"Duh, laper," cicit Gia seraya mengelus perutnya yang keroncongan. Tadi pagi dia tidak sempat sarapan karena Narti izin datang siang ke rumah Oma. Sementara Oma seperti biasa ada acara penting dan berangkat subuh tadi.
Gia tidak sempat membuat sarapan karena kesiangan.
"Guys, Mbak mau beli roti O dulu, ya. Ada yang mau nggak?" pamitnya sambil membawa dompetnya.
Beberapa karyawannya ada yang mengangguk mau. Gia pun segera ke bawah untuk menghampiri outlet roti O yang berada di lantai bawah.
Outlet lumayan ramai dan membuat Gia mengantri. Mana panjang sekali antriannya.
Dia pun dengan sabar mengantri sampai seseorang menyejajarkan dirinya. Seorang pria berjaket sport warna hitam dengan topi baseball berdiri di sampingnya.
"Agan," Gia bergumam saat tahu siapa orang itu.
Agan tidak bersuara selain tersenyum tipis.
"Ngapain di sini?" tanya Gia.
"Beli roti."
"Antri!"
"Gabung ke Mbak aja dong."
"Gak mau! Antri dulu!" pekik Gia yang membuat Agan berjalan lesu ke belakang gadis itu.
Meski waktu itu Agan sempat bertemu empat mata dengan Oma, hal itu belum sama sekali diketahui oleh Gia.
"Mbak," panggil Agan setengah berbisik, "kangen." lanjutnya dengan nada manja.
"Rasain." sahut Gia (pura-pura) tak acuh. Aslinya dia sama, kok. Dia kangen Agan.
"Mbak Gia masih nggak mau maafin Agan?"
"Nggak."
"Maafin dong." Agan menyodorkan jari kelingkingnya supaya Gia mau memaafkannya.
Namun, Gia tak kunjung membalas. Dia lagi-lagi pura-pura tak acuh.
"Kalo Mbak Gia nggak mau maafin Agan, ya udah, Agan teriak-MBAK GIA HMMPPP." Agan dibungkam. Gia menarik topinya Agan sampai wajah pemuda itu tertutup dan Agan tidak berteriak lagi.
"Pemaksaan!"
Beberapa pengunjung Tanah Abang ada yang berjengit geli, bahkan tertawa-tawa melihat dua orang itu.
"Ya, makanya maafin!"
"Mupeng!"
"Dih, tau-tau-an mupeng."
"Tau, ah!"
Sekarang giliran Gia yang memesan rotinya. Ia mengabaikan Agan yang masih mengintil di belakangnya.
"Mas, beli Roti O-nya 8, ya." pesan Gia. Dia sempat menoleh pada Agan yang kini sudah sandaran di meja kasir, "sama mau es coklatnya dua."
"Kak Gam, Kak Gam, apa hukumnya Mbak Gia nggak mau maafin gua?" sahut Agan pada Gama, karyawan yang bekerja di outlet roti O. Agan kenal soalnya dia juga sering anterin barang ke sini.
Gama tersenyum simpul. Pria lambai itu berkata, "menurut BMKGAM, sih, haram ya. Takut banget eyke kalo si Agan tantrum gara-gara nggak dimaafin Mbak Gia-nya." balas Gama mendayu-dayu sambil mempersiapkan pesanan Gia.
"Tuh, Mbak." cicit Agan.
Gia berdecih. "Ngawur."
"Jangan marah lagi dong, geulis. Agan bingung menentukan siklus hidup Agan jadinya kalo nggak bisa sama Mbak Gia, nggak bisa banget dah." Agan menggeleng-gelengkan kepala secara dramatis. Masih berusaha membujuk Gia.
"Apasih, Gan?"
"Kan Mbak yang bilang sendiri kalo siklus hidup Agan nggak boleh soal lahir - jaga agen - modar doang. Ya udah, Agan tambahin jadi lahir - jaga agen - cinta Mbak Gia - sayang Mbak Gia - jaga Mbak Gia - bahagiain Mbak Gia - hidup sama Mbak Gia sampe tua - modar."

KAMU SEDANG MEMBACA
Agen Agan ✔️
FanfictionDia bukan seorang raja ataupun seorang pangeran. Dia hanyalah seorang Agan. Pemuda penjaga sebuah agen yang pernah bermimpi menunggangi seekor kuda putih dan bertemu seorang gadis cantik yang disinyalir seorang putri. Namun ketika terbangun, yang...