PROLOG

11 2 1
                                    

Dengan gontai Rensa melangkahkan kaki-kaki rampingnya dari gerbang sekolah menuju kelasnya yang terletak cukup jauh dari gerbang depan. Wajah manis yang biasanya selalu tersenyum itu kini terlihat murung, matanya sembab karena semalaman menangis, kentara sekali ia sedang dalam suasana hati yang kurang baik saat ini. Pasalnya kemarin hubungan asmaranya kandas setelah berjalan hampir satu tahun lamanya, hal itulah alasan utama mengapa gadis ceria itu tampak berbeda hari ini.

Meskipun sedang tidak baik-baik saja, Rensa berusaha terlihat seperti biasanya ketika sampai di kelasnya. Tepat setelah ia meletakkan tasnya ke kursinya ia langsung seperti biasa menyapa teman-temannya yang beberapa telah datang termasuk Kayla, teman sebangkunya.

" Ren, lo nangis ya semalem?", Kayla bertanya dengan sorot mata khawatir.

" Eh kelihatan banget ya Kay? "
"Gue putus kemarin sama Kak Zay", iya Rensa belum menceritakan masalahnya ke teman-teman sekelasnya, ia sedikit lebih tertutup semenjak pacaran dengan kakak kelasnya itu.

Kayla terdiam terlihat teman Rensa yang cantik itu makin khawatir, ia mendekat ke arah Rensa kemudian berakhir memeluk tubuhnya.

" Duh Ren yang sabar ya, tapi bagus juga akhirnya lo bisa lepas dari cowo toxic kaya dia. Lo bisa cerita ke gue Ren kalo masih ngerasa sedih oke? ", Kayla mengelus punggung Rensa pelan menenangkan. Sedangkan gadis itu sendiri mengangguk mengiyakan.

" Makasih ya Kay", Rensa tersenyum tulus, beruntung sekali ia memiliki teman sebangku yang perhatian dengannya. Memang belum banyak yang tau kalau hubungan Rensa dan Zay usai, hanya beberapa teman dekat Rensa saja.

Tidak lama setelah itu segerombolan teman cowo sekelas Rensa, yaitu Damian, June, Bastian, dan yang paling belakang Alentio datang bersamaan, dari tempat Rensa berada terdengar mereka tertawa saling melempar candaan.

"Eh si June kemarin hampir kecebur got ahahahaha", Damian menertawakan June yang kemarin jatuh dari motor dan hampir masuk ke got di pinggir jalan saat pulang sekolah. Damian ini wajahnya paling tampan di antara teman-temannya sekelas, tetapi ia juga yang paling toxic di antara mereka.

" Bacot banget elah, jangan dibahas mulu woy, malu kalo yang lain denger", June menyenggol lengan Damian, ia ikut tertawa juga. June ini emang paling random, ada aja yang ulah yang dia buat. Ia sering jadi bahan candaan teman-temannya, tapi June sendiri juga hobi ngambil aib teman-temannya untuk dijadikan stiker WhatsApp, sangat menyebalkan bukan.

Bastian dan Alentio hanya terkekeh melihat kelakuan kedua temannya. Di antara mereka, Bastian adalah yang paling tinggi makanya ia sering mengejek cewe-cewe sekelas karena tinggi mereka jauh di bawahnya. Ia terkenal dengan otaknya yang kotor, akibat sering nonton yang iya iya. Jangan dicontoh ya teman-teman.

Terakhir Alentio, cowo introvert yang jarang sekali berinteraksi dengan cewe, bahkan tidak pernah sekalipun dekat dengan cewe. Dia cukup pintar di kelas tetapi kurang aktif, Alentio selalu terlihat kalem, di kelas biasanya dia tidak banyak tingkah, paling main game dan sesekali bercanda dengan beberapa temannya. Karena sifatnya seperti itu, beberapa teman di kelas sering mengira dia ini sudah tidak normal alias belok.

"Oren", Bastian menyapa Rensa, bukan sekali dua kali itu terjadi, mereka cukup dekat karena dulu berada dalam satu kelas yang sama ketika masih smp sampai sekarang. Cowo ini di mata Rensa cukup menyebalkan karena saking seringnya si Bastian mengejek tinggi badan gadis itu yang hanya 152cm, sangat jauh dengan cowo itu 185cm tingginya.

" Haii, Tiann", Rensa membalas Bastian lalu tidak sengaja beradu tatap sekilas dengan Alentio, karena setelah itu Alentio langsung mengalihkan wajahnya. Datar, itulah kesan yang Rensa tangkap dari wajah cowo itu, ia pun mengedikkan bahu acuh. Toh, ia tidak pernah sekalipun menyapa atau bahkan mengobrol dengan Alentio. Rensa bahkan berpikir ia yang cukup cerewet ini tidak mungkin bisa akrab dengan cowo sepertinya.

Hari-hari berlalu dengan cukup berat bagi Rensa, pelan-pelan ia mencoba mengikhlaskan hubungannya dengan Zay. Karena ia sendiri sadar bahwa hubungan mereka sudah tidak bisa diperbaiki, ia lelah menghadapi Zay. Selama satu bulan terakhir juga mantan pacarnya itu masih sering menghubungi dan menemuinya ketika di sekolah. Rensa merasa bahwa berakhirnya hubungan mereka ada baiknya, ia bisa fokus belajar dan sibuk di kepengurusan OSIS, apalagi ini sudah memasuki semester 2, Zay pun sebentar lagi akan disibukkan dengan banyak ujian karena sudah kelas XII.

Akhir-akhir ini Rensa cukup sibuk di ruang OSIS karena PPDB sebentar lagi akan dimulai. Rensa yang merupakan Ketua Seksi Bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi harus membuat beberapa brosur, pamflet, dan konten yang berkaitan dengan PPDB dibantu dengan dua anggotanya.

Seperti saat ini, siswa-siswi dan pengurus OSIS lain sudah pulang ke rumah tetapi Rensa masih berada di ruang OSIS sendirian untuk mengeprint Brosur yang ia buat bersama Lala dan Ghea selaku rekannya di sekbid tik.

Ia sendirian kali ini, biasanya ia ditemani oleh Nada dan Sely. Kebetulan sekali hari ini Ketua dan Sekretaris OSIS itu sedang mengikuti les. Kedua anggotanya pun alasan pulang karena sudah sore, memang kedua anggota Rensa cukup bermasalah dan kurang bisa diandalkan. Selama ini 60% tugas sekbid Rensa yang mengerjakan dengan sabar.

"Huftt selesai juga akhirnyaaaa", Rensa menghela napas panjang, ia menatap jarum jam yang menunjukkan waktu jam 5 sore.

Rasanya tubuh gadis itu cukup kelelahan, beberapa bagian tubuhnya terasa pegal. Ia tersenyum membayangkan sebentar lagi ia akan pulang lalu langsung beristirahat di kamar kesayangannya, Rensa mengambil ponselnya untuk memesan ojol. Gadis itu mengurungkan niatnya ketika mendengar suara orang yang akhir-akhir ini berusaha ia hindari.

"Ren, maaf aku boleh masuk sebentar? ", Zay meminta izin untuk memasuki ruang OSIS itu. Rensa dengan kaku hanya mengangguk mengiyakan permintaan mantan pacarnya, jantung gadis itu berdetak kencang, perasaannya tidak karuan. Zay terlihat tersenyum tipis lalu menghampiri Rensa dan duduk di dekatnya.

"Kita ngobrol sebentar ya Ren, 15 menit ajaaja. Aku mohon ya, nanti pulangnya sama aku.", alih-alih terdengar seperti permintaan, kata-kata Zay malah terdengar seperti paksaan yang entah kenapa malah diiyakan oleh Rensa.

"I-iyaI-iya, mau ngobrolin apa Kak? ", Rensa sungguh tidak ingin berlama-lama di sana, jantungnya berdetak lebih kencang dari biasanya. Selain merasa lelah ia juga merasa kurang nyaman berada di dekat mantan pacarnya, perasaannya campur aduk, sedih, rindu, marah, semuanya menjadi satu. Dapat Rensa lihat laki-laki yang dulunya selalu mengisi hari-harinya itu menghembuskan napas panjang sebelum akhirnya membuka mulutnya.

"Rensa... Aku sayang kamu, aku benar-benar minta maaf atas segala kesalahan aku yang membuat kamu selama ini ga nyaman menjalani hubungan sama aku. ", Rensa terdiam, lidahnya kelu, ia hanya mendengarkan setiap kata yang keluar dari mulut Zay.

" Ren... Aku tau ga mudah buat kamu maafin semuanya. Aku tau... Aku gatau diri, tapi Ren.. Aku merasa ga bisa tanpa kamu, balik sama aku ya", Rensa memalingkan mmukana, menghindari tatapan lembut yang bisa kapan saja meluluhkan pertahanan yang telah ia bangun di dalam hatinya.

Gadis itu memantapkan hatinya, ia tidak boleh lupa akan rasa sakit yang mati-matian ia tahan demi hubungannya dengan Zay tetap damai. Tidak bisa ditahan lagi, air mata Rensa pun luruh begitu saja.

"Aku bisa maafin semuanya Kak, tapi untuk balikan... Itu ga mungkin, kamu sendiri harusnya tau alasannya. ", Zay merasa tertohok setelah mendengar penolakan Rensa.

" Iya Ren, maafin aku sekali lagi. Tapi Ren... Izinkan aku buat meluk kamu sekali lagi, please ", tanpa mengatakan apapun Rensa menubruk tubuh Zay, memeluknya erat, tangisnya pecah.

















.........

Welcomeeeee di cerita Rensa, jangan lupa vote, mwahh

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 30 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RENSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang