Hari kedua MOS dimulai. Setelah pembiasaan pagi seluruh siswa dan siswi pembekalan materi dengan para OSIS. Semua murid kelas 10 dikumpulkan di aula. Pembekalan kali ini diisi oleh para alumni yang sudah lulus dan sukses dibidangnya masing-masing. Sesi 1 berjalan hingga jam istirahat pertama. Tepat setelah bel berbunyi seluruh murid kelas 10 berhamburan keluar aula untuk mencari para OSIS. Melihat keadaan yang sangat ramai dan berisik, Thea mendengus kesal. Ia melewati kerumunan dan menuju atap untuk memakan bekalnya.
"Kenapa semua fanatik banget cari tanda tangan OSIS sih? Why are they looking for them like there is no tomorrow?" Thea menatap kerumunan-kerumunan itu dari atap sembari memakan bekalnya.
"And I guess you should look for them too." Suara yang kini tak asing ditelinga Thea lagi-lagi menginterupsinya.
"Aku punya caraku sendiri. Lagipun aku benci kerumunan." Thea sepertinya sudah mulai terbiasa dengan keberadaan manusia kulkas ini.
Galen duduk di tembok pendek, melihat ke arah pandang Thea, "gue pun akan menjadi penghambat mereka."
"Karena kamu selalu diatap dan nggak pernah muncul kan. Jadi mereka susah dapat tanda tangan ketua?"
"Iya. Lagipun ini Bas yang minta."
"Licik."
"Indeed."
Keheningan terjadi beberapa lama. Hanya ada suara alat makan Thea, "aku boleh nanya?"
"Ya."
"Siapa 3 orang itu? Kenapa kak Louis dan kak Dira seperti memuji sekaligus memberi peringatan?"
"Mereka antek-antek Vando. Lu jauh-jauh dari mereka. Kalo ada apa-apa lapor sama Bas. Asal bukan lu yang memulai Bas bakal lindungin lu."
"Kenapa kamu selalu menyebut nama Bas?"
"Suatu saat lu akan tau sendiri." Galen melihat kearah Thea. Bahkan disorot cahaya matahari pagi pun mata Galen terlihat dingin, "Tapi karena lu kemarin ganggu mereka, gue saranin lu hati-hati. Nggak usah minta tanda tangan mereka."
Thea melirik Galen melalui ekor matanya. Omongan Galen tidak sepenuhnya salah. Thea hanya merasa apa yang dilakukan mereka berlebihan, itu saja. Tapi, bukan hal yang tidak mungkin kalau mereka akan sedikit bermain dengan Thea dikemudian hari. Thea bangkit dari duduknya dan menyodorkan plastik berisi kue kering kepada Galen. Galen melihat plastik tersebut lalu melihat ke arah Thea, meminta penjelasan. "Ini kue alpukat. Aku ga suka alpukat." Galen terkekeh mencemooh dan menerima kue tersebut.
✨
Thea menunggu jemputannya di kantin setelah bel berbunyi. Sepertinya akan menjadi kebiasaan baru baginya untuk tidak segera pulang. Lagipun, Thea belum pernah ke kantin selama 2 hari MOS. Thea benar-benar menghindari kerumunan massa. Kapan lagi kan bisa melihat kantin sepi? Ia melihat-lihat banner yang ada pada masing-masing bilik kantin. Variasi makanan dan minuman di kantin sekolahnya cukup beragam. Setidaknya tidak akan membuat bosen dengan makanan yang itu itu terus. Ia berkeliling kantin untuk melihat-lihat stand yang ada. Beberapa sudah tutup karena sudah habis saat istirahat tadi, ada pula yang jam tutupnya mengikuti jam pulang murid. Stand lainnya masih buka karena masih ada kegiatan ektrakuliler. Thea membeli jus mangga dan duduk di tempat duduk dekat stand jus. Terlihat masih ada beberapa orang di kantin, entah makan siang ataupun sekedar berbincang dengan temannya.
"Ayo pulang. Gue tungguin nggak muncul-muncul nggak taunya malah nyantai disini." Tegur seseorang yang membuyarkan lamunan Thea.
Thea menyipitkan matanya untuk mengenali orang tersebut. "Raka! Lu ngapain pake hoodie, masker, sama kacamata. Sok misterius lu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Starlight Dreams: Fragment of the Star
Teen FictionBintang dapat bersinar tanpa bantuan apapun. Keberadaannya akan menyinari langit malam yang gelap. Namun tidak semua bintang dapat bersinar lebih terang dari bintang lainnya. Seperti Spica yang bersinar paling terang daripada bintang lain pada rasi...