pernah mendapatkan guru yang bisa mengajar ilmu komputer. Bahkan pelulusan sudah di depan mata,” celetuk salah seorang siswa yang memang dia terkenal paling berani berbicara.
“Tenang, anak-anak. Minggu depan, usai ujian kali ini kalian sudah akan mendapatkan guru komputer.”
“Ah, jawaban yang sama!” sahut salah satu dari siswa yang lain.
“Hmm, kalian para siswi akan semakin rajin dan tidak sabar ingin belajar karena guru komputer kali ini masih single. Dia sangat tampan dan muda.”
Seketika seluruh siswi bersorak kegirangan terkecuali Syifa. Dia hanya duduk dengan memutar bola matanya mengitari sebagian teman-teman wanita nya yang kegirangan mendengar hal itu.
***
Dan benar saja. Hari yang dinantikan seluruh murid khususnya kelas 3 SMP tiba. Tak hanya itu, beberapa dari kelas lain begitu semangat mendengar berita sekolah itu akan kedatangan guru tampan dan masih muda terlebih masih single tentu akan membuat seluruh murid lebih semangat belajar nantinya. Di masa pubertas ini tentu mereka wajar saja memiliki rasa itu kan?
Syifa sedang berjalan bersama Beka dan ketiga teman lain nya menuju kantin sekolah. Dan disana terdengar suara bapak penjaga kantin yang sudah tidak heran lagi ketika berbicara penuh penekanan nada bak berpuisi proklamasi itu sedang duduk melingkar dengan beberapa siswi salah satu meja kosong.
Syifa memperhatikan sekilas punggung seorang lelaki bertubuh tinggi tegap, rambut gondrong hingga menutupi daun telinga nya. Dari kejauhan Syifa memperhatikan sambil berjalan, lelaki itu mengenakan kemeja putih dengan lengan yang digulung dipadukan celana hitam dan sepatu pantofel.
Syifa kesandung kaki meja yang dilewatinya barusan. Dia mengaduh menahan nyeri di jemari kalinya.
“Tuh, kan. Syifa saja terpesona hanya melihat pak Didin dari belakang. Dia memang bersinar bagai matahari di siang ini.”
Syifa seketika menoleh tajam ke arah suara yang jelas sangat dia kenali. Bapak penjaga kantin sekolah yang kerap menggoda nya, namun dia juga sangat baik dan selalu memanjakan Syifa seperti anak nya sendiri.
“Siapa pak Didin itu?” tanya Beka penasaran. Disusul oleh ketiga teman nya yang lain hampir bersamaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jarak
RomanceHari-hari Syifa yang selalu menyenangkan di sekolah berubah menjadi jungkir balik sejak rasa yang tidak pernah dia bayangkan akan jatuh pada seorang guru komputer di sekolah nya. Guru killer yang membuat Syifa naik darah setiap harinya berubah menja...