4. -Alcea Rosea

560 112 32
                                    

"Kalo bukan Lavisha terus siapa?" Calluna bertanya heran, menatap Alair sebagai penerjemah si batita yang terus bicara.

Mata bundar itu sampai melotot lucu membuat hati Calluna meleleh seketika.

"Lihat sini dong, Visha." Calluna berujar geli pada Alcea yang membuang muka. Kedatangan Orion kembali duduk di sampingnya sambil membawa sesuatu sontak membuat atensi Calluna berpindah kemudian.

Orion mendelik. "Ini tugas gue, lo mana bisa. Sebelumnya aja berantakan sampai ke muka bayi," katanya, menyembunyikan salep dia pegang ke balik punggung.

"Bial Ail ang oles!" (Biar Alair yang oles!) Alcea tiba-tiba berseru sambil menunjuk Alair berhasil mengejutkan keduanya. Kaki Alcea tadinya selonjoran mencoba di jauhkan dari Orion.

Orion tertawa hambar. "Lo nggak boleh pilih kasih kaya gitu, oke?" Tangan Orion menyambar cepat kaki kecil Alcea. "Eh, jangan banyak gerak nanti gue nggak sengaja ketekan lebamnya."

"Berhenti ganggu baki--Lavisha!" Alair melirik tajam, merampas salep itu. "Ya, seperti kalian lihat semua orang terpikat dengan aura baik hati gue bahkan anak menggemaskan murni macam Lavisha tau yang mana yang jahat."

"Olong, angil au Ceya." (Tolong, panggil aku Cea." Paras bulat tersebut memerah samar selayaknya orang yang marah betulan, kali ini dia menunjuk ketiganya bergantian lalu menepuk dada. "Ceya, au Ceya ...."

Alair berkedip linglung sama halnya Calluna dengan Orion kompak saling tatap.

"Hm, jadi maksudnya nama dia bukan Lavisha, tapi Sea." Bibir Alair mengukir senyuman bangga.

"Ukan!" (Bukan!) Alcea menjerit, bergeser mendekati Alair. "Au mau inan pabet." (Aku mau mainan alfabet)

***


Alcea mengembuskan napas, meraih satu-satu alfabet warna-warni berserakan di lantai. Cuma membuka kemasannya saja mereka ribut bukan kah itu terlalu kekanakan. Orion yang Alcea sangka kalem pun langsung turun drastis.

"Yaya!"

Alcea mendongak malas, terlanjur pasrah dengan Alair memanggil sekenanya. Berapa kali Alcea mengoceh protes hanya dianggap angin lalu.

"Kata Calluna lo haus," ucap Alair.

Pipi berlemak Alcea kontan bersemu dengan kepala menggeleng. Sorot mata Alcea lambat laun nyalang ke botol susu sedang Alair pegang.

"Ini susu formula lumayan mahal, duitnya cukup buat gue makan seminggu..." Alair kembali banyak bacot yang sama sekali tidak Alcea harapkan justru Alcea ingin menendang wajah itu yang sialnya nyaman dipandang.

"Itu uit Kacal." (Itu duit Kak Calluna) Alcea membekap mulut. "Ga au, ebih uka es ilo." (Nggak mau, lebih suka es milo)

"Anjir, anak kecil nggak boleh minum es nanti mencret." Alair berjongkok menyisakan Alcea yang panik, belum sempat mundur menghindar, gerakan Alcea lebih dulu ditahan.

Alcea menoleh terkejut. "Epas, engsek." (Lepas, brengsek) Dia meronta oleh tangan Luzio yang melingkar di perut bulatnya sudah jelas kekeyangan.

"Nurut, bengkak." Luzio menepuk puncak kepala Alcea.

"Iyam, ulut onte!" (Diam, mulut lonte!) Alcea berteriak dongkol sambil memukul lengan Luzio.

Alair yang paling paham maksudnya tersedak, melihat si batita bertingkah tantrum kemudian, Alair mengambil kesempatan cepat dengan memasukkan puting dotnya ke mulut Alcea.


***


Luzio menangkap botol susu yang dilempar Calluna sementara tatapannya masih mengarah ke si bocah gembul duduk di pojok ruangan, kening Luzio lalu berkerut dengan ketiganya yang mendadak heboh.

"Gila, pintar banget."

"Nama kamu beneran Alcea Rosea?"

"Iya, Kacal."

"Weh, syukur deh lo hidup padahal kemarin hampir aja jadi ubi panggang tapi tebakan gue tadi emang nggak salah nama lo emang Sea."

"Au ebih uka diagil Ceya, amlet." (Aku lebih suka dipanggil Cea, kampret)

Barangkali karena flat ini cukup sempit untuk mereka berada dalam satu ruangan, suara bocah perempuan itu sampai terdengar ditiap sudut. Luzio mendengus, melihat aneh tampang Orion yang terus terpana pada mainan abjad tersusun dua kata di lantai hasil dari tangan sang balita.

"Sini, Zio. Sekarang kita mau diskusi serius." Calluna tahu-tahu bicara di saat dia mencari mencari posisi nyaman, berniat tidur siang.

Luzio berusaha menyabarkan diri lalu menyahut cuek. "Kalian yang ke sini, gue malas." Dia melirik ruang kosong di depannya.



***





"Cepat atau lambat kita pasti ketahuan, sekali ketahuan nyawa kita abis." Orion bertutur serius di mana ketiga orang mendengarkan serempak mengangguk setuju. "Paling pertama di eksekusi lo, Al!"

Alair melotot. "Iya, gue paham. Nggak usah nakutin juga, anying!" jawabnya bersungut-sungut.

"Tenang, ada keluarga Hydra di sini. Kita semua nggak bakal mati, sumpah. Matinya emang pas udah harus dijemput aja bukan mati yang diambil paksa." Calluna ikut nimbrung.

"Keluarga lo masih di bawah Kingsley, emang lo mau kehadiran Lav--Alcea harganya dengan kelua---"

"Oh, maksudnya kamu pengen depak Ceya karena udah jadi sarang bahaya. Alair yang nemu pertama kali kelihatan enteng." Calluna menyela ketus perkataan Orion. "Hus, kamu pergi sana!" sambungnya mengibaskan tangan beberapa jengkal di muka Orion.

"Gue belum selesai ngomong." Orion menahan diri tidak meraup kepala Calluna saking dibuat geregetan.

"Au ga ebelatan ati agi." (Aku nggak keberatan mati lagi) Alcea menimpali sambil tersenyum lebar menunjukkan deretan giginya yang putih.

"Kayaknya lingkungan hidup lo buruk sampai ngomong mati terus." Ucapan Alair membuat Alcea terkejut. "Mati itu bukan semudah kentut, oke?" Alair menyentil pelan jidat Alcea.

"Dia nggak akan ke mana-mana, jagain semampu kalian. Tunggu aja kita semua ketahuan dan lihat apa yang terjadi," ucap Luzio kelewat lempeng.

Calluna berdecak. "Kenapa cuma kami? Seharusnya kamu juga jagain, awas kalau bayi kenapa-kenapa padahal di dekat kamu."

"Iya, gue bakal jagain. Puas?!" Luzio bergumam geram, sakit kepala jika ini menjadi masalah panjang sampai terbawa ke rumah.

"Sip." Calluna tersenyum manis, mengulurkan tangan ke hadapan Alcea yang melamun.

"Bayi pintar ... aku mau kita jalan sehat di sekitaran rumah susun ini, ada lapangan luas di pinggirannya ada kandang tempat main." Logat membujuk Calluna sudah seperti sales kelas kakap.












****







Tinggalkan vote dan komen. Vote udah bikin aku semangat lanjutin ceritanya. Jangan sider ya.

Terima kasih

Sea ​​ButterflyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang