Delapan tahun kemudian, tampak dua anak kecil berlari di taman rumah sakit. Bocah perempuan itu tampak marah dengan sang bocah laki-laki dan mengejarnya sambil terus mendumel.
"Azki, balikin jepit rambut Kana, atau gak Kana bakal aduin Azki ke mama" Teriak bocah perempuan itu.
"Aduin aja, Kana duluan yang nyembunyiin kuas lukis Azki" Bocah laki-laki itu melirik ke belakang dan meletakkan lidahnya pada Kana.
Bruk... Auchh
Azki tidak sengaja bertabrakan dengan seorang laki-laki. Melihat Azki yang terjatuh, Kana langsung membantu Azki berdiri. Ia juga meminta maaf pada orang yang ditabrak Azki.
"Maaf ya Om, Azki gak sengaja nabrak Om" Ucap Kana sopan pada pria yang ditabrak adik kembarnya itu.
Pria yang ditabrak Azki diam mematung melihat dua anak kecil itu, ia seperti melihat duplikat dirinya saat kecil, benar-benar sangat mirip.
"Halo Om? Om gapapa? Ada yang sakit? Kalau ada yang sakit ayo Kana antar Om periksa ke Bunda, Bunda Kana dokter di sini" celoteh Kana saat tak mendapat respon apapun dari pria itu.
"Boleh antar Om menemui Bunda kalian, Om mau bicara" Ucap pria itu, ia penasaran siapa orang tua dari anak yang memiliki wajah yang sangat mirip dengan wajahnya saat kecil dulu.
"Ayo Om" Ucap Kana, ia menggandeng Azki yang tampak takut. Ia takut bundanya akan memarahinya karena tidak sengaja menabrak pria itu.
Kana dan Azki berjalan memandu pria itu ke ruangan bundanya. Sampai di depan ruangan Bundanya, Kana mengajak pria itu masuk. Namun lagi-lagi pria itu mematung, ia menatap papan nama di depan pintu ruangan, jantungnya berdegup kencang.
"Aluna Gabriela" degh Pria itu memegang dadanya, napasnya tercekat, ia kesulitan untuk bernafas karena syok mengetahui bahwa orang yang selama ini di carinya ada di sini.
Azki dan Kana yang melihat pria itu memegang dadanya menjadi sangat panik karena takut pria itu mengalami serangan jantung. Kana membukakan pintu, bersama Azki ia menuntun pria itu masuk ke dalam ruangan bundanya.
"Azki, Kana, keributan apa lagi yang kalian lakukan" Suara lembut seorang perempuan mengalun memasuki indranya, suara yang selalu ia rindukan. Perempuan itu berbalik melihat ke arah Azka dan Kana yang tak menyahuti ucapannya.
"Luna" Panggil pria itu dengan suara bergetar, ia menangis dan berjalan menghampiri Perempuan yang dipanggilnya Luna itu. Perempuan yang mati-matian ia cari selama delapan tahun. Ia bersimpuh dan menangis di hadapan Luna, Azki dan Kana menjadi semakin heran melihat pria itu.
Luna terkejut, lelaki yang selama ini mati-matian ia hindari bersimpuh sambil menangis di hadapannya. Tubuhnya gemetar takut kembali mengingat hari yang merubah hidupnya. Karena lelaki di depannya itu ia harus membuang kenangan masa sekolahnya.
"Pergi" Usir Luna.
"Luna, aku minta maaf, maaf saat itu aku kalut, aku sungguh menyesali perbuatanku saat itu, hiks tolong maafkan aku" Pria itu menangis bersimpuh sambil memohon.
Tak ingin membuat Azki dan Kana kebingungan dengan sikap pria itu, Luna menghampiri kedua anaknya dan memeluknya "Azki, Kana, bunda mau bicara dulu ya sama Om ini, setelah bunda selesai bicara kita makan siang bersama" Ucap Luna sambil mengusap kepala anak kembarnya itu.
"Oke bunda" jawab Azki dan Kana kompak. Kemudian keluar dari ruangan itu.
"Hahhh hentikan tangisanmu, sampai kapanpun aku tidak akan memaafkan kamu, permintaan maaf darimu tidak akan mengembalikan keadaan seperti sediakala, permintaan maaf darimu tidak akan menghapus hinaan dan cercaan yang aku terima, jadi berhentilah menangis Aska" Ucap Luna.