01

15 2 0
                                    

Orang bilang "Raihlah mimpi mu setinggi langit, tapi aku hanya ingin bilang "Jangan terlalu memaksakan, Kau juga manusia yang butuh istirahat untuk bisa kembali menggapai mimpi mu esok hari"

***

Dhara memasuki kelas dengan langkah pelan setelah absen selama tiga hari karena jadwal pemotretan yang padat. Dia terlihat lelah, namun tetap berusaha tersenyum saat melihat Misha, Mireya, dan Edrea yang menyambutnya dengan antusias.

"Dhara! Akhirnya lo balik!" Seru Mireya sambil melambaikan tangan.

"Lo kemana aja? Kita kangen banget!" Tambah Misha dengan senyum lebar.

Dhara tersenyum lemah, merasa terharu dengan sambutan hangat dari teman-temannya.  "Maaf, gue sibuk banget sama pemotretan yang jadwalnya gila-gilaan. Biasa, memenuhi nafsu orang tua," kata Dhara. Nafsu yang Dhara maksud di sini adalah pencapaiannya.yang WAJIB terlihat bersinar dimata orang tuanya.

Dia, Dhara Xaviera gadis cantik yang kini berprofesi sebagai model majalah dan iklan. Dulu ia sangat menyukai kamera karena barang itulah yang selalu menemaninya mengabadikan moment keluarganya dengan sunyi. Hubungan keluarga nya memburuk apalagi ayahnya yang sangat membencinya dan kembaran laki laki yang tidak memperdulikannya.

Setelah Bunda pergi meninggalkan dunia, Davi, ayahnya yang jatuh bangkrut menikah lagi dengan Elvina, anak pemilik sekolah yang kini berstatus sebagai mama tirinya.

Dhara Xaviera dengan arti nama bumi yang bersinar itu kini tengah merasakan keredupan dalam hidupnya karena semua kehidupan nya kini dikendalikan penuh oleh Elvina. Ia sadar jika ia, Ayah dan saudara kembarnya kini bergantung hidup pada Elvina karena keadaan ekonomi.

 "Ayo, Dhara! Kita ke kafe baru yang dekat sekolah. Edrea dan Mireya juga akan ikut," ajak Misha dengan semangat.

Namun, Dhara menggelengkan kepalanya. "Maaf, gue nggak bisa. Sore ini gue ada jadwal pemotretan dan les piano."

"Oh begitu" kata Misha, sedikit kecewa. "Mungkin lain kali ya."

Dhara tersenyum. "Pasti. Lain kali gue ikut."

Mireya hanya mengangguk, ia tahu bagaimana kehidupan pahit seorang Dhara. Mereka bahkan berteman sejak duduk di bangku taman kanak kanak.

Edrea menepuk bahunya dengan ringan, "Gak apa-apa, yang penting lo balik. Gimana pemotretannya? Cerita dong!"

Mereka berjalan bersama menuju bangku mereka dan duduk. Dhara mulai bercerita tentang pengalamannya.

"Jadi, gue dapet proyek buat majalah fashion terkenal. Pemotretannya di berbagai lokasi dari studio sampai outdoor di pantai. Seru sih, tapi capek banget."

Misha menatap Dhara dengan kagum, "Wah, pasti keren banget. Tapi lo kelihatan capek banget Ra."

Dhara menghela napas, "Iya, capek banget. Pemotretan ini diatur sama nyokap gue. Dia terus-terusan nyuruh gue kerja tanpa ngasih waktu istirahat."

Mireya menatapnya dengan prihatin, "Serius? Kenapa dia gitu?"

Dhara mengangkat bahu, merasa tak berdaya. "Gue gak tahu. Mungkin dia pikir ini bagus buat karir gue, apalagi kalian tahu sendiri kan dia beranggapan kalo otak gue jauh diatas rata rata, beda sama Daren. Mangkanya dia gak peduli gue kecapekan yang penting dia puas sama kerja gue."

Edrea mencoba menghibur, "Kalo gitu sekarang lo istirahat aja dulu. Jangan terlalu dipaksain."

"Gue juga mikir gitu. Tapi dia terus maksa gue buat ambil semua tawaran kerja. Dia bilang ini kesempatan besar yang gak boleh dilewatin," jawab Dhara dengan suara pelan.

Dharendhara || On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang