11. Cinta Pertama

174 28 62
                                        

"Bukankah kamu mengucapkannya di depan Ibu kamu sendiri tadi, hm,"

"Yang mana, Dit," umpat Zalya yang kini mulai menyandarkan kepalanya pada dinding kursi.

"Kamu bilang, aku adalah pacar kamu," ucap Aditya yang seketika membuat kedua pipi gadis itu merah merona.

"Itu hanya ...."

"Gak usah ngelak, lagian aku juga gak akan keberatan kalo semisal beneran jadi pacar kamu," ucap Aditya yang sedari tadi menatap hangat gadis yang duduk di sebelahnya.

Mereka terbelenggu dalam sebuah tatapan yang amat memesona, hanya membutuhkan beberapa senti untuk mendekatkan dua hidung yang akan saling beradu. Menciptakan dunia baru dalam hati masing-masing, mereka merasakan getaran aneh yang mengalir di tiap detak jantungnya. Menyadari bahwa mereka terjebak dalam jaringan cinta yang tak terlihat.

***

"Tugasnya tinggal satu soal lagi, habis ini, gue langsung anterin lo pulang, ya," ucap Roy, pada Clara yang tengah sibuk mengerjakan tugas, di Cafe sore itu.

"Katanya mau latihan basket dulu, gue mau, kok, temenin lo latihan basket," ujar Clara dengan penuh semangat.

"Latihannya gak jadi sore ini, mungkin besok, karena gue mau ke rumah Zalya," ucap Roy, tentu membuat si gadis berambut pirang merasa geram. Bagaimana lelaki yang ia cintai, lebih memprioritaskan wanita lain selain dirinya. Bahkan Roy rela meninggalkan hobinya bermain basket demi Zalya— sahabat masa kecilnya.

"Entah sampai kapan, lo akan seperti ini terus, Roy, lo bahkan gak bisa membedakan mana sahabat dan mana orang spesial," keluh Clara pada lelakinya tersebut.

"Hari ini gue merasa bersalah sama Zalya, gue sudah membiarkan dia pulang sendirian, dan gue baru inget, dia minta gue buat bantu dia menerjemahkan bukunya," ujar Roy sembari membereskan alat tulisnya, memasukannya kembali ke dalam ranselnya.

"Dan lo sama sekali tidak pernah merasa bersalah sama cewek lo sendiri, lo mungkin gak sadar, sudah banyak membuat gue terluka, Roy," ucap Clara, wajahnya terlihat penuh kekecewaan sekaligus kemarahan yang ia pendam.

"Bersikap dewasa, Ra, gue sama Zalya hanya sekedar sahabat, keluarganya sudah mempercayakan semuanya pada gue, untuk selalu menjaga gadis itu. Dan lo, satu-satunya cewek yang bisa gue miliki, bukan Zalya," tegas Roy yang sekarang telah berdiri dari duduknya.

"Kita pulang sekarang!" Final Roy, lelaki itu keluar dari Cafe, menuju parkiran tempat motornya disimpan. Tanpa ada pilihan lain, Clara membuntuti Roy dan kali ini ia berusaha untuk mempercayai ucapan Roy barusan. Namun, tetap saja di hatinya masih mengganjal, perempuan mana yang rela lelakinya lebih dekat dengan perempuan lain ketimbang dirinya.

Keduanya pun pulang, menuju rumah Clara, gadis bersurai pirang itu masih menggerutu— kesal terhadap sikap Roy yang selalu membuatnya geram. Lelaki si bermata elang tersebut, nyatanya lebih memprioritaskan sahabatnya, ketimbang seseorang yang disebut orang spesial.

"Sudah nyampe, biar gue yang jemput kamu besok, ya, sayang," ucap Roy sembari membantu Clara melepas helmnya. Namun, gadis itu hanya tersenyum singkat, kemudian melenggang pergi, memasuki rumahnya dengan perasaan kecewa sekaligus penuh amarah.

Sementara Roy, lelaki itu melesat pergi ke arah rumah Zalya, mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi. Berharap Zalya tidak kecewa atas keterlambatannya. Ia pun sampai di halaman rumah Zalya, dan mendapati Fania yang tengah menyirami tanaman.

Ellezalya ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang