Sayap Kedua

1.5K 21 10
                                    

   My eyes are telling you everything
just like when we first met, it's still the same.
     "Like We Just Met" —NCT Dream

  "woy, Dan, tanggung jawab tuh. Anak orang main lo lempar tali tambang aja."

  Suara pertama yang memecah kesunyian itu berhasil menyadarkan Ilham dari keterkejutannya.
Saat itu dia masih belum bisa memproses apa pun karena rasa sakit masih menyengat wajahnya.
Kepalanya pun masih terasa pening.

  "Iya, iya. Berisik banget, sih," sungut seseorang yang kemungkinan besar dipanggil "Dan" tadi.

  Seorang cowo menyentuh bahu Ilham sebelum berkata, "Lo nggak kenapa-napa?"

  Ilham menggeleng. Bibirnya masih kelu untuk menjawab pertanyaan itu. Yang bisa dia lakukan hanya mengusap-usap wajah dan hidungnya, berharap semoga saja dia tidak mimisan gara-gara "serangan" mendadak tadi.

  "Yuk, duduk dulu."

  Ilham hanya bisa menurut saat cowo itu menuntun dan mendudukkannya di sebuah bangky yang kosong. Mata nya masih setengah terpejam pasca terkena lemparan tali, sehingga dia tidak bisa melihat dengan jelas siapakah yang menuntunnya ini. Beberapa saat kemudian, barulah dia berhasil membuka matanya dengan sempurna, dan.... Ilham baru menyadari kalau seluruh tatapan kini tertuju padanya. Kegugupan yang sejak tadi menguasainya, kini makin menjadi-jadi saja.

  "Lo....siapa?" tanya seorang cowok yang berdiri di dekat pintu. "Gue baru liat lo. Ada perlu apa di ruang Pramuka?"

  "Mmm...." Ilham nenelan ludanya dengan kasar. "Anu....Kenalin, gue Ilham Permana. Panggil ajaa gue Ilham."

  "Gue tau, gue tahu. Lo murid pindahan dari Bandung itu, kan?" sela seorang cowok dengan nametag Eja Adiraksa.

  "Lho, kok, kamu bisa tahu, Ja?" tukas Zulfadli Rasyid yang kini duduk paling dekat dengan Ilham.

  "Ada, deh." jawab Eja, diikuti dengan tawanya yang membahana.

  "Sok-sokan lo, Ja. Makhluk cuek kayak lo nggak mungkin lebih update ketimbang gue," timpal seorang cowok yang mengenakan masker. Nama Harsa Diningrat tertera di badge yang tertempel di dadanya. Padahak baik Harsa maupun Eja, sama-sama makhluk yang punya radar kekepoan rendah.

  "Lo emag sohibul gue yang paling perhatian, Sa." Eja terkekeh.

  Saat mendebgar itu, Harsa hanya memutar bola matanya dengan malas.

  "Oke, oke. Gue ngaku, deh," ngaku Eja pada akhirnya. "Ilham tuh murid baru di kelas gue. Makanya gue tahu, he-he."

  "Pantesan." Zidan mendengus. Dia lalu kembali  mengalihkan pandangannya pada Ilham.
"Anyway, sorry ya, tadi lo kena lempar tali. Tadi gue mau ngelempar Harsa tuh, malah tiba-tiba aja lo muncul di pintu. Gue Zidan Arjianta, by the way."

  "Eh, iya. Gapapa, kok. Salah gue juga tadi main buka pintu aja." Ilham menyembunyikan fakta bahwa dia sudah mengetuk pintu  beberapa kali sebelum membukanya. "Gue Ilham," katanya sambil menyambut uluran tangan Zidan.

  "Kenapa lo pindah sekolah?" tanya Mahir dan Rayyan bersamaan. Hal itu mengundang tawa teman-teman lainnya, karena bukan sekali ini saja mereka melontarkan pertanyaan yang sama tiap kali mereka berkumpul.

  Setelah tawa mereda, barulah Ilham menjawab, "Gue ikut nyokap yang pindah tugas di Jakarta. Tadinya bingung juga mau masuk sekolah mana. Tapi setelah survei, akhirnya gue memutuskan buat daftar sekolah di sini. Alhamdulillah, keterima."

  "Sebentar, jangan bilang kalo ko milih sekolah ini karena sekolahnya gede dan jadi favorit banyak testimoni di web sekolah, kan? Percaya deh, mereka bilang gitu karena di sogok kepala sekolah."
cerocos Fadli panjang lebar.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 05 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

7SP ( 7 Sayap Pendosa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang