“Bagas harus makan yang banyak ya, biar belajar nya fokus, supaya nilai ujian kamu bagus dan bisa masuk SMA terbaik” ucap ibuku sambil meletakkan sepotong ayam goreng di piring putra bungsu nya.
“Alina juga minum susu nya biar kamu sehat dan cepat lulus kuliah” senyum ibu pada putri sulung nya.
“Aruna pulang sekolah jangan lupa ambilin karpet yang ibu laundry di tempat biasa ya. Oh iya itu roti hari ini expired kamu abisin aja sambil jalan ke sekolah”
“iya bu.”
“Hmm.. Ayah, ibu, sebentar lagi kan Runa lulus sekolah, boleh gak Runa daftar kuliah?” Ucapku ragu namun aku berusaha memberanikan diri mengutarakan maksud hatiku.
“Runa, kamu kan tau kakak kamu masih kuliah, dan adik kamu juga mau masuk SMA. Ayah dan ibu butuh biaya banyak, mau jadi apa kalo kamu juga ikutan kuliah” Jawab ibuku dengan nada kesal
“nak, ditunda dulu ya kuliah nya, biar kakakmu selesai dulu, ayah janji setelah kakak kamu selesai kuliah kamu boleh lanjutin pendidikan kamu” ayah coba memberiku pemahaman dengan nada yang lebih halus.
Hidup dalam keluarga sederhana dimana ayahku adalah seorang karyawan swasta dan ibuku hanyalah ibu rumah tangga yang sesekali menerima pesanan kue membuat aku terbiasa dituntut untuk mengerti keadaan sekitarku.
“kalo Runa dapat beasiswa apa Runa boleh kuliah yah?”
“ya terserah, tapi kalo ada biaya buku dan lain-lain diluar beasiswa kamu, ibu gak bisa kasih!”
“beli baju, tas, sepatu, dan yang lain juga jangan harap ibu kasih!” sambung ibuku
“gak masalah bu. Lagian juga selama ini Runa selalu dapet bekasan kak Alina” batinku
“boleh ya yah, Runa janji gak akan nyusahin ayah dan ibu” .
“yaudah boleh, tapi kamu harus bisa tanggung jawab sama pilihan kamu ya”
“makasih yah”
Senyum menghiasi pagiku karena aku berhasil meyakinkan ayah jika aku mampu kuliah tanpa menyusahkan mereka.
Seperti biasa, aku berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki karena memang jarak sekolah yang tak begitu jauh dari rumahku.
Saat sedang asik berjalan sambil mendengarkan mp3 player kesayanganku, terdengar suara motor sport berhenti tepat di samping ku.
“Pagi cantik” sapa Narendra dengan senyum manis dibibirnya.
Narendra Bagaskara. Pria tampan yang memiliki ketertarikan dengan dunia musik dan olahraga.
Narendra adalah pacarku sejak kelas satu SMA. Hubungan kami bisa dibilang sangat baik karena aku merasa Narend adalah satu-satunya orang yang bisa mengerti bagaimana keadaan dan perasaanku begitupun sebaliknya, katanya aku banyak membawa pengaruh positif untuk Narendra karena semenjak dekat denganku Narendra jadi semakin suka belajar.
“Narend. Aku kira kamu udah sampe sekolah”
“tadi udah setengah jalan aku balik lagi karena bekal untuk makan siang kamu dari mama ketinggalan”
“mama kamu kenapa repot-repot banget sih hampir setiap hari kirimin aku makanan? Aku jadi ngerasa gak enak Narend”
Hampir setiap hari ibu Narendra menitipkan bekal makan siang untukku. Kata Narendra ibunya sangat menyukaiku karena dirasa membawa dampak positif untuk putranya terutama dalam bidang akademik karena bisa dibilang aku adalah gadis yang lumayan pintar dan selalu mendapat juara kelas.
“Mau sampai kapan kamu berdiri disitu? Ayo naik nanti keburu gerbang sekolah ditutup sama mang ojos” Narendra meminta Aruna naik ke motornya dan mereka bergegas menuju sekolah karena ternyata bel akan berbunyi sepuluh menit lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Anak Tengah
FanfictionJadi anak tengah itu gak mudah, walau gak semua anak tengah ngerasain kasih sayang yang gak adil, tapi faktanya aku merasakan itu. Sekeras apapun aku berusaha, pada akhirnya itu gak akan pernah cukup untuk ayah dan ibuku. Beginilah anak tengah, di...