Gia bangun pukul setengah 9 pagi. Semalaman ia menonton 2 film sekaligus bersama Agan. Melalui aplikasi zoom, mereka menonton film Miracle in Cell No.7 dan Man in Love versi Taiwan.
Jadilah dia telat bangun begini. Tentunya kelabakan karena jam sudah menunjukkan hampir 9 pagi, jam operasional toko batiknya Oma.
Oma sih tidak marah-marah. Tapi Gia yang jadi tidak enak.
Setelah mandi dan berpakaian, perempuan itu keluar kamar. Menenteng tas jinjing warna hitamnya sambil memeluk map berisi berkas dan Ipad-nya. Sementara tangan yang bebas menenteng flatshoes.
"Mbak Narti, boleh minta tolong bungkusin sarapan, nggak? Pwiss..." pintanya sementara dia sibuk merias wajah yang masih polosan.
"Siap, Mbak Gia!"
"Aku telat bangun, kok, nggak bangunin aku?"
"Aku yang suruh Narti nggak bangunin kamu." Oma datang dan memungkas pertanyaan Gia untuk Narti.
"Ih, padahal bangunin aja tau, Oma."
"Kamu tidur jam 2, aku nggak tega banguninnya." kata Oma, "Selma pegang kunci, kok, palingan dia udah datang ke toko."
Gia tersenyum tipis seraya melakukan touch up.
"Kamu dianter siapa, Gi?" tanya Oma, "Agan?"
Gia menggeleng kukuh, "pasti dia masih tidur. Ngerepotin juga takutnya. Dia siangnya juga kerja."
"Sama Tirna aja. Semalam dia udah datang."
"Iya Oma, boleh."
"Hari ini aku ada arisan ke bogor, jam 10 berangkat. Pulang agak maleman, kamu baik-baik, ya, di rumah."
"Oma juga hati-hati di jalan, ya." Gia berdiri dan salim pada Omanya. Tak lupa mencium pipi Oma.
Bekal sarapan sudah ada di genggaman dan Gia siap untuk berangkat.
"Mbak Gia mau dianter?" tanya Tirna yang sedang mengelap kaca mobil BMW milik Oma.
"Boleh, Mas."
Belum Tirna mengambil sepeda motor, sosok Agan datang bersama vario 151-nya.
"Mbak Gia, ayok!"
Gia tertegun saat Agan datang. Perempuan itu pikir Agan masih molor di kamar karena semalam mereka habis nonton film via zoom.
"Loh, kirain masih tidur." Gia menghampiri Agan. "Pak Tirna, maaf, nggak jadi, ya. Mau dianter Agan." Tirna mengacungkan jempol kanannya.
"Abis subuh tidur lagi sampe jam 8 tadi." jawab Agan seraya mengambil sarapannya Gia dan digantung di depan.
Gia naik ke motor setelah Agan membuka pijakan kaki untuk Gia. Mereka pun berjalan menuju pasar Tanah Abang.
"Abis ini kamu ke agen?" tanya Gia sambil memangku dagunya di bahu kanan Agan.
"Yoi. Seperti biasa."
"Kapan-kapan aku boleh ke agen?"
"Nggak boleh."
"Kok, gitu?"
"Ntar aja agennya yang Agan bawa ke rumah Mbak Gia."
Gia mencubit pinggang Agan karena kesal dengan jawaban Agan. Iseng sekali. Tidak pernah tidak tengil.
Agan terbahak-bahak, setelah itu ia berkata, "iya boleh, Mbak Iya sayang."
Perjalanan tidak sampai 1 jam lamanya. Hanya beberapa menit saja dari komplek bengkok Duri menuju pasar Tanah Abang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Agen Agan ✔️
FanfictionDia bukan seorang raja ataupun seorang pangeran. Dia hanyalah seorang Agan. Pemuda penjaga sebuah agen yang pernah bermimpi menunggangi seekor kuda putih dan bertemu seorang gadis cantik yang disinyalir seorang putri. Namun ketika terbangun, yang...