Oma, Gia, Narti dan Agan telah sampai di rumah lagi pada pukul 3 sore. Setelah Agan mendapat kabar dari Tiara, saat itu juga Oma minta pulang karena sudah sore.
"Makasih, ya, Agan udah mau jadi supirku seharian ini." ucap Oma begitu mereka semua keluar dari dalam mobil.
"Hehe, iya Oma. Agan juga makasih," balas Agan dengan sopan.
"Ya udah, aku mau masuk dulu." Oma pun masuk ke rumah, diikuti oleh Narti juga.
Agan buru-buru naik ke motor dan ingin sekali segera pulang. Gia hanya menyaksikan kekasihnya grasak-grusuk itu seraya mengeluarkan motor dari halaman rumah.
"Agan, aku ikut, ya?"
Agan menatap Gia dengan teduh. Tangan kirinya terangkat untuk mengelus rahang Gia. "Besok aja, ya, Mbak ke rumahnya kalo kondisi rumah udah oke. Agan juga belom beres-beres rumah. Nggak enak kalo Mbak Gia bertamu tapi rumah masih berantakan." jelas Agan dengan lembut.
Ia mencoba memberi pengertian untuk Gia. Beruntungnya, Gia bukan orang yang pemaksa.
"Tapi, kalian baik-baik aja, kan?" tanya Gia. Tangan kanannya juga menyentuh punggung tangan kiri Agan yang masih menyangkut di rahangnya.
"Baik, mudah-mudahan baik. Makanya Agan mau pulang dulu, ya."
"Iya, nanti telfon aku kalo misal ada apa-apa, ya."
"Siap, Mbak geulis. Agan pamit dulu,"
"Hm, hati-hati, Gan."
@@@
Saat Agan sampai di rumahnya. Benar aja. Rumah sudah ramai dengan beberapa tetangga yang berdiri di depan rumahnya. Mereka saling berbisik. Tidak tahu bisik-bisik tentang apa tapi yang pasti ini tentang Abahnya.Agan memakirkan motor secara sembarang dan buru-buru lari ke dalam rumah.
"Eh Gan, bapak lu..." Tetangganya yang lagi berdiri di ambang pintu menggumam.
"Kenapa?" tanya Agan.
Begitu ia sukses masuk ke dalam, Abah sedang duduk di kursi ruang tamu. Terpekur bersama lebam-lebam di wajahnya. Tiara di sampingnya tampak menangis sambil mengobati Abah.
"Abah kenapa?" tanyanya yang langsung duduk di kursi kosong. Gurat khawatir sedikit terpencar di wajahnya.
"Lu abis darimana?" Abah bertanya.
"Abah kenapa?" Agan tak menggubris pertanyaan Abah. Dia tidak butuh pertanyaan lagi atas pertanyaannya. Dia butuh jawaban yang pasti. Abah kenapa?
"Abah lu ditonjok abis-abisan mukanya sama Pak Anto, Gan." sahut tetangganya yang masih singgah.
Agan mengernyit bingung, "gara-gara?"
"Abah lu kagak sengaja baret motornya Parid yang lagi keparkir di pohon mangga elu, Gan. Terus Pak Anto kagak senang hati, eh manjang sampe Abah lu ditonjok. Tadi Abah lu udah minta maap padahal." jelas tetangganya lagi yang merasa bahwa dia saksi kejadian tadi.
"Abah nonjok balik?"
"Nggak, Bang. Abah nggak nonjok balik," Tiara menjawab dengan lirih.
Agan memejamkan matanya dengan kepalan tangan yang menguat. Kakinya melangkah tanpa ragu menuju rumah depan—rumanya Pak Anto.
Dia ingat dia adalah anak muda biasa. Anak kemarin sore di mata Pak Anto. Agan mengertikan hal itu. Jadi, dengan kesadaran penuh, ia redam emosinya untuk sementara waktu.
"Assalamu'alaikum!" Agan mengucap salam. Di rumah Pak Anto juga ada Pak RT dan beberapa bapak-bapak yang lain ternyata.
"Mau ngapain lu ke sini?!" Pak Anto keluar pintu sambil berteriak ke Agan. Matanya melotot dan menatap tidak suka ke arah pemuda berusia 24 tahun itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Agen Agan ✔️
FanfictionDia bukan seorang raja ataupun seorang pangeran. Dia hanyalah seorang Agan. Pemuda penjaga sebuah agen yang pernah bermimpi menunggangi seekor kuda putih dan bertemu seorang gadis cantik yang disinyalir seorang putri. Namun ketika terbangun, yang...