╭──╯ . . . . .
Now Playing,
♪ Lebih Indah - Adera
"Di bawah cahaya lampu jalan yang gemerlap, kami berjalan bersama, meninggalkan jejak-jejak kisah manis."
•
•
•
Ranting bergesekan, daun-daun menari ditemani alunan musik yang dimainkan angin. Kakinya berayun di teras, sedang enggan untuk membatik. Ia masih teringat akan pertemuan kemarin. Mengingat bagaimana lelaki itu tampak bahagia bersama istrinya.
Tangan terkepal. Hatinya merapalkan tanya, bagaimana bisa dia bahagia sedangkan ia tampak tersiksa batinnya?
Bayang-bayang menyakitkan beberapa tahun lalu muncul ke permukaan, seakan tengah mengejek dirinya. Bagaimana wajah Bapak yang marah, bagaimana wajah Ibunda yang tertunduk, bagaimana wajah Bude yang menahan amarah Bapak, dan bagaimana wajah dirinya yang tak tergambarkan emosinya.
"Assalamualaikum ..., Dipa!"
Buyar. Lamunannya langsung terhenti tatkala suara sepupunya menginterupsi.
"Waalaikumsalam ...," jawab Adhisti tanpa mengubah posisi duduknya.
"Bude ada, Dip?"
"Ada, masuk aja."
Sepupunya itu langsung berjalan masuk ke rumah. Kembali meninggalkan Adhisti dengan keindahan nyanyian daun pohon yang ditiup angin. Ditengah kenikmatannya mendengarkan syahdunya nada-nada yang dimainkan semesta, lagi-lagi sepupunya datang untuk memberi sebuah berita.
"Lusa aku tunangan. Dateng, ya?" pinta Amba.
Pelan-pelan bibir Adhisti membentuk senyuman. "Pasti," jawabnya.
"Bener, ya? Awas kalau nggak datang. Aku pulang dulu!"
"Iya, hati-hati."
Dipandangnya Amba yang tengah menutup pintu pagar. Sebelum pergi, dari sana Amba melambaikan tangan dengan senyum manisnya, dan dibalas hal yang sama oleh Adhisti.
Sejenak ia teringat akan hari tunangannya saat itu, sorot mata dan kesan berbunga-bunga yang menyelimuti sama seperti yang tengah dialami oleh Amba. Namun akhirnya hanya meninggalkan luka pada diri Adhisti.
KAMU SEDANG MEMBACA
7 Days With You (DharmAdhisti)
General FictionAku tidak tahu, apakah ini cerita kita atau hanya ceritaku dengan kamu sebagai tokoh tambahan. Tapi, terima kasih atas tujuh hari kebersamaan kita.