1. Mereka para pendusta

252 24 3
                                    

Vote dan komen~

Hari terasa membosankan seperti biasanya. Pelajaran sejarah adalah hal yang lebih mematikan dari pada obat tidur. Pikiran buruk mulai merayap memenuhi otak, otomatis hatinya berteriak untuk mencegah. Namun, tampaknya suara hatinya terlalu lemah untuk dirinya yang sudah diberi predikat anak nakal oleh guru BK.

Tangannya mulai terangkat, guru sejarah yang tengah mengajar tentu saja langsung menarik perhatiannya pada salah satu muridnya itu.

"Ada apa Biru? "

Senyum mulai terbit pada pemuda bernama Biru, berteriak dalam hati karena rencana liciknya mulai berjalan.

"Saya ingin izin ke kamar mandi. "
Dengan nada yang meyakinkan serta guratan memohon. Guru sejarah di depan sana percaya pada dusta dari muridnya. Maka ia mempersilahkan murid kesayangan guru BK itu untuk keluar dari kelas. Tidak mengetahui maksud lain dari sang murid.

Sementara Biru langsung secepat kilat keluar dari kelas. Sebelumnya ia sempat mengedipkan mata pada salah satu temannya, untuk memberikan isyarat.

Siang hari yang terik memang lebih menyenangkan jika menyeruput es jeruk, dan memakan soto ayam, daripada mendekam di dalam kelas sambil mengingat kejadian masa lampau.

Biru dan temanya bernama Elang, tengah duduk bersantai di depan warung soto nenek Anjani. Warung langganan Biru, rasa soto yang enak dan harga terjangkau adalah alasan kuat mengapa Biru menjadikan tempat ini sebagai pelarian ketika lapar.

Sayangnya warung ini terkesan sepi untuk harga dan rasa. Nenek Anjani pun sudah berulangkali mengeluh tentang pelanggan yang dapat di hitung dengan jari setiap harinya.

"Nek, Biru mau tambah nasi. " Mungkin hanya Biru pelanggan setia milik nenek Anjani.

Biru kembali duduk setelah mendapatkan nasi dalam mangkuknya. Dirinya menatap sekeliling sambil mengunyah krupuk.

"Kenapa ya, warung Nek Anjani sepi? Padahal makanannya enak-enak. " Tanya Biru. Elang yang tengah meminum es jeruknya mulai angkat bicara. "Namanya juga bisnis Ru, banyak pesaingnya. Selera orang juga beda-beda. Lihat aja warung sebelah, harganya mahal, rasanya kurang banyak juga yang beli. " Biru mengangguk beberapa kali, menyetujui ucapan Elang.

"Ayo balik Ru, nanti ketauhan bu guru bisa dihajar kamu. " Elang bangkit berdiri, diikuti Biru. Setelah membayar makanan, mereka segera melesat kembali menuju sekolah.

Jarak warung dan sekolah tidak jauh. Sehingga mereka berhasil sampai di kelas, tepat ketika jam istirahat berbunyi.

Namun, tampaknya nasib baik tidak berpihak kepada mereka. Saat di depan kelas, Biru dan Elang sudah dihadang oleh guru kesayangan mereka Bu Nirma, yang tengah memandang mereka dengan tatapan tajam.

"Biru! Elang! Ke ruang Bk sekarang!"

Itu adalah akhir untuk Biru dan Elang setelah ketahuan membolos hari ini. Mereka di hukum untuk membersihkan kamar mandi selama satu minggu.

...

Sore hari mulai datang, angin sejuk menerpa rambutnya lembut. Lampu-lampu jalanan menyala secara bergantian, para pencari nafkah perlahan-lahan berdatangan.

Biru sejak pulang dari sekolah duduk sendirian di bangku taman. Enggan pulang karena bosan dengan kesendirian. Matanya sedari tadi tidak lepas dari orang-orang yang tengah berbahagia.

Senyum mereka memberikan perasaan senang tersendiri pada Biru.

Setiap sore hari, di taman kota. Biru akan melihat aktivitas bahagia keluarganya. Setidaknya, sebelum kenyataan menghantam, mereka pernah berbagi kasih.

Biru tidak pernah bosan duduk di sini. Memantau betapa hangatnya keluarga baru milik sang Mama, melihat keseruan Papa dan anak angkatnya, serta menatap senyuman Kakaknya bersama teman-temannya.

Penghalang besar sangat ketara dalam kehidupan mereka. Biru sendiri di sini dengan segala luka, sementara mereka di sana dengan kehangatan.

Biru tidak memiliki siapapun di sampingnya. Ia tinggal sendiri di rumah lama yang sebelumnya menjadi saksi bisu kisah keluarganya. Kakaknya pun enggan menemaninya dalam kesendirian.

Kakaknya berdalih jika hidupnya terlalu hancur hanya untuk mengingat masa lalu. Hingga ia memulai lagi hidup baru, tanpa ingin menengok pada kenangan yang dulu. Tanpa mengingat jika adiknya juga diliputi kesedihan yang sama.

Biru sendiri di sini tanpa teman. Elang, bukanlah pilihan yang tepat untuk di sebut sebagai teman sejati. Biru pernah mendengarnya sendiri, jika Elang tidak sungguh-sungguh dalam berteman. Ia hanya ingin mempermainkannya. Hanya tinggal menunggu waktu, ketika Elang menunjukan dirinya yang sebenarnya.

Biru sendiri, diam merenung di balik kegelapan.

Mama, Papa, dan Kakak adalah orang tersayang yang suka menyuarakan kebohongan.

...

Ini BIRU ARDIAN

NATAY sengaja untuk menyamakan nama karakter dengan cerita sebelumnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


NATAY sengaja untuk menyamakan nama karakter dengan cerita sebelumnya.

...

Alasan Natay mengubah cerita Biru Laut menjadi Untuk Biru.

1. Awalnya Natay cuma iseng-iseng aja, menyebabkan kebingungan di beberapa chapter Biru laut.

2. Natay belum selesain cerita pertama Natay, dan buru-buru pindah ke cerita Biru laut. Itu keputusan paling buruk.

3. Natay sering sibuk dan malas. Beberapa kali terkena writer block.

4. Pengen fokus sama satu cerita terlebih dahulu.

Yah jadi begitulah. Maafkan Natay semuanya. Gara-gara sok sokan buat dua cerita sekaligus, Natay malah bingung dan hilang ide 🥺🥺

Jadi cerita ini akan di lanjut ketika Look At Me udah tamat.

UNTUK BIRUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang