Prolog : Boss Baru Anya.

155 20 10
                                    

"Hah, kok saya sih pak?"

Wanita dengan blouse dusty pink itu langsung mengumpati dirinya sendiri. Wajahnya pias, menahan ringis akibat kebodohannya yang terlalu cepat menganggapi ucapan sang atasan. Lebih lagi, nadanya naik sedikit seperti mengajukan protes walau sebenarnya memang iya, itu bentuk spontanitas atas rasa terkejut dicampur ketidakterimaan. Memangnya ada yang terima jobdesk mendadak bertambah?

"Maaf pak, saya hanya kaget karna akan menjadi sekretaris anak bapak."aku jujur wanita yang mengenakan lanyard berwarna biru muda dengan nametag menggantung bertuliskan Amara Lavanya. 

"Tapi saya mau meluruskan sedikit, ini berarti saya bakal jadi sekretaris bapak dan anak bapak gitu? Sebelumnya terima kasih sudah mempercayai kemampuan saya akan tetapi kalau bebarengan begitu saya takut nanti tidak bisa ke-handle dan berantakan. Nanti kalau ketuker jadwalnya kan bahaya pak, hehe."Anya lanjut berucap, kali ini dengan tutur kalimat sebaik mungkin agar tidak terlalu berkesan bahwa dia sebenarnya enggan sekali menerima tambahan tugas baru.

Marko Adiwijaya, atasannya itu baru saja memberitahu bahwa mulai minggu depan ia akan menjadi sekretaris anaknya yang selama ini bertugas di luar kota. Pikiran Anya sudah berkenala, membayangkan dirinya mengatur jadwal dua orang sekaligus karena saat ini dia adalah sekretaris Marko. Menjadi sekretaris Marko saja sudah sering membuatnya kewalahan dan menguras tenaga apalagi ini merangkap dengan anaknya? Memangnya ada sejarahnya seorang sekretaris memiliki dua bos? Kalaupun belum ada, Anya tidak akan pernah mau menjadi orang pertama yang mengukirnya. Sekalipun gajinya dilipat gandakan, tetap tidak. Dia ingin menikmati work life balance.

Suara tawa ringan dan singkat itu masuk ke rungu Anya, hingga wanita itu terheran kenapa atasannya tiba-tiba tertawa. Tidak ada sesuatu yang lucu disini. Kecuali jika nasibnya menjadi sekretaris dua orang sekaligus benar-benar terjadi.

"Kamu tidak perlu jadi sekretaris saya lagi, cukup menjadi sekretaris Alpha. Setelah Alpha datang, saya akan pensiun."

"HAH?!"Anya spontan menutup mulut setelah bersuara cukup keras. "Maaf pak, tapi bapak serius akan pensiun?"tanya Anya meminta validasi. Sebagai orang yang sudah bekerja hampir lima tahun dengan Marko tentu ini adalah berita mengejutkan. Bahkan Anya tidak pernah mendengar desas-desus jika Marko akan pensiun dalam waktu dekat apalagi usia Marko saat ini masih tergolong cukup muda untuk pensiun. Laki-laki yang selalu menggunakan kacamata bulat itu baru menginjak usia 65 tahun.

Marko menganggukkan kepala, "Saya akan percayakan kelanjutan perusahan ini pada anak saya. Sudah waktunya saya menikmati waktu tua."ucapnya dengan seulas senyum tipis. Dia menyerahkan beberapa map berkas yang sudah ia tandangani pada Anya yang dengan sigap langsung diterima. Marko melepaskan kacamatanya, Anya bisa melihat mata almond shape itu sedang menatapnya lebih tegas dari sebelumnya. Anya sudah terbiasa mendapatkan tatapan seperti ini namun kali ini dia seolah bisa menangkap signal ada sesuatu yang akan terjadi padanya, sebentar lagi.

"Dan saya percayakan anak saya pada kamu."

Tuhkan! Batin Anya berseru karena tebakannya tidak meleset. Sejak Marko berkata dia akan menjadi sekretaris anaknya, entah kenapa pikiran-pikiran buruk bersemayam diotaknya. Awalnya berupa jobdesk double kini bertambah dengan segala kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan terjadi nanti. Mungkin seperti Anya tidak bisa mengimbangi cara kerja boss barunya atau bahkan meski buah jatuh tidak jauh dari pohonnya, bagaimana anak Marko kelakuannya berbeda jauh dengan sang ayah? Apalagi Marko berkata demikian.

"Bukan saya tidak percaya Alpha, tapi saya hanya ingin memantau. Selama satu tahun tolong laporkan bagaimana kinerja Alpha pada saya, laporan tiap bulan saja tidak perlu formal cukup via chat atau telfon. Apapun yang dia lakukan, jangan sembunyikan dari saya. Bisa Nya?"

Damn You Boss!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang