Pagi ini Gracia terbangun dari tidur singkatnya tanpa balutan sehelai benangpun. Rambut hitam panjang itu nampak agak kusut karena beberapa kali dililit ke telapak tangan kiri si perempuan berlesung pipi pada pukul setengah 4 pagi.
Sebenarnya Gracia bisa-bisa saja menghindari aktivitas melelahkan yang kekasihnya mulai, namun entah mengapa pagi tadi alam bawah sadarnya mendukung penuh atas apa yang Shani lakukan selama hampir dua jam tersebut--erangan yang begitu candu dibiarkan bersahut-sahutan di dalam ruangan yang beberapa minggu lalu sudah dilepas pengedap suaranya.
Setelah berusaha mengumpulkan kesadaran, kepala Gracia akhirnya menoleh pada sosok di sebelah kanan yang masih tertidur pulas dengan posisi telungkup. Dengkuran halus yang samar-samar terdengar berhasil membuat Gracia refleks mengulum senyum saking gemasnya.
Perempuan bergigi gingsul itu sadar kalau belakangan ini Shani lebih sering mencari kesempatan untuk membuat momentum ke arah sana. Namun karena adaptasi dengan kondisi hamil yang susah susah gampang sehingga tak jarang Gracia mencoba bernegosiasi dengan sang istri idaman untuk hanya sekedar peluk dan cium hingga keduanya tertidur pulas.
Meski sebenarnya beberapa kali nyaris meruntuhkan pertahanan karena rasa manis dari bibir dan lihainya pergulatan lidah dengan mantan personil idol grup satu itu, namun nyatanya rasa nyeri di perut yang kadang kala sekelibat muncul lebih menyiksa dibanding menghentikan hasrat tersebut.
Eits!
Jangan khawatir.
Sebagai gantinya, asupan kalsium Shani akan selalu terpenuhi meski tak dipinta.
"Sayang, bangun yuk..." Dengan suaranya yang masih sedikit serak, Gracia mengusap bahu lebar tersebut dengan lembut. Entah karena segitu cintanya atau bagaimana, namun perumpamaan tersengat listrik masih terasa tiap kali kulit Gracia bersentuhan dengan bagian tubuh Shani yang tergolong privasi.
Gracia bahkan berani bertaruh bahwa bola matanya tetap akan membulat sempurna dengan segenap kekaguman apabila saat ini--detik ini, Shani mengubah posisi tidurnya menjadi terlentang tanpa ada selimut abu-abu yang menghalangi.
"Sayang, ayo bangun... Katanya mau ke bengkel, hmm?" Jemari lentiknya mulai menepuk-nepuk puncak kepala Shani. "Sayang..."
"Lima menit." Singkat, padat, dan sudah barang pasti tidak dapat dipertanggung jawabkan. Buktinya saja tubuh yang sedikit lebih tinggi itu mulai menggerakkan kepalanya untuk mencari posisi yang lebih nyaman.
"Sayang, kalau kamu gak bangun bangun nanti dibanguninnya sama Papa lho."
"Papa lagi di luar kota, Ge."
"Papa udah di Bandara kok."
"Hah?!" Kelopak mata Shani terbuka lebar. Guratan kemerahan itu tercetak jelas di bola matanya. "Serius?! Udah di Bandara?!"
Gracia mengangguk sambil menahan tawa. "Bandara Adisucipto Jogjakarta."
"Ah! Males!" Shani memutar wajahnya ke lawan arah. Memalingkan pandang dari sang istri yang puas sekali mengerjai dirinya di pagi hari ini.
Bahkan terik matahari saja tak sampai hati untuk menelusup masuk ke dalam kamar, namun Gracia dengan kesadaran penuh berani-beraninya membuat Shani terpaksa terjaga dalam keaadan dongkol.
"Sayang, ayo dong bangun. Kita kan harus siap-siap ke bengkel." Masih diselingi dengan kekehan tawa, Gracia tak juga menyerah untuk membuat Shani beranjak dari posisinya saat ini. "Nanti kalau tiba-tiba Papa minta dijemput gimana, hayo?"
"Males."
"Kok males sih? Hm? Kok bisa-bisanya sih kamu males?" Gracia melancarkan jurus lain yakni menghujani sekitar area bahu Shani dengan kecupan singkat berkali-kali. "Bangun gak? Bangun gak? Bangun gaaakk?" Bibirnya mendarat ke banyak bagian dan membuat Shani mulai terusik sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adishree (Aimílios/αιμίλιος 2)
Fanfiction"Nyonya Adishree," "Iya?" "I love you." "Most."