Anak laki-laki membawa enam matras. Laki-laki kelas kami ada 12 orang. Kalau perempuan ada 20 orang. Bisa jadi laki-laki pakai dua matras. Lalu kami pakai empat matras. Guru penjas datang. Bapak itu langsung berteriak.
"BENTUK BARISAN! LIMA BANJAR!"
Bingung-bingung. Kami menyesuaikan dengan barisan cowok yang sudah rapi duluan. Lima orang per barisan.
"Dengar anak-anak! Siapa yang sudah tahu guling depan?"
Semua anak laki-laki mengangkat tangan.
"Kalau guling belakang?"
Semua anak laki-laki saja yang mengangkat tangan.
"Oke! Bapak mengerti kalau kalian semua tidak bertujuan untuk menjadi atlet. Tapi di mana pun kalian kuliah atau bekerja nanti. Kalian butuh tubuh yang sehat! Betu!?"
"BETUL PAK!" jawab kami semua serentak.
"Tubuh yang sehat itu artinya bisa mudah digerakan. Fungsi-fungsinya mantap. Kalian akan bekerja jauh lebih mudah. Orang kantoran yang duduk-duduk saja pun butuh olahraga. Kalau tidak, jadi mudah sakit. Betu!?"
"BETUL PAK!"
"Oke, karna hanya cowok-cowok yang tahu gerakannya. Kalian duluan maju untuk beri contoh. Setelah itu, perempuan bisa mengikuti dari belakang."
Wah, skarang cowok-cowok maju. Styuuut-styuttt. Mereka bergantian melakukan salto depan.
"Perempuan, kalian bebas mau guling depan di mana. Silahkan."
Perempuan-perempuan langsung berpencar menjadi enam barisan. Kami berempat juga sebaris. Mengikuti Tina di matras sebelah ujung kanan. Salto depan dimulai. Beberapa teman kami lebih dulu masju. Lalu Si Tina maju.
"Semangat Tin! Kamu bisa!" teriak Naila.
Hal itu membuat Tina jadi tertawa. Gara-gara tidak serius. Dia malah sato ke kanan. Jatoh ke rerumputan. Anak-anak pada tertawa. Dia juga menertawakan dirinya sendiri. Bisa-bisanya jatoh ke sana.
Giliran Suni. Dia takut. Jadi dia malah mundur lalu mendorongku ke depan. Aku tidak mau tapi mengalah saja.
Styutt, berhasil!
"Yey! Keren Nara!!!" teriak mereka bertiga.
Aku langsung mundur ke belakang. Si Suni pun melakukan salto depan. Tapi bukannya salto. Dia malah menanduk matras. Hihi, nantilah. Pulang sekolah atau ajak dia main ke rumah baru dilatih. Di rumahku ada banyak matras. Papa suka olahraga, soalnya. Mama juga, sebelum mama pindah tugas ke kota lain.
Beberapa cewek salto. Ada yang berhasil dan banyak yang tidak. Kebanyakan karna malu-malu. Para cowok senang sekali. Lihat mereka. Menertawakan kegagalan kami. Enak saja ya. Sekarang giliran Naila. Awas saja kalau kalian tertawa.
"Ihh, takut Pak Guru," keluhnya.
Pak guru yang sedang mengawas itu tidak menanggapi. Akhirnya Si Naila mencoba. Ancang-ancang lalu, STTUTTT. Kali ini menyamping ke kiri. Beberbenturan dengan matras sebelah. Dia dan teman cewek kami yang lain mengucap kapala masing-masing. Si Tina tertawa lebar.
"Hyahaha, kau gak apa kan Nail?"
"Lo sih! Gak semangatin. Jadinya gue gagal kan. Hwe," Naila menjulurkan lidah.
"Biarin! Hyahaha."
Pelatih kembali berteriak, "DENGAR SEMUA! SEKARANG GULING KE BELAKANG! ROLL BELAKANG! Laki-laki tunjukan contohnya!"
Para cowok langsung memimpin di barisan depan. Lalu mereka mulai menunjukan roll belakang. Aku tahu. Waktu SMP papa yang ajarin kok. Sekarang giliran cewek-cewek. Pas kami maju. Banyak yang salah. Apalagi mereka bertiga. Malunya menta ampun. Si Naila bukannya salto belakang, malah rebahan. Hihi, nanti ya kalian.
Sekarang giliran aku meju ke depan. Suni yang baru saja salto itu memandangku. Lalu memberikan gaya semangat. Naila yang udah menyerah lalu duduk pun berteriak,
"Semangat Nara!"
Aku tersenyum ke arah mereka bertiga. Aku ambil ancang-ancang. Membelakangi matras. Tangan menekuk ke atas. Seolah-olah memikul langit. Kaki menekuk. Seolah-olah ada beban dari atas. Titik beban di kakiku. Sekarang aku pindahkan titik itu dengan berguling ke belakang. Tolakan di kaki tidak perlu besar. Belakang menyentuh permukaan matras. Tolakan kaki tidak diperlukan lagi. Titik beban sudah ada di belakang. Sekarang sesuai irama, aku pundahkan titik beban ke belakang leher. Lalu kedua telapak tangan menyentuh matras. Tidak ada tolakan tangan, hanya menahan beban untuk dipinahkan lagi. Sampai aku terbalik dan lulut menyentuh matras. Plask, bunyi hentakannya. Masih memindahkan titik. Sekarang aku berada dalam gaya jongkok sambil merentangkan tangan ke depan di ujung matras. Membelakangi Pak Guru. Berhadapan dengan semua teman-teman.
PLok-plok-plok-plok!
Semua bertepuk tangan. Beberapa
"Suitttttttt-suiittt," siulan terdengar dari mereka.
Pak guru langsung datang mendekat. Dengan bertepuk tangan lalu menunjuk ke arahku. Telunjuk berganti ke jempol.
Lalu dia memuji, "Gerakan yang bagus sekali nak."
Aku tersenyum malu. Lalu berlari ke arah mereka bertiga. Tina langsung berdiri memegang tanganku. Kami melompat-lompat tegirangan. Si Naila berdiri.
"Lo kok bisa Nara?"
"Udah, nanti kalian ke rumahku. Aku ajarin."
"Boleh? Yey! Nanti aku ijin bibiku dulu ya," ucap Suni kesenangan.
Tina terlihat bangga sekali. Padahal dia sejak tadi meringkuk malu. Banyak tertawa karena kesalahannya. Kami terus lanjut latihan. Ditutup dengan gerakan pendinginan. Lalu bell terdengar untuk pelajaran selanjutnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sky In Real Life
Short StoryKenyataan tidak selalu indah. Tapi harus dihadapi dengan berani. Nara, seorang siswi baru di SMA Rajawali. Ia telah melalui masa orentasi sekolah. Bertemu dengan teman baru. Menghadapi dunia bersama-sama.