5.

1 0 0
                                    

"Pak Banyu, maaf saya nggak bisa naik mobil."

Mereka kini ada di lobi hotel, sedang menunggu layanan valet mengambilkan mobil Hyundai Palisade Signature milik Banyu. Ia kemudian menoleh ke arah gadis ber kemeja oversized dan celana bahan hitam itu.

"Ada pengalaman buruk dengan mobil?" Banyu bertanya sebagai formalitas, ia tahu apa yang terjadi pada orang tua Luna membuat ia trauma naik kendaraan.

"Iya."

"Terus kamu kemana-mana pakai apa?"

"Ojol, hehe." Cengir Luna membuat Banyu tersenyum geli.

"Spesifik mobil pribadi? angkot, subway, KRL?"

"Semua jenis mobil, kalau naik kereta masih bisa." Tukas Luna membuat Banyu manggut-manggut.

Kemudian Banyu mengambil ponselnya di saku celananya, mendial nomor seseorang yang segera di terima di seberang.

"Cancel ya pak, kunci nya nitip ke bapak aja." Luna tercengang mendengar obrolan Banyu lewat telepon.

"Lho, jangan pak, maksud saya Pak Banyu nggak perlu repot antar saya. Rumah saya dekat kok." Luna merasa segan dengan perlakuan Banyu yang menurutnya agak berlebihan. Heran juga kenapa gigih sekali mau mengantarnya pulang, satu bulan lagi.

takut kemejanya dijual lagi kah?

"Terus kamu biasanya pulang dari hotel jalan kaki?" Anggukan Banyu dapatkan dari Luna.

"Okay, ayo." Luna melongo karena tiba-tiba Banyu bangkit dari duduknya dan dengan santai melenggang berjalan mendahuluinya.

"Lah, aneh banget nih orang." Mau tak mau Luna harus mengejar langkah lebar Banyu yang semakin lama semakin menjauh.

"Pak, tunggu dulu!" Banyu yang sudah sampai di trotoar jalan mengerem mendadak mendengar panggilan Luna.

Nafas Luna sudah satu-dua tapi Banyu terlihat santai saja. Setelah menghela nafas, ia berujar.

"Serius rumah saya dekat kok pak, nggak mungkin juga mafia broker karya antik itu peduli sama saya." Jelasnya pada Banyu.

"Setelah apa yang terjadi tadi? kamu kan sudah termasuk komplotan Rulita Irawan."

Luna berjengit,

"Kira-kira kalau mereka marah terhadap Rulita Irawan, mereka akan menyerang beliau langsung?" Lanjut Banyu memperjelas.

"Pasti yang diserang bawahannya dulu." Banyu sengaja berbicara sambil lalu dengan tangan ia masukkan ke saku celana.

Luna terlihat berpikir, ini negatifnya terlibat dengan dunia ekslusif. Ia akan menjadi pihak yang paling mudah disingkirkan.

"Tapi..." Elakan Luna disela Banyu.

"Sudahlah, kita cek dulu hari ini. Kalau ternyata memang aman kan kita bisa sama-sama tenang." Keputusan bulat Banyu membuat Luna akhirnya mau mengikuti langkah kakinya.

Mereka berjalan sekitar 500 meter ke arah barat kemudian berbelok ke arah selatan, ke samping gedung hotel lalu melaju hingga belakang taman bermain Rowen-Campbell. Sepanjang perjalanan mereka hanya berdiam menikmati waktu masing-masing yang kebetulan dihabiskan berdua.

"Kamu memang hobi nyanyi?" Tanya Banyu memecah keheningan.

"Iya, pak." Jawab Luna sekenanya.

"Saya nggak setua itu kok, nggak usah panggil pak." Banyu berujar sambil menoleh.

"Tapi kayanya nggak sopan kalau menurut saya."

"Tapi kan saya mengijinkan." Banyu terus mengamati reaksi Luna yang masih defensif terhadapnya.

Pretty PleaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang