𝐁𝐀𝐁 𝟐

39 6 16
                                    

Kantor wali kota, Sydney

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kantor wali kota, Sydney.

Perjalanan selama satu jam memakai kereta kuda akhirnya berakhir. Katrina memastikan penampilan dirinya terlebih dahulu sebelum menapakkan kaki di gedung itu. Begitu dia masuk, terdengar seruan-seruan kaget dan senang dari sana-sini. Katrina tersenyum, mengangguk sambil berjabat tangan dengan para kolega ayahnya. Satu-dua tertawa, berseru sambil menyapa Katrina ramah. "Bukan main! Lady Katrina berkunjung! Apakah hari ini akan terjadi sesuatu yang luar biasa? Di mana ayahmu, Lady?" Salah satu kolega, Demian, menyapa demikian. Perempuan itu tertawa, dengan tenang menjawab.

"Selamat pagi, Paman Demian. Dad belum memberitahu? Hari ini, izinkan aku menggantikan Dad. Tolong maafkan kesehatan Dad yang semakin menurun. Lagi pula, aku tertarik melanjutkan pekerjaan Dad hingga Dad kembali sehat." Katrina tersenyum ramah, membuat Demian tertawa semakin lebar.

"Ah, ini dia yang sudah lama ayahmu tunggu! Akhirnya, anak gadisnya mulai melanjutkan karir cemerlang milik si Tua itu. Mari, Lady, silakan bergabung. Sebentar lagi akan diadakan rapat darurat tentang distrik terpencil di sebelah selatan Sydney." Demian berbicara sambil memandu Katrina menuju aula pertemuan. Perempuan itu mengangguk paham. Sepertinya dia tau akar masalah ini. Beberapa hari lalu, Katrina sempat membaca beritanya di surat kabar. Bahwa ada gejala banjir besar yang terus membuat repot distrik itu.

Pihak wali kota menyarankan penduduk untuk membuat bendungan besar, yang sekaligus terpaksa menggusur beberapa rumah penduduk. Para ahli juga mengatakan, sekali lagi terjadi banjir bandang, itu bisa meratakan seluruh distrik dan kemungkinan ancaman ke distrik sekitarnya. "Mereka benar-benar keras kepala. Akibatnya akan sangat fatal bagi mereka jika terus mempertahankan wilayah tersebut," kata salah satu hadirin rapat.

Diskusi sudah dimulai sejak lima belas menit yang lalu setelah Katrina tiba. Perempuan itu kini menyimak satu-persatu opini yang diajukan. "Padahal pihak wali kota sudah menyediakan subsidi lahan beserta tempat tinggal yang bersifat permanen bagi mereka, namun tetap saja menolak." Salah satu rekannya menggerutu.

"Kita tidak bisa begitu saja menghakimi mereka, Darwin. Tentu saja desa dan rumah mereka berharga dan mereka menolak untuk dipindahkan. Ada banyak kejadian, orang-orang memilih hancur bersama kenangan mereka, dari pada meninggalkan kenangan itu sendiri." Demian menyanggah opini Darwin yang berapi-api, membuat pria tua itu mendengus sebal.

"Lantas kamu punya saran apa, heh? Kita tidak bisa terus-terusan bersikap lembut kepada mereka atau semua distrik selatan akan lenyap terbawa banjir." Darwin memelotot. Baru saja Demian hendak menjawab, namun Katrina lebih dulu bersuara.

"Kita tidak harus bersikap lembut, tidak juga harus bersikap kasar, Paman Darwin. Mari kita posisikan diri sebagai penduduk distrik itu. Karena, kalau dugaanku tepat, yang mereka butuhkan bukanlah bantuan modal, melainkan empati. Mereka merasa pihak wali kota terlambat melakukan penanganan, makanya mereka kurang percaya terhadap kita. Mari kita lakukan pendekatan secara emosional. Juga, berikan pada mereka keuntungan-keuntungan yang dapat mereka peroleh dengan menerima subsidi," kata Katrina jelas dan lugas.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 05 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

EPHEMERAL [TAHAP REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang