Blouse maroon yang dikenakan Dhea sudah tersampir sembarang di sofa juga kancing kemeja Arsel yang sudah terbuka seluruhnya. Sementara itu dua orang yang tengah di mabuk cinta itu duduk di lantai bersandar pada kaki sofa dengan Dhea duduk dipangkuan Arsel yang membuat rok span hitam selututnya sedikit terangkat. Ia bersandar pada dada bidang Arsel yang terasa nyaman hingga ia memejamkan mata seraya tersenyum. Hal yang dilakukan mereka barusan benar-benar diluar perkiraan Dhea. Dengan gilanya mereka meledak bersama membuat pakaian bawah masing-masing basah karena ulah keduanya.
Arsel tidak berhenti tersenyum sejak tadi. Ia mengelus lembut rambut kekasihnya dengan sayang. Ia tidak menyangka akan melakukan hal seperti tadi dengan Dhea. Berbeda dari yang sebelumnya yang hanya Dhea yang ia puaskan, tapi sekarang mereka sama-sama terpuaskan. Meski tak sejauh itu, tapi tetap saja Arsel merasa bersalah hingga ia berulang kali meminta maaf. Untungnya Dhea memaafkannya yang tidak bisa mengontrol keinginan liarnya. Sungguh ia ingin segera memperistri gadis di pangkuannya ini. Dan itu benar-benar akan ia lakukan. Arsel pun sudah merencanakannya. Besok, besok ia akan melamar Dhea.
Ia sudah yakin dengan hatinya, melamar kekasihnya, gadis kecilnya yang sejak mereka masih anak-anak, Dhea selalu mengejar-ngejarnya. Bahkan saat mereka di usia remaja Dhea selalu menghalangi setiap gadis yang ingin mendekati Arsel. Baginya, Arsel adalah miliknya dan itu mutlak.
Arsel tersenyum-senyum bila mengingat-ingat itu. Tentang Dhea yang selalu mengejarnya sementara dirinya terus menghindari gadis itu. Tapi Dhea si Purple tak pernah jengah dan terus mengejarnya hingga Arsel pun luluh dan tak dapat ia pungkiri bahwa ia juga mencintai gadis ini, ia tak rela jika melihat gadisnya di dekati atau mendekati pria lain. Hanya dirinya yang boleh Dhea kejar, meski Arsel selalu menghindar namun sebenarnya ia juga merasa kehilangan saat gadis itu tak mengejarnya lagi.
"Kamu tidur?" Arsel masih mengelus lembut surai lembut Dhea.
Gadis dalam pangkuannya itu menggeleng lalu mengangkat kepalanya, ia menatap Arsel dengan sayu. "Anterin pulang"
"Hm? Gak akan nginep?"
Dhea menggeleng lagi "Enggak, mau pulang aja"
Tangan Arsel terulur menggapai blouse Dhea yang tersampir di sofa dan memakai 'kannya pada Dhea lalu merapikan rambut Dhea yang sedikit berantakan "Baiklah, ayo"
Dhea tersipu dan hatinya menghangat mendapat perlakuan lembut Arsel seperti itu. Mungkin sederhana tapi cukup membuat jantungnya berdebar. Dhea beranjak dari pangkuan Arsel berdiri dan merapikan roknya.
"Tunggu sebentar, aku ganti pakaian dulu" Setidaknya ia harus mengganti celananya, tidak mungkin ia pergi mengantar Dhea dalam keadaan celananya yang sekarang.
Tatapan Dhea tanpa bisa ditahan turun pada area pribadi Arsel yang samar terlihat sedikit basah. Dhea memejamkan mata dengan wajah memerah. Ia sungguh malu sekarang. Ia tidak sepolos itu untuk tidak mengerti. Arsel terkekeh melihatnya, ia yakin Arsel menyadari apa yang kini tengah ia pikirkan.
***
"Tidak perlu, sampai sini aja" Dhea mencegah saat Arsel akan melepas seatbealtnya. Mereka saat ini sudah sampai di depan gedung apartemen Dhea.
"Kenapa?"
"Tidak papa, sampai sini aja"
"Hm, yasudah. Tapi kenapa pulang kesini, kenapa tidak pulang ke rumah?"
"Papah bisa ngamuk kalau aku pulang ke rumah selarut ini dan dalam keadaan seperti ini pula"
Arsel sedikit menunduk "Aku minta maaf, tidak seharusnya kita seperti tadi"
"Tidak perlu minta maaf Arsel, yasudah aku masuk sekarang"
"Ya, selamat malam. Besok ku jemput"
"Hm, hati-hati" Setelah itu Dhea keluar dari mobil Arsel dan berjalan memasuki apartemennya tanpa menoleh lagi pada Arsel. Tidak seperti biasanya gadis itu lakukan, yang selalu menunggu sampai Arsel yang berlalu terlebih dahulu atau sekedar melambaikan tangan dengan wajah ceria.
KAMU SEDANG MEMBACA
Butterfly (Sequel Love That Kill & Di Atas Kertas)
Ficción General"Kau! Sebagai sesama perempuan ku harap kau mengerti untuk menjauhinya tanpa perlu ku suruh! Jangan merebutnya dari ku!" Dengan suara tinggi wanita itu meminta. "Aku memang tidak mengerti, dan kenapa aku harus menjauhinya? Aku sama sekali tidak mere...