Masa - 00

39 6 0
                                    

Hai.
Aku bawa cerita baru guys, semoga kalian suka ya? jangan berekspektasi tinggi.

Happy Reading!

Rintik hujan turun membasahi bumi, makhluk hidup yang terkena air hujan pun memilih untuk bersembunyi di tempat yang hangat. Setidaknya sampai hujan selesai.

Berbeda dengan kedua anak yang sedang termenung duduk di pinggir sebuah danau, ia tidak ingin beranjak, terlalu malas dan memilih untuk tetap diam meskipun hujan terus menerpanya.

"Hasa! Hujan!"

Krhasa Abimaya Fardan atau yang akrab di sapa Hasa itu menoleh cepat mendapati kakaknya yang berlari tergesa membawa payung berwarna biru tua dengan sekantong kresek yang Hasa tau itu pasti jajanan yang kakaknya bawa.

Hasa terkekeh pelan melihat kakaknya yang lucu. "Hasa tau kak."

"Kamu nih ya, udah tau hujan kenapa masih hujan hujanan!? Nanti sakit sa, ya ampun." Omel kakaknya.

"Kak Mara tenang aja deh, Hasa gak bakal sakit kok, hehe." Hasa menyengir kuda.

"Nggak bakal karena belum kejadian! Udah ah, ayo pulang, habis itu kamu langsung mandi dan minum teh anget, kamu nih ya haduh kakak kaget liat kamu kayak anak ilang tadi." Papar Mara panjang lebar.

Maraka Dafran atau akrab di sebut Mara itu adalah kakak satu satunya Hasa, dan hanya terpaut 3 tahun darinya. Usianya baru memasuki 19 tahun, tetapi ia sudah sangat berusaha mendapatkan pekerjaan.

Mara dan Hasa hanya tinggal berdua sejak kecil, ayah dan ibu mereka sudah pisah dan sudah memiliki keluarga masing-masing. Meskipun mereka masih sedikit ah tidak. Mereka memang masih peduli dengan Mara dan Hasa.

Hanya saja keterbatasan karena sekarang sudah memiliki keluarga masing masing pun menjadi penghambat mereka untuk mendekati kedua anak mereka lagi.

"Hahaha masa sih kak? Hasa tuh tadi lagi ngelamun, enak banget tau! Tapi kak Mara ganggu, huh!" giliran Hasa yang mengomel pada Mara.

"Ih! Kamu ini."

"Hehe, bercanda kak."

"Ayo, pulang."

..

Mara dan Hasa hanya tinggal di sebuah rumah kecil, kamar pun hanya satu, kamar mandi satu, dan satu dapur kecil. Masih bersyukur mereka memiliki rumah.

Karena meskipun kedua orang tua mereka mengirim uang, uang itu akan Mara kumpulkan. Entah untuk apa, yang pasti itu mungkin akan berguna di masa depan.

"Udah cepet mandi, kakak mau masak."

"Iya, kak."

Mara mengeluarkan telur dari kulkas, ya kulkas kecil yang sudah berumur 7 tahun itu masih berfungsi.

Minyak bercipratan mengenai tangan dan wajahnya membuat Mara mengaduh pelan, lantas ia langsung meletakkan telur di meja makan dengan nasinya sekalian.

Tok-tok-tok

Suara pintu di ketuk membuatnya menoleh, dan melepas celemek yang ia kenakan, Mara pun membuka pintu.

deg.

"A-ayah.." gumamnya terbata, sebab di depannya sudah ada Ayahnya yang menatapnya sendu.

Mara bingung harus bereaksi seperti apa, tidak. Ia tidak akan menolak Ayahnya mentah-mentah, ia hanya.. terdiam. Karena mematung, sudah lama Ayah tidak mengunjunginya, terakhir mungkin saat Mara masih berusia 19 tahun.

2 tahun sudah berlalu.

dan kini, Ayahnya ada di depannya.

dengan sebuah amplop, yang Mara tidak tahu apa di dalamnya.

"Mara.."

Mara masih mematung, sampai sebuah teriakan membuatnya tersadar, "Kak Mara!"

Itu Hasa.

dengan wajah yang kentara sekali tengah menahan amarah yang besar, "Kakak ngapain ngobrol sama dia kak?! dia ini orang yang udah bikin hidup kita hancur!" Pekik Hasa

"Hasa.." lirih Ayahnya.

"Jangan sebut nama gue! Lo nggak berhak sebut nama gue, karena lo udah nggak gue anggap ayah lagi! Pergi!" Hasa berteriak histeris, mendadak ingatan perpisahan bertahun tahun yang lalu muncul di benaknya.

Hasa menitikkan air mata.

Mara memeluk Hasa, ia kemudian beralih menatap Jonasー Ayah mereka berdua, "ayah, maaf Mara nggak berniat usir Ayah, tapi tolong, Ayah bisa pergi? Kondisi Hasa.."

Jonas mengangguk mengerti, kesalahannya di masa lalu sudah membuat kedua anaknya hancur, ia tahu dan menyesal.. tetapi nasi sudah menjadi bubur, kini bahkan Hasa sudah tidak ingin melihatnya

"Ayah paham, Mara."

Sebelum melenggang, Jonas menyerahkan amplop yang sedari tadi ia pegang, "Ini, maaf Ayah baru sempat datang lagi, maaf.."

Mara tersenyum tipis, "nggak pa-pa Ayah, terima kasih."

"Hasa, ayo masuk dek."

Hasa mengangguk lemas, masih senantiasa menangis, ia bahkan tidak menatap Jonas sama sekali. Trauma dan sakit hatinya sangat membekas.

..

"Kakak kenapa nggak pernah bentak mereka sih? Mereka. Itu. Udah. Tinggalin. Kita. Kak!"

"Kakak tau sa, tapi kan mau gimana pun mereka itu orang tua, kita nggak boleh bentak orang tua, kan? Hasa juga.. udah kakak bilang berkali kali, jangan bentak Ayah ya? Mau gimana pun dia ayah kita, tanpa dia.. kita nggak akan ada sa."

Hasa mengalah, Mara itu adalah orang lembut. Tidak akan sejalan dengannya yang menganggap semua harus impas, tidak bisa begitu saja.

Ia mengalihkan pandangan.

Mara tersenyum tipis, menggenggam jemari adiknya, "Kamu harus bisa kendaliin emosi kamu, ya sa?"

Hasa menoleh, "Hasa coba Kak, tapi kalo Hasa udah nggak kuat, Kakak nggak boleh larang Hasa buat lampiasin kemarahan Hasa."

To be continued
ーー
here we go guys, kali ini aku bawa Mark dan haechan sebagai Face of Cast story ku, semoga suka ya🤍

Tentang Masa | Mark, haechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang