Kau bagai satu tetes air dalam samudra.
Adakalahnya mungkin tidak ada yang benar-benar memahami. Jadi cobalah berdamai dengan hal-hal yang tidak bisa diubah.
Ikhlaskan yang terjadi sesuai lukisannya. Mari melanjutkan kisah dengan versi terbaik.
Katanya takdir indah telah disiapkan semesta kelak.Lagi, kata penenang untuk para atma yang tak lagi memiliki gairah.
Sekadar meyakinkan meski terkesan kejam. Sedikit pacuan meski terdengar memaksakan. Sugesti keharusan yang ujungnya masih sering terulang.Tidak ada kata menyerah sebagai pilihan.
Bahkan lebih tepatnya, satu jalan dengan segala terjal. Anehnya masih tertawa meski tahu tidak benar-benar berlari.
Memanipulasi diri demi kewarasan. Bodoh, ucapku pada pantulan bayangan diri.Atma mu kian merapuh, api semangatmu tidak lagi utuh. Sudah berpuluh putaran jam dinding bahkan ratusan langkah dengan segala luka penghiasnya.
Namun, tidak ada yang benar-benar kau ubah.
Tidak ada satu pun kelopak bunga dalam genggaman.Lantas apa inginmu wahai diri?
Terlalu payah jika dibandingkan. Terlalu abu untuk sebuah arti putih dan hitam yang sesungguhnya.Diri, bisakah sedikit egois kali ini?
Ucapku kesekian dengan iringan suara parau.
Jadi siapakah yang patut disalahkan? Kau atau takdir yang tidak bernurani???Jakarta, 15 Mei 2024
By:ligynn_
KAMU SEDANG MEMBACA
SURAT KECIL UNTUK DIRI
PoesíaLagi, kata penenang untuk para atma yang tak lagi memiliki gairah. Sekadar meyakinkan meski terkesan kejam. Sedikit pacuan meski terdengar memaksakan. Sugesti keharusan yang ujungnya masih sering terulang.