“Sukma Rindu Pratiwi?”
Rindu mengalihkan pandangan dari spanduk pada laki-laki di belakang meja pendaftaran. Dari tadi gadis itu memilih membaca tulisan ‘Discover Your Passion, A Seminar 2016’ dan daftar nama-nama pembicara dalam spanduk berulang-ulang, daripada merasakan wajahnya menghangat setiap menatap laki-laki tadi. Namun, tidak balas menatap ketika disapa tentulah bukan tindakan yang sopan. Apalagi Kakak Mahasiswa di depannya ini Rindu duga enam atau delapan tahun jauh lebih tua.
Setelah mengangguk-angguk, tubuhnya bergoyang ke kiri dan kanan pelan dan kedua tangannya bertaut di belakang. Bibir mungilnya melengkungkan senyum, termanis yang dia pikir dia bisa lakukan. Namun, lelaki di hadapannya malah menggeleng samar saat melihatnya. Setelah bertanya, lelaki itu kembali membuka lembar kehadiran dan mencari nama tadi.
Sambil menelusuri nama demi nama menggunakan telunjuk, tangan kirinya berkali-kali menyugar rambut dan menyingkirkan butiran keringat dari dahi dan leher. Semua itu tak lepas dari pandangan Rindu.
Tag nama yang dikalungkan terhalang meja, tapi Rindu sempat mendengar panitia lain memanggilnya Sa.
Bisa saja Satria, atau Sakti, atau Sahil, Salman, Sarif, Salam, Sauqi, atau Sa siapa, ya?
Di dalam hatinya Rindu terus bertanya-tanya. Dia ingin bertanya, tapi sedikit gentar. Salah seorang temannya bilang kalau mahasiswa menganggap cewek SMA seperti dirinya itu sebagai pengganggu. Entahlah mengganggu seperti apa, Rindu tidak merasa. Namun, supaya aman gadis itu segan bertanya urusan nama.
“Itu, Kak.”
Rindu ikut menunjuk daftar nama beberapa baris yang bahkan belum laki-laki itu telusuri, membuat kedua tangan mereka berantuk.
“Eh, maaf, Kak.”
Cepat-cepat Rindu menyembunyikan kembali tangannya di belakang punggung sambil menyeringai sampai matanya tipis menghilang karena panitia di belakang meja itu menatapnya sambil merengut tanpa bicara apa-apa.
Laki-laki itu menulis sesuatu di atas kertas lalu sedikit merunduk ke kolong meja sebelum menyimpan berbagai benda di hadapan mereka berdua. Name tag, pulpen, lembar kegiatan, dan selembar kertas seukuran kartu nama.
“Pastiin jangan ada yang hilang, terutama ini.” Lelaki itu menunjuk lembar kertas. “Kalau gak mau kelaparan nanti siang. Ngerti?” Tatapannya masih saja mengunci pada mata Rindu yang malah berlarian ke sana kemari.
Lagi-lagi Rindu hanya mengangguk. Satu per satu barang tadi dia kutip dan memasukkannya ke dalam tas selempang, sedangkan name tag segera saja dia kalungkan di leher. Rindu melakukannya secepat mungkin karena tatapan tajam panitia di hadapannya.
Sejak memasuki ruangan pendaftaran ulang, wajah itu yang pertama Rindu lihat, berkilauan seolah memanggil Rindu untuk melakukan registrasi di hadapannya walau ada beberapa anak lain yang sedang berada di sana. Padahal, ada dua meja registrasi lain yang kosong di kiri dan kanan meja lelaki itu. Wajahnya sungguh bersih tanpa jerawat, bekas luka, atau pun debu. Tidak seperti teman-teman sekelas Rindu, apalagi anak-anak yang kerap duduk-duduk dan memanggil-manggil Rindu di gerbang jalan perumahan. Bibir mahasiswa itu sesekali membentuk senyum tipis. Sesekali tertawa saat berbincang dengan panitia lain yang menyapa. Selebihnya lelaki itu terlihat merengut, tapi entah kenapa pandangan Rindu terpaku terhadapnya.
Rindu tidak menyesal harus mengantri empat orang untuk registrasi. Lelah kakinya terbayar saat bisa melihat Kakak Panitia itu lebih dekat. Walau berada dengan jarak seperti ini membuat wajahnya menghangat dan jantungnya berdetak riuh di dalam.
Karena terburu-buru, lanyard panjang itu menyangkut pada rambutnya yang ikal. “Aduh, sakit.”
Semakin Rindu menariknya semakin kepalanya berdenyut-denyut. Ritme jantungnya naik bertahap dan air mulai bergelayut di pelupuk mata. Apalagi saat melihat laki-laki di depannya menatap dengan wajah ditekuk, sambil bersedekap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jiwa Merindu
RomanceRindu kembali setelah melarikan diri. Tiga tahun sudah dia menyepi tanpa melibatkan seorang pun yang mengenalnya. Saat memutuskan untuk pulang, satu persatu masa lalunya kembali dan menampar tanpa ampun. *di KBM app sudah sampai part 21