Door To Door.

11 0 0
                                    

Sangkara Dwi Mangkuseno

Sangkara namanya. Berperawakan tinggi semampai, dengan rambut hitam pekat, terlihat menawan dengan bekas goresan benda tajam di pipinya. Menyukai semua yang dilakukannya untuk membuat hatinya puas, salah satunya sekarang ini, Sangkara yang malang sedang berkutat dengan tangannya yang berkali-kali ia sundut menggunakan ujung sigaret yang menyala panas.

Bibirnya sesekali meringis, ia menikmati perih pada kulit lengannya yang terbakar sedikit demi sedikit. Sungguh, siapa sangka Sangkara adalah orang bernasib baik yang menyia-nyiakan hidupnya dengan melakukan kejahatan kepada dirinya sendiri kerap setiap hari. Naif, manusia seperti Sangkara tidak layak melakukan ini semua, bukan?

Ia hidup bahagia bersama keluarga kecilnya, Ayah, Ibu, dan Kakak perempuannya yang baik hati. Tetapi apakah benar Sangkara hidup bahagia? Seharusnya Sangkara tidak melakukan ini semua kalau dia bahagia, seharusnya Sangkara bisa lebih menyayangi dirinya sendiri kalau dia bahagia, seharusnya Sangkara tidak berusaha membunuh perlahan raga yang menemaninya bertahun-tahun lamanya.

Tetapi Sangkara hebat, ia berhasil mempertahankan oksigen untuk tetap mengalir pada saluran pernafasannya selama 20 tahun. Ia bertahan selama itu, melawan semua rasa takutnya seorang diri. Sampai pada akhirnya, Sangkara tidak kuat lagi menahan semuanya sendiri, terlalu banyak luka yang sesegera mungkin ingin ia hilangkan tanpa menunggu luka itu sembuh terlebih dahulu. Caranya bagaimana? Tentu saja menambahkan lebih banyak luka baru.

Sesekali Sangkara hisap benda bersumbu panas itu, lantas membiarkan asapnya membumbung tinggi mengudara memenuhi ruang tidurnya. Membiarkan lengannya total melepuh karena ulahnya sendiri. Sangkara tersenyum miris, rasa sakitnya nikmat sekali, bisa menggantikan luka dihatinya sesaat.

Sangkara hanya bisa berharap luka hatinya akan berkurang dengan ia melukai fisiknya sendiri, membiarkan fisiknya rusak penuh goresan ataupun bekas-bekas menjijikkan yang terpatri dan Sangkara biarkan abadi. Sangkara menyukainya, ketika tubuhnya merasakan sakit yang teramat. Sangkara merasa luka hatinya teralihkan beberapa saat.

Dan Sangkara akan menunggu waktu dimana seluruh tubuhnya sudah terpenuhi luka-luka memuakkan yang sialnya Sangkara sendiri menyukainya.



Bumi Elang Chandrawira.

Bumi itu sempurna. Semua insan di dunia ini memujanya. Pun cakrawala, tunduk pada Bumi-nya. Setiap Bumi melangkahkan kakinya, makhluk lain seakan memohon pengampunan kepada dirinya sendiri, karena telah lahir di atas tanah dimana Bumi dilahirkan jua. Mereka merasa tidak setara dengan Bumi sang pemilik kata sempurna, mereka merasa harus menjaga jarak sejauh mungkin dari Bumi Elang Chandrawira.

Bumi memiliki segalanya yang ia mau. Harta, tahta, benda, keluarga, pasangan, seluruh cinta dan kasih sayang, Bumi mendapatkannya dengan mudah. Bumi hidup bermegah-megahan, bergelimang harta perhiasan, semuanya bisa Bumi bayar dengan uang. Hanya satu yang mustahil Bumi dapatkan; Keluar dari lingkar kehidupannya sekarang ini.

Ia membenci ketika dirinya menjadi pusat dunia, benci ketika semua orang memberi tatapan memuja kepadanya, ia muak terkungkung dalam lingkupnya sendiri, ia ingin bebas. Bebas berpergian tanpa adanya interupsi dari manusia-manusia menjengkelkan, bebas melakukan sesuatu yang ia inginkan tanpa memikirkan pandangan orang lain terhadapnya.

Dan tentunya Bumi akan menunggu pergantian tahun berikutnya, menunggu usianya genap 30 tahun, sungguh, ia menantikan ini semua setengah mati. Karena tahun depan dimana usianya menyentuh kepala tiga untuk pertama kalinya, Bumi Elang Chandrawira akan bebas berpetualang mencari jadi dirinya.

-

See u on the next chapter. Lavyaa :3


BUMIKARA : Believe the scars around me.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang